Tiga Abad, Klenteng “Benteng Kebajikan” (Bagian 2, habis)

Date:

Penelusuran sejarah budaya tentang klenteng “Benteng Kebajikan” atau yang dikenal dengan Klenteng Boen Tek Bio, akan kembali kami sajikan dalam rubrik “Wisata dan Budaya”, Sabtu (02/03/2013).

Dalam edisi kali ini, redaksi Banten Hits.com akan mengajak pembaca yang Budiman untuk membaca ulang kisah belasan Kim Sin (patung) yang pulang kampung.

Sumber penelusuran redaksi kali ini sangat terbantu sekali oleh beberapa tulisan pada literatur “Jia Xiang Hometown”. Selamat membaca….

Penelusuran sejarah budaya tentang klenteng “Benteng Kebajikan” atau yang dikenal dengan Klenteng Boen Tek Bio, akan kembali kami sajikan dalam rubrik “Wisata dan Budaya”, Sabtu (02/03/2013).

Dalam edisi kali ini, redaksi Banten Hits.com akan mengajak pembaca yang Budiman untuk membaca ulang kisah belasan Kim Sin (patung) yang pulang kampung.

Sumber penelusuran redaksi kali ini sangat terbantu sekali oleh tulisan pada literatur “Jia Xiang Hometown”. Selamat membaca….

Setelah pemugaran Klenteng Boen Tek Bio selesai dikerjakan dan sudah kembali dapat dipergunakan, pada tahun 1856 terjadi arak-arakan atau pemindahan patung yang sebelumnya ditempatkan di Klenteng Boen San Bio di kawasan Pasar Baru, Kota Tangerang.

Pemindahan belasan Kim Sin ini sebelumnya dilakukan pihak Klenteng untuk menjaga keutuhan dan keselamatan Kim Sin karena pembangunan. 

Kembalinya Kim Sin dengan cara diarak ini dikenal dengan  arak-arakkan Tua Pekong. “ Sejak saat itu, perayaan Tua Pekong dilakukan setiap tahun Naga,” kata Oey Tjun Eng, Humas dan Perpustakaan Perkumpulan Keagamaan Dan Sosial Boen Tek Bio atau yang akrab dipanggil Kong Tjin.

Maka, sejak saat itu setiap tahun Naga Kim Sin diadakan upacara sakral untuk pertama kalinya pada tahun 1856, yaitu arak-arakan Toa Pekong di Tangerang. Dalam ritual ini Kongco Hok Tek Ceng Sin terlebih dahulu diletakkan di perempatan jalan.

Sedangkan yang diarak adalah Kongco Kha Lam Ya, Kongco Kwan Tee Kun dan Dewi Kwan Im Hud Couw, diarak keliling kota dan rumah-rumah komunitas China agar dapat memberikan perlindungan serta keberuntungan bagi umatnya.

Setelah seluruh Kim Sin kembali ke Klenteng Boen Tek Bio yang berarti Klenteng Benteng Kebajikan hingga saat terus dipadati umat yang bersembahyang.

Untuk diketahui di kelenteng itu juga kita bisa ditelusuri informasi akan satu peristiwa masa silam. Sebab, di sana terdapat prasasti yang merupakan dokumen penting untuk memperoleh gambaran kondisi dua atau tiga abad lalu. Prasasti tertua yang terdapat di kelenteng itu berangka tahun 1805.

Dari dua prasasti kayu yang terdapat di sana, informasi yang diperoleh antara lain pertama, pemujaan terhadap Guan-Yin, disumbangkan oleh Huang Chun Wei dari Xibin, tahun 1805, terdapat pula Lian kayu (tui Lian) dengan huruf-huruf Tionghoa “Tjoe Hang Tek Touw” (bagian paling atas) yang dibuat pada tahun 1805, disumbangkan oleh Huang Chun Wei (Kongcoco Oei Djie San). Kedua, pemujaan terhadap Guan-Di, disumbangkan oleh Huang Nan-yue dari Zhenyi (daerah Zhenping) di Guandong, tahun 1815.

Pada pekarangan kelenteng terdapat sepasang Ciok Say besar yang terbuat dari batu yang diperkirakan didatangkan pada tahun 1827 yang disumbang oleh Zhang De-hai. Di sebelah kiri terdapat satu lonceng tua dan besar yang bertuliskan 8 huruf Tionghoa “Hong Tiauw Ie Sun” “Kok Thay Bin An”, yang berarti  “angin dan hujan dengan lurus teratur betul”  dan “negara makmur rakyat hidup subur”. Lonceng yang terbuat dari besi campuran itu dicetak di daerah Wanquan-Lu, dan disumbangkan pada tahun 1836 oleh Huang Heng-yuan dan keluarganya yang berasal dari wilayah Zhenping, Jiaying.

Di bagian tengah pekarangan depan terdapat satu hio-lo (Thian Sin Lou/Thian Gong Lou) yang terbuat dari logam untuk dupa yang bertuliskan nama kelenteng, dengan 4 kaki dan 4 lilin kecil tempat umat memberikan persembahan kepada Tuhan (Thian Ti Kong). Hio-lo didatangkan pada tahun 1839,  hasil sumbangan dari Huang Yue-hua. Dia  adalah seorang Hakka dari Zhenping yang menyandang gelar gongsheng. Tempat membakar dupa itu terbuat dari logam di Wanming di Foshan (Guangdong), hasil sumbangan oleh Huan Nan-Cai dan Huang Nan-Yue yang berasal dari Lanfang xiang, wilayah Zhenping, Guangdong pada tahun 1824. (Rie/Riani/ Literatur Jia Xiang Hometown)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mau Tahu Ragam Produk Batik Khas Kota Tangerang? Datanglah ke Kampung Batik Kembang Mayang!

Berita Tangerang - Bagi Anda yang ingin mengetahui ragam...

Mengenal Golok Sulangkar Khas Baduy yang Mematikan: Hanya Bisa Dimiliki ‘Orang-orang Terpilih’

Lebak- Kekayaan alam dan budaya baduy memang seksi untuk...

Akhir Pekan Ala Aleg PKS Banten, Blusukan ke Wilayah Pelosok Lebak hingga Turun Ronda

Lebak- Iip Makmur, Anggota DPRD Provinsi Banten memutuskan untuk...

KPJ Rangkasbitung Rilis Lagu saat Pandemi Corona, Judulnya ‘Jangan Mudik Dulu’

Lebak- Kelompok Penyanyi Jalan (KPJ) Rangkasbitung merilis sebuah lagu...