Mencuci Benda Pusaka Peninggalan Sultan Ageng Tirtayasa, Merawat Sejarah Kesultanan Banten

Date:

Prosesi pencucian benda pusaka peninggalan Sultan Ageng Tirtayasa. (Foto: Yogi Triandono/Banten Hits)

Tangerang – Tombak, golok, pedang dan keris hingga tutup pusar peninggalan Sultan Ageng Tirtayasa yang dititipkan kepada Tubagus Muhammad Athif dicuci oleh keturunan ke-9 Sultan Ageng Tirtayasa, di Kelurahan Cilenggang RT 06 RW 02, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (2/2/2017).

Tradisi mencuci benda-benda pusaka peninggalan Sultan Ageng Tirtayasa yang sudah berusia ratusan tahun tersebut dilakukan berbarengan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Prosesi pencucian dilakukan oleh keturunan Sultan Ageng Tirtayasa dari Tubagus Muhammad Athif bersama Paguyuban Keluarga Besar Kramat Tajug.

BACA JUGA: Keturunan Sultan Ageng Tirtayasa Cuci Benda Pusaka

Ketua Yayasan Tubagus Muhammad Athif Tubagus Imamudin mengatakan, pencucian benda-benda pusaka merupakan bagian dari menjaga, merawat dan melestarikan peninggalan sejarah Kesultanan Banten yang mencapai kejayaan pada masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (165-1683).

“Ada makna kenapa Sultan Ageng Tirtayasa justru menitipkan tutup pusar kepada putranya. Maknanya agar jangan sampai sesekali menghilangkan sejarah. Karena jika dititipkan harta maupun kejayaan tentu akan cepat habis, makanya kenapa kemudian yang dititipkan adalah tutup pusar itu sebagai pengingat sejarah,” terang Imamudin.

Jadi menurutnya, prosesi mencuci benda-benda pusaka peninggalan juga memiliki makna mendalam sebagai bagian dari melestarikan peninggalan sejarah perjuangan Banten sebagai sebuah warisan yang harus senantiasa dijaga, khususnya bagi para generasi muda.

“Tidak ada ritual khusus, hanya dengan air Kelapa, kembang dan jeruk untuk menjaga agar benda-benda ini tidak karatan. Terbukti alhamdulillah, tutup pusarnya tidak karatan,” kata Imamudin.

“Ini juga sebagai bukti bahwa di antara Keturunan Sultan Ageng Tirtayasa yang masih melestarikan benda peninggalan hanya di Kramat Tajug,” sambungnya.

BACA JUGA: Sultan Ageng Tirtayasa “Curhat” ke Raja Inggris saat “Galau” Berperang dengan Anaknya

Namun pada pencucian tahun ini, tidak terjadi hal yang aneh. Pada tahun sebelumnya, Surat Arrahman yang tertulis pada daun lontar menjadi Surat Yusuf.

“Kalau keris semua orang punya, kalau daun lontar ini pas tahun kedua saya buka berubah. Tadinya Surat Arrahman berubah menjadi Surat Yusuf, tapi sekarang tidak. Hanya ganti induknya saja, tapi dalamnya boleh dicek karena kita terus pelihara, kita buka, kita lebarkan, dan kita simpan lagi agar tidak rusak,” paparnya.

Lebih lanjut Imamudin berharap, tradisi menjaga peninggalan sejarah ini mendapat perhatian besar daria pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan.

“Kami sudah sampaikan, bahwa Kramat Tajug dan lingkungan sekitarnya ini kan cagar budaya, lingkungannya mendukung secara sosial, budaya dan ekonomi, tatanan yang ada di sini harus tetap terjamin sampai anak cucu kita,” harapnya.(Nda)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mau Tahu Ragam Produk Batik Khas Kota Tangerang? Datanglah ke Kampung Batik Kembang Mayang!

Berita Tangerang - Bagi Anda yang ingin mengetahui ragam...

Mengenal Golok Sulangkar Khas Baduy yang Mematikan: Hanya Bisa Dimiliki ‘Orang-orang Terpilih’

Lebak- Kekayaan alam dan budaya baduy memang seksi untuk...

Akhir Pekan Ala Aleg PKS Banten, Blusukan ke Wilayah Pelosok Lebak hingga Turun Ronda

Lebak- Iip Makmur, Anggota DPRD Provinsi Banten memutuskan untuk...

KPJ Rangkasbitung Rilis Lagu saat Pandemi Corona, Judulnya ‘Jangan Mudik Dulu’

Lebak- Kelompok Penyanyi Jalan (KPJ) Rangkasbitung merilis sebuah lagu...