Mari Bernyanyi untuk Toleransi!

Date:

Dalam sebuah wawancara di Kompas Minggu (19/05/2013), Anggun Cipta Sasmi, penyanyi Indonesia yang sukses menembus belantika musik dunia, berseloroh, “Penyanyi membuat album itu, kan, ingin albumnya terkenal. Kalau enggak mau dikenal, ya, nyanyi saja di kamar mandi he-he-he….”

Ungkapan tersebut dilontarkan Anggun terkait sisi komersialisme dalam menyanyi, juga perlunya membangun sebuah kompromi antara penyanyi dengan pihak label. Meski kadang antara penyanyi dan label tak sependapat, tapi keduanya pasti menginginkan lagu mereka populer.

Jadi, bernyanyi dengan tujuan komersil jelas jauh berbeda dengan hanya bernyanyi di kamar mandi. Lalu, jika tujuan bernyanyi untuk komersial,  maka berhentilah hanya bernyanyi di kamar mandi. Kira-kira, itu mungkin pesan yang dapat kita gali dari ungkapan itu.

Anggun bukanlah Sophie, tokoh yang diciptakan Seno Gumira Ajidarma dalam cerita “Dilarang Bernyanyi di Kamar Mandi”. Bagi Anggun—juga kita semua—bernyanyi di kamar mandi adalah sebuah ritus yang remeh-temeh. Tak ada hubungannya dengan hal apapun, terlebih dengan urusan stabilitas lingkungan.

Namun, tidak bagi Sophie dalam ceita Seno Gumira Ajidarma itu. Bernyanyi di kamar mandi—yang sudah menjadi kebiasaan Sophie—ternyata dianggap melawan keyakinan banyak orang. Dan celakanya, meski keyakinan kebanyakan itu bisa saja keliru, namun, menegakan “benar” yang hanya diyakini segelintir orang adalah seperti menegakan benang basah.

Dalam cerita “Dilarang Mandi di Kamar Mandi”, Sophie akhirnya harus terusir dari lingkungan, hanya gara-gara bernyanyi di kamar mandi. Bahkan, meski Sophie sudah berhenti bernyanyi di kamar mandi sekalipun.

Di negeri ini, bernyanyi ternyata tak sekadar sebuah area hiburan untuk berbagi ekspresi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Maka, cerita yang diciptakan Seno Gumira Ajidarma mendekati kenyataan.

Tengoklah misalnya setahun ke belakang. Penyanyi dunia Lady Gaga gagal tampil bernyanyi di Indonesia, lantaran alasan keyakinan. Sebagian publik yang katanya diwakili salah satu ormas tertentu, menganggap Lady Gaga tak layak bernyanyi di Indonesia.

Bagi mereka yang melakukan penolakan, aktivitas bernyanyi Lady Gaga tak hanya sekadar hiburan. Tapi menyerempet soal keyakinan. Lady Gaga yang pemuja setan, ditakutkan akan menyesatkan khalayak Indonesia, jika kemudian Lady Gaga diijinkan bernyanyi di Indonesia.

Sementara itu, kelompok lainnya berpendapat sebaliknya. Pentas nyanyi Lady Gaga tak ada hubungannya dengan hal yang ditakutkan kelompok yang melakukan penolakan. Lady Gaga murni datang untuk menghibur, selain faktor komersialisme musik.

Namun, lagi-lagi akhirnya terbukti. Kebenaran di negeri ini adalah keyakinan yang dianut oleh banyak orang. Meski sekali lagi, bisa saja itu keliru.

Dalam kasus Lady Gaga, karena Lady Gaga urung tampil di Indonesia, kita akhirnya tak bisa mengambil pembuktian apapun. Terlebih pembuktian seperti yang dikhawatirkan kelompok yang melakukan penolakan: bahwa tampilnya Lady Gaga akan menyesatkan banyak orang.

Toh pada kenyataannya, meski Lady Gaga yang katanya pemuja setan gagal tampil di Indonesia, tetap saja kejahatan di Indonesia tak pernah mereda. Korupsi semakin ganas melilit sendi-sendi di negeri ini. Manusia yang gemar berpeci dan berdasi sekalipun, tak luput dari jangkitan virus korupsi.

Ini artinya, pengikut setan yang gemar mengumbar hawa nafsu tetap tak tebendung di negeri ini. Padahal, Lady Gaga urung tampil di Indonesia.

Seperti dalam cerita yang dialami Sophie, meski dirinya telah pergi, tetap saja para lelaki di gang tempat Sophie tinggal masih bisa berimajinasi nakal. Kalau demikian adanya, siapa yang mestinya dilarang bernyanyi???  
 

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Menjulangnya Keadaban Bangsa

Gunung Nur berdiri tegak menjulang persis di sebelah kanan...

Kebangkitan Nasional, Kopi, dan Revolusi

20 Mei 1908 silam, organisasi Boedi Oetomo berdiri. Dua...

Garin Melawan Zaman; Menghidupkan (Lagi) Nilai Kebangsaan

Para pembaca dan penggali sejarah bangsa, kiranya mengenal HOS...

Manusia Modern, Kecemasan, dan Kapitalisme

Nyaris saban hari selama kurun 2013 hingga Februari 2015...