Ketan Bintul dan Jabat Tangan Disbudpar dengan Seniman

Date:

Kegaduhan antara Seniman dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten sampai pada lembaran baru. Berangkat dari ketulusan kedua belah pihak untuk sama-sama berkarya bagi masa depan Banten, tangan-tangan itu berjabat dengan senyum mengembang.

Ya, sangat mungkin Ali Fadilah selaku Kepala Disbudpar Banten yang telah hadir dalam diskusi bertajuk “Disbudpar Menjawab Petisi Seniman Banten,” telah memberikan harapan baru bagi perkembangan seni dan kebudayaan Banten, terutama para praktisinya.

Karena seniman sejagat Banten begitu merindukan suasana berkesenian yang menunjukan bahwa kebudayaan di tanah yang pernah berjaya di era kesultanan ini, tidak hanya berhenti pada soal karya seni saja, tetapi menunjukan kemajuan peradaban.

Seniman terlalu lama berpuasa dari hidangan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang memberikan kelezatan suasana berkarya. Meski tanpa pemerintah sekalipun mereka tetap berkarya dan menghidupi diri.

Sebut saja Muhamad Rois Rinaldi, dan Niduparas Erlang dengan karya-karya sastranya. Gebar Sasmita dan Hidayat dengan karya lukisnya. Lalu Edi Bonetski dan Purwo Rubiono dengan karya musiknya. Semua tetap berkarya, dengan atau tanpa kehadiran pemerintah.

Di sisi lain, Ali Fadilah pernah mengatakan, kebudayaan merupakan menu wajib untuk dibiayai dari pajak rakyat yang dikelola pemerintah. Terlepas dari menghasilkan pendapatan daerah ataupun tidak.

Karenanya, ketika uang rakyat yang dikelola dinilai tidak digunakan pada tempatnya, seniman mengkritik dengan pedas. Seperti kegaduhan yang belum lama ini terjadi akibat perjalanan luar negeri yang dilakukan para pejabat Disbudpar ke Belanda.

Seniman yang tegabung dalam Forum Seniman Banten (FSB) terheran-heran, karena selama ini mereka selalu mendapatkan alasan dari salah satu pejabat dalam dinas tersebut tentang ketiadaan dana untuk memberangkatkan utusan Banten dalam hajat Mitra Praja Utama, yaitu program kemitraan antara pemerintah provinsi dan para sastrawan yang digagas oleh pemerintah Provinsi Banten dan diikuti delapan provinsi lain ditanah air.

Kalau tidak ada dana, mengapa bisa memberangkatkan pejabat ke Belanda yang tentunya menyedot anggaran tidak sedikit jika dibandingkan mengutus sastrawan pada hajat di dalam negeri?

Dalam penjelasannya, pihak Disbudpar mengaku bahwa kedatangan mereka untuk mengikuti Festival Tong Tong Fair, dan misi menggali naskah-naskah sejarah dan kebudayaan Banten. Suatu alasan yang tidak bisa dinafikan kepentingannya bagi Banten.

Namun demikian, alasan tersebut tidak cukup, karena seniman memandang ada peran seniman yang dirampas oleh pejabat yang tidak kompeten dalam bidangnya pada Festival Tong Tong Fair. Lalu lahirlah Petisi, yang harus dijawab oleh Pemprov.

Indahnya, Ali Fadilah yang diperintahkan oleh Plt Gubernur Banten Rano Karno untuk menanggapi Petisi, menghadapinya secara serius dan bersedia menghadapi situasi “Mahkamah Seniman,” dengan “Terdakwa” dirinya sendiri.

Menurut pengasuh Sanggar Seni Rampak Bedug Ciwasiat Kang Rohendi, perselisihan antara Disbudpar dan Seniman, adalah soal rasa, karenanya harus Ali Fadilah sendiri selaku Kepala Dinas yang datang, bukan pejabat dibawahnya.

“Tidak bisa diwakilkan kepada seorang kepala Bidang, harus Pak Ali sendiri, ini soal rasa, kerinduan para seniman terhadap situasi yang berbudaya,” ujar Rohendi kepada Banten Hits pada suatu kesempatan.

Tentu saja, ada sedikit ketegangan dalam forum yang digelar Senin (29/06/2015) di Gedung Surosowan Komplek Rumah Dunia, Ciloang, Kota Serang tersebut. Namun bukan itu yang penting, yang penting adalah iklim kritik membangun yang turut hadir bersama para seniman, telinga yang dipasang Ali Fadilah diatas panggung, dan tangan terbuka ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah.

Walhasil, ketika adzan maghrib berkumandang, ketan bintul yang dihidangkan usai diskusi, membatalkan puasanya seniman dari kehadiran pemerintah. Ketan bintul lerai perseteruan Disbudpar dan seniman.

Sekat antara seniman, eksekutif, dan legislatif runtuh oleh jabat tangan dan kebersamaan, mengiringi keseriusan pemerintah merespon Petisi, semangat pembentukan Dewan Kesenian Banten, dan wacana Perda Kebudayaan yang akan direalisasikan.

Ada penanda lain yang cukup kuat untuk dijadikan alasan bagi para seniman untuk berbahagia, yaitu pernyataan Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah.

“Kita hari ini harus berpijak dari sejarah masa lalu, tetapi hari ini kita membuat sejarah,” ungkapnya.

Oh iya, penulis juga perlu sampaikan. Ada beberapa seniman yang tidak kebagian ketan bintul dalam diskusi itu. (Rus)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mau Tahu Ragam Produk Batik Khas Kota Tangerang? Datanglah ke Kampung Batik Kembang Mayang!

Berita Tangerang - Bagi Anda yang ingin mengetahui ragam...

Mengenal Golok Sulangkar Khas Baduy yang Mematikan: Hanya Bisa Dimiliki ‘Orang-orang Terpilih’

Lebak- Kekayaan alam dan budaya baduy memang seksi untuk...

Akhir Pekan Ala Aleg PKS Banten, Blusukan ke Wilayah Pelosok Lebak hingga Turun Ronda

Lebak- Iip Makmur, Anggota DPRD Provinsi Banten memutuskan untuk...

KPJ Rangkasbitung Rilis Lagu saat Pandemi Corona, Judulnya ‘Jangan Mudik Dulu’

Lebak- Kelompok Penyanyi Jalan (KPJ) Rangkasbitung merilis sebuah lagu...