‘Polisi Tidur’ di Jalan Multatuli Diprotes, ITW: Langgar UU Lalu Lintas

Date:

Polisi Tidur di Rangkasbitung
Keberadaan polisi tidur di jalur protokol Rangkasbitung diprotes. Pembatas kecepatan yang dibuat di jalur protokol dinilai melanggar UU tentang Lalu Lintas. (Foto: Fariz Abdullah/Banten Hits)

Lebak – Keberadaan polisi tidur sebagai alat pembatas kecepatan atau markah kejut di ruas Jalan Multatuli Kota Rangkasbitung, Kabupaten Lebak beberapa hari ini menjadi sorotan warga.

Tidak sedikit, warga melalui media sosial menyampaikan protes dan mempertanyakan tujuan dibuatnya polisi tidur di ruas jalur menuju kantor bupati Lebak. Maklum saja, Jalan Multatuli merupakan jalur protokol kota sehingga keberadaannya dinilai sangat tidak tepat.

“Apalagi cukup tinggi, bisa berpotensi terjadi kecelakaan,” kata Unro Aljuhri salah seorang warga Rangkasbitung, kepada Banten Hits, Rabu (11/4/2018).

BACA JUGA: Polisi Amankan Sebelas Motor yang Digunakan Balap Liar di Jalur Menuju Kantor Bupati Lebak

Jika keberadaan polisi tidur di jalur protokol kota melanggar aturan, maka kata dia sudah seharusnya dibongkar.

“Kalau memang tidak sesuai aturan ya harus dibongkar, jika perlu kita yang akan bongkar,” ketusnya.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan secara tegas mengatakan, ‘polisi tidur’ di jalan protokol melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kata dia, setiap orang bisa dipidana apabila melakukan perbuatan yang dapat merusak atau mengganggu fungsi jalan. Seharusnya, polisi sudah memahami hal itu karena berdasarkan keterangan dari Dinas PUPR, pembuatannya atas permintaan Satlantas Polres Lebak.

“Kalau benar itu permintaan Kasat Lantas Polres Lebak, maka (dia) layak untuk menjalani pendidikan lagi agar paham undang-undang,” katanya.

Jika ada kebutuhan mendesak, polisi memiliki kewenangan untuk melakukan rekayasa jalan dalam waktu dan tempat tertentu.

”Bukan meminta institusi lain untuk membuat ‘polisi tidur’ yang justru menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalu lintas,” ucapnya.

Menurutnya, jika alasan polisi langkah tersebut untuk mencegah aksi balapan liar, maka ia menilai hal itu sebagai bentuk kegagalan polisi mengatasi persoalan tersebut.

”Kami mendesak bongkar semua bentuk yang dapat mengganggu kelancaran lalu lintas, termasuk ‘polisi tidur’, sesuai Pasal 271 UU Nomor 22 Tahun 2009, pembuatnya bisa diancam 1 tahun penjara atau denda Rp24 juta,” jelas Edison.(Nda)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related