Manfaat Reklamasi Tangerang dalam Perspektif Publik

Date:

 

REKLAMASI adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai atau lahan perairan perikanan (empang). Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill. 

Definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu keperluan rencana tertentu.  

Reklamasi daratan umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan ini dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan kawasan niaga.

KEMEGAHAN, itulah yang terbayangkan jika Reklamasi Pantai Tangerang dan Teluk Jakarta jadi direalisasikan hingga tuntas. Di dalamnya, akan dihiasi oleh pulau-pulau buatan, yang tidak hanya sekedar pulau. Tapi akan berdiri bangunan-bangunan megah menyentuh langit. 

Di setiap sisinya akan diwarnai beragam infrastuktur, mulai dari jembatan, jalan, restorasi, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Hingga akhirnya akan membentuk sebuah dinding besar garuda raksasa.

Berdasarkan investigasi lapangan, Kamis (17/9/2015) hingga (6/5/2016), reklamasi telah menyebabkan persoalan baru terkait lahan perikanan dan pesisir pantai Kecamatan Kosambi dan Teluknaga sepanjang pantai Kabupaten Tangerang, terutama di sepanjang pantai dan pesisir Kelurahan Dadap, Kosambi Timur, Desa Saklembaran Jaya dan Pantai Muara Teluknaga Kabupaten Tangerang. 

Sungguh hal yang luar biasa ternyata sekarang terjadi proses pelaksanaan kegiatan reklamasi di sepanjang pantai tersebut, jajaran Pemkab Tangerang dam Pemprov Banten seakan tutup mata dengan kejadian yang sudah berlangsung satu tahun ini. 

Ratusan hektar lahan perikanan dan pesisir di reklamasi secara “sistematis” tanpa mengindahkan aturan dan regulasi yang berlaku di republik ini. Padahal idealnya dalam diskusi yang pernah dilakukan dalam kerangka percepatan pembangunan Kabupaten Tangerang, Pemkab Tangerang mengklaim amat konsen untuk kelestarian ekologis serta percepatan dan kemajuan kesejahteraan rakyat Tangerang Utara.

Dari Konfirmasi kami dengan pihak pemerintah daerah selaku regulator mengenai kegiatan reklamasi pantai Tangerang yang sudah terjadi sejak dua tahun lalu di zonasi pantai Utara Tangerang, yakni melalui Pemkab Tangerang Cq Kabid Tata Ruang Ubaedilah dan Pemprov Banten Melalui Kepala Bapeda Banten Hudaya, bahwa kegiatan reklamasi sekarang adalah melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada intinya, aturan tersebut membahas izin pengelolaan dan izin lokasi. 

Pasal 17 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2014 mengatur bahwa izin lokasi tidak dapat diberikan pada zonasi inti kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. Izin tersebut hanya diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam bentuk luasan dan waktu tertentu. 

Selain itu, pemberian izin juga mesti mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing. Sementara, izin lokasi sendiri merupakan dasar dalam pemberian izin pengelolaan.

WALHI Tolak Reklamasi

Manager Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Hidup Mukri Friatna menolak rencana reklamasi pantai di sepanjang pesisir utara Tangerang, Banten.Walhi menilai reklamasi bakal mempengaruhi keseimbangan ekologi laut di daerah tersebut. Reklamasi membuat biota bawah air seperti terumbu karang akan mati. Termasuk ikan-ikan yang hidup di sekitar terumbu. Menurut Walhi, kematian biota laut mencederai keadilan ekologi. 

Sebab, yang berhak hidup bukan hanya manusia, tapi juga makhluk lainnya. Ia menambahkan, jika biota laut mati, pemerintah dan pengembang telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan aturan tersebut juga, reklamasi hanya diperbolehkan bila lingkungan terjadi kerusakan karena terkena abrasi. Walhi tak sepakat jika reklamasi dilakukan hanya untuk keperluan bisnis semata. Kalau motifnya bisnis, apakah kepentingan tersebut dalam rangka penyelematan lingkungan

Seperti dilansir Geotimes.co.id, tujuan awal proyek ini adalah untuk membangun bendungan di Teluk Jakarta.pantai Bekasi dan Pantai Tangerang Sehingga banjir rob (limpasan air laut ke darat) yang selalu menghantui Jakarta bisa ditanggulangi. 

Disamping itu, bendungan ini difungsikan sebagai penampung air yang mengalir dari 13 sungai yang melintas . Lalu, air itu diolah dan menjadi bahan baku air yang bisa dikonsumsi. Konsep yang di luar kebiasaan. Di dalamnya dibuat 17 pulau urukan dengan luas areal sekitar 5.100 hektare. Di pulau-pulau buatan itu akan berdiri apartemen, perkantoran, dan fasilitas komersial, sehingga Jakarta,Banten dan Jabar akan menjadi “Waterfront City” berkelas internasional.

Klaim Masih sebatas rencana  ( Rappler.com 22/4/2016 )

Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031, area reklamasi mencakup lautan di kawasan Dadap-Kosambi hingga daerah Kronjo. Luasnya hingga dua kali reklamasi di Jakarta, atau mencapai 9 ribu hektar. Akan ada 7 pulau buatan yang dibangun.

Lantas, dengan bentang lahan yang luar biasa, mengapa reklamasi Tangerang tak seramai Jakarta? Menurut Bupati Tangerang Zaki iskandar, karena hingga saat ini reklamasi belum berjalan.”Masih sebatas rencana saja, belum ada apa-apanya,” kata dia. Kalaupun akan dimulai,  ini tak akan ada sangkut pautnya. 

Sebenarnya, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional telah menerbitkan izin reklamasi pada 23 September 2010 lalu. Namun, proyek tak bisa dilanjutkan setelah Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dikeluarkan karena wewenang pemberian izin reklamasi tak lagi ada di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Semuanya ada di bawah pemerintah pusat atau Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pemerintah Daerah sendiri baru akan mulai terlibat setelah pulau selesai dibangun. Zaki mengatakan instansinya lah yang akan mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan mengatur pengelolaan di atas pulau-pulau itu.  Zaki mengatakan area tersebut masih perawan dan belum tersentuh alat berat. Untuk pengembang pun, menurut dia, belum ditentukan siapa. Sejauh ini, kepada Pemda, baru satu perusahaan yang mengajukan proposal, yaitu PT Tangerang International City. 

Bupati Zaki mengaku tak tahu kalau Agung Sedayu Group, yang terlibat dalam reklamasi Teluk Jakarta, juga punya andil di Tangerang. “Yang sudah ajukan proposal hanya satu (TIC), kalau yang lain-lain ya lihat nanti kalau pulau sudah jadi,” kata dia. Menurut dia pun, saat ini belum ada pengerjaan yang dimulai karena tak ada izin. Karena itu, reklamasi di Tangerang pun masih belum menjadi buah bibir masyarakat.

Fungsi pulau-pulau buatan ini kelak. Melalui peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031, tampak kalau 5 dari 7 pulau akan menjadi kawasan tinggal penduduk. Sementara sisanya menjadi kawasan industri dan pelabuhan terpadu. 

Fakta

Namun, investor (pengembang) dan Pemerintah daerah dan pusat serta Dewan perwakilan rakyat dan daerah  harus bertanggung jawab terhadap penyelamatan kawasan lindung pantai tampaknya tidak obyektif lagi.  Padahal sudah sangat jelas bahwa persoalan reklamasi tidak semata-mata berbasis administrasi,tetapi harus berbasis ekosistem. Apalagi wilayah pesisir kabupaten tangerang ditetapkan sebagai green belt sebagaimana tertuang dalam UU nomor 5 tahun 1990 tentang konsep konservasi pantai.

Dalam usaha memanfaatkan tanah atau lahan yang akan direklamasi timbul ada perbedaan-perbedaan pendapat. Ada lahan “tanah” yang sudah dimanfaatkan ketika belum lagi berbentuk “tanah”, melainkan baru sebagai genangan air yang dangkal. Ada pula sebidang tanah timbul yang sudah dimanfaatkan, ketika sifat tanahnya masih belum pantas lagi diolah untuk menjadi tanah pertanian, karena kadar garam tanahnya masih tinggi. Dalam pertumbuhan tanah timbul, okupasi lahan oleh masyarakat belum tentu menunggu sampai benar-benar ada wujud “tanah”. Begitu tanah itu muncul kemudian dimulai pengolahannya menjadi tanah pertanian yang baik, okupasi masyarakat di atas tanah itu biasanya sudah mantap.

Namun, kenyataan di lapangan berbeda dengan apa yang dikatakan Bupati Tangerang Zaki. Sejak tahun 2015 lalu, banyak temuan yang mengindikasikan kegiatan reklamasi pantai utara Kabupaten Tangerang mulai berjalan. Area urukan ditaksir sudah mencapai puluhan hektare, dan menutupi pantai ke arah tengah laut. Media ramai memberitakan pantai Muara Dadap, Kosambi, sudah tertutup rata dengan lapisan tanah dan pasir. Area ini kelak akan menjadi Pantai Indah Kapuk 2, sementara PIK 1 sudah terlebih dulu dibangun di Kamal Muara, Jakarta Utara. Nelayan di Pantai Dadap pun banyak pro kontra  tak seiya sekata  terkait reklamasi. 

Siapa Diuntungkan?

Sejak awal, pencanangan proyek ini bertujuan untuk memecahkan persoalan banjir yang selalu menjadi momok mengerikan bagi Jakarta setiap tahunnya. Kasus seatlemen (penurunan permukaan tanah) di Jakarta terus terjadi, sebagai dampak dari penyedotan air tanah secara besar-besaran. Di satu sisi, permukaan laut terus naik, sebagai akibat dari pemanasan global.

Keterlibatan pihak swasta, memang sudah wajar dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terkait dengan urusan pendanaan. Karena itu, pemerintah pun menggandeng developer kelas kakap untuk terlibat di dalamnya. Nanti, pengembang mendapat ijin dari pemerintah untuk mengkomersilkan pulau-pulau yang dibangun di dalamnya.

Sekarang, yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, siapa yang akan diuntungkan dengan hadirnya proyek besar itu? Apakah benar akan menguntungkan warga Jakarta dan sekitarnya, termasuk warga Tangerang yang langsung berbatasan dengan wilayah pesisir Jakarta?

Penutup

Pertimbangan ekosistem lingkungan harus dilakukan betul-betul secara berhati-hati. Tidak harus dipaksakan membangun daratan kering seluas-luasnya. Penyediaan konservasi lahan hutan bakau dan hutan pantai (termasuk menanam pepohonan akar dalam di permukiman) justru harus menjadi prioritas perlindungan lingkungan pantai, rehabilitasi kerusakan ekosistem yang dipangsa maupun terkena dampaknya harus dirancang dan dilaksanakan sejak dini. 

Pemkab Tangerang harus menyiapkan program antisipasi perubahan layanan sosial termasuk menyiapkan pengaturan calon daratan tersebut agar tidak menjadi pemicu konflik horizontal sosial di masyarakat.

Terlepas dari prematurnya sosialisasi reklamasi ke masyarakat, kita berharap segera dapat memeroleh kesungguhan perencanaan komprehensif dengan melibatkan seluruh stakeholder dan pelaksanaan obyektif suatu studi dan kajian hingga implikasi lingkungan, yang benar-benar dapat diandalkan untuk mendasari suatu keputusan penting bagi implementasi pembangunan Kabupaten Tangerang yang integral dalam bingkai kesejahteraan masyarakat.

Wallahu alam bisawab ***

Penulis: Budi Usman, Direktur Komunike Tangerang Utara

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Menikmati Jalur Mudik Lebak

BantenHits - Selama bulan Ramadan saya melakukan kunjungan dua...

Mencari Independensi Media Dalam Pemberitaan Politik

Bantenhits - Peran media dalam panggung politik kontemporer semakin...

Gunung Batu Desa Anti Korupsi

Bantenhits - Beberapa waktu yang lalu, Selasa, 31 Januari...

Geger Sambo dari Perspektif Mahasiswa Komunikasi; Catatan Kritis untuk Perubahan Polri

Mata publik seolah tak pernah berhenti menguntit setiap detail...