Banten Hits – Kendati dikenal dengan masyarakatnya yang agamis, namun tidak membuat Pilkada serentak yang diikuti oleh 4 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten bersih dari money politics, tak terkecuali di Pilkada Kabupaten Serang.
“Saya harus membuka fakta atas lembaga survey saya yang telah dilakukan dari bulan Mei, bahwa prilaku Pilkada Kabupaten Serang yang toleransi terhadap money politik. Padahal, Banten terkenal dengan masyarakat agamis tetapi toleran dengan money politik, khususnya di Kabupaten Serang,” kata Uday Suhada peneliti SMRC dalam sebuah diskusi terbuka yang digelar Sekolah Demokrasi, di Jalan Tripjamaksari No. 38 Gang Nila Cinanggung, Kota Serang, Kamis (3/12/2015).
Menurutnya, salah satu penyebab masih tolerannya masyarakat terhadap money politics dikarenakan tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang rendah.
“Ya, salah satu penyebab mengapa mereka begitu toleran terhadap money politik karena tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah. Akhirnya, biaya demokrasi semakin lebih mahal,” ucapnya.
Di bagian lain, Uday juga menjelaskan tradisi yang instan dan menjadi tantangan kedepan serta persoalan yang sejak dulu tak pernah bisa terselesaikan.
“Bawaslu hanya mengkrikitik saja terhadap pelanggaran kampanye paslon, tetapi seperti sapi ompong, berkenaan kesejatian Pilkada ini agar kedepan bisa membangun daerahnya,” jelasnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Provinsi Banten Eka Setya Laksmana yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengakui, pelanggaran di Pilkada masih tergolong banyak. Namun, Bawaslu tetap berupaya mencerdaskan masyarakat agar masalah money politics tidak terus mengakar di tengah masyarakat.
“Kedepannya bisa dirubah, karena sekarang alat peraga dibatasi. Elemen mahasiswa , pemuda dan LSM diharapkan mampu menjadi motor penggerak yang bisa membangunn demokrasi yang baik di Banten agar melahirkan pemimpin yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, dan kajian-kajian seperti ini kedepannya juga diharapkan bisa terangkai dan terpublish.” harapnya.
Selain dihadiri kedua narasumber dan peserta Sekolah Demokrasi, diskusi yang bertujuan untuk membangun pengawasan dari semua elemen masyarakat tersebut juga dihadiri oleh elemen aktivis Komunitas Soedirman (KMS) 30 dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).(Nda)