Temboknya tinggi banget. Panjang lagi. Itu bangunan apa, bu? Ada menaranya. Penjaganya pake seragam lagi.” Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut seorang anak laki-laki yang sedang bersama ibunya melintas di Jalan LPK Pemuda, Kota Tangerang, Kamis (07/03/2013) siang.
Dinding tembok pagar LP Pemuda Kelas II A Kota Tangerang, yang berdiri kokoh dan membentang mengelilingi bangunan yang kental dengan arsitektur puluhan tahun silam ini, rupanya menggugah keingintahuan si anak.
Memang, tak banyak orang yang tahu tentang ikhwal berdirinya bangunan tersebut. Seperti ibu yang ditanya anak laki-laki tadi, kebanyakan orang hanya mengetahui bangunan tersebut adalah “penjara” atau sebutan tersebut saat ini lebih dimanusiawikan dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas/ LP).
Dalam rubrik “Historia” kali ini, redaksi Banten Hits.com akan mengupas sedikit hal ikhwal terkait berdirinya LP di Kota Tangerang.
Lapas di Jalan LPK Pemuda, Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang ini, merupakan satu di antara lima Lapas yang ada di Kota Tangerang. Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia hingga saat ini memberi sebutan Lapas Pemuda Kelas I I A Tangerang.
Berdasarkan referensi yang didapat Banten Hits.com, Lapas Pemuda ini pembangunannya dimulai pada tahun 1924 dan baru rampung pada tahun 1927. Lapas yang dibangun bangsa kolonial Belanda itu awalnya sudah berfungsi untuk memenjarakan pemuda Belanda dan pribumi yang disebut “ Jeugd Gevangelis “.
Di tahun 1942 – 1945, dan pada masa penjajahan Jepang, Jepang menggunakannya untuk tempat pelaksanaan pidana dengan sebutan “Keismusho Shikubu”.
Dan setelah Jepang kembali dipukul mundur Belanda , Pada tahun 1946- 1948 oleh pemerintah Belanda ( Palang Merah NICA ) tempat ini digunakan sebagai tempat penampungan Pengungsi Cina pedalaman.
Bangunan yang luas bangunannya mencapai 28.610 meter persegi ini memiliki keunikkan di bentuk bangunannya. Di mana, keunikan ini terlihat dari bangunannya yang menyerupai model kipas dan terdiri dari enam blok. Sementara itu, atap bangunan berbentuk limasan.
Bentuk jendela kayu lengkap dengan jeruji besi yang besar dan tinggi berwarna coklat susu, sangat mencirikan identitas bangunan pada masanya. Begitu kokoh. Saat ini, pintu utama yang terbuat dari kayu dicat dengan warna abu-abu dengan list putih. Seperti pintu-pintu pada tempo dulu, pintu utama Lapas ini memiliki 2 daun pintu raksasa.
Untuk lalu lintas sipir dan pengunjung lapas di pintu utama, ada sebuah anak pintu di bagian daun pintu sebelah kanan yang dilengkapi dengan ketukan besi. Ketukan besi ini berfungsi untuk memanggil sipir yang ada di bagian dalam Lapas.
Begitu kita melewati pintu utama, kita mulai dapat melihat sisi dalam bangunan yang sudah ada pada masa kolonial Belanda ini. Di sisi kiri dan kanan bagian dalam pintu utama, ada dua pos pemeriksaan. Setiap pengunjung akan diperiksa disini.
Setelah melalui pos pemeriksaan, langkah kita akan dihadang sebuah jeruji besi yang kokoh, penanda sebuah penjagaan yang luar biasa. Jeruji besi tinggi menjulang menjadi pemisah antara dunia kungkungan dengan kebebasan.
Saat langkah kaki menapak masuk melewati pintu besi, kita dapat melihat sebuah menara pengawas yang tepat berada di tengah-tengah kawasan. Pos pengawas ini cukup tinggi sehingga dapat melihat seluruh aktivitas warga binaan dari segala penjuru.
Pos pengawas dan penjagaan juga ditempatkan di setiap sudut penjara. Dari pantauan Banten Hits.com, setidaknya ada empat pos pengawas yang berada di sisi luar bangunan.
Dinding kokoh dan tinggi juga dapat kita lihat mengelilingi bangunan lapas. Tidak hanya tingginya tembok penjara yang dikenal dingin ini, petugas juga menghiasinya dengan kawat berduri di seluruh bagian tembok.
Kini, lapas yang mempunyai 428 kamar dengan ukuran masing-masing 2×3,1 meter itu resmi telah menjadi satu di antara Sembilan cagar budaya yang dimiliki Kota Tangerang.(Riani/Rus)