Serang – Setiap tanggal 22 Oktober diperingati Hari Santri Nasional. Presiden Jokowi menetapkannya dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.
Ketua Majelis Pesantren Salafiyah (MPS) Provinsi Banten, KH. Matin Syarkowi mengatakan, penetapan Hari Santri Nasional tidak lepas dari piagam perjuangan Al-Fathaniyah yang digagas oleh ulama Banten.
“Visi kita saat itu ingin menjadikan pesantren salafiyah sebagai tonggak sejarah pendidikan Nasional. Ingat, pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia seperti tumbuhnya surau-surau di berbagai daerah Nusantara. Seperti sejarah pesantren kobong ini tidak bisa dilepas dari menyatunya Nusantara, ini yang harus dipahami oleh elemen bangsa khususnya umat Islam,” kata Matin Syarkowi saat ditemui di Ponpes Al-Fathaniyah, Serang, Minggu (21/10/2018).
Pada tahun 2014, kedatangan cawapres Jusuf Kalla dimanfaatkan untuk menyodorkan mengenai konsep tentang pesantren salafiyah.
“Bagi kami dukung mendukung itu hal yang mudah, tetapi bagaimana dukungan ini mempunyai sisi manfaat karena kita lagi berjuang untuk salafiyah hidup kembali dan negara harus hadir memperkuat posisinya,” terang Matin.
Kemudian, terjadilah kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjuangan Al -Fathaniyah yang ditandangani Jokowi.
“Komitmennya pada tahun 2015 muncul Kepres tentang Hari Santri Nasional. Walaupun kemudian MPS tidak dibunyikan, Al-Fathaniyah tidak dibunyikan tidak masalah, yang penting negara hadir pada konteks yang kami sampaikan itu. Jadi pesantren di Banten ini sangat punya andil dari awal munculnya hari santri,” beber Matin.
Melalui MPS, ulama juga bergerak agar pesantren salafiyah terpelihara, mengingat pesantren ini merupakan warisan sejarah dalam bidang pendidikan.
“Saat itu kami menyodorkan kepada legislatif tentang perlunya Perda tentang Pesantren Salafiyah,” tegasnya.(Nda)