Luruskan Persepsi yang Keliru, Akademisi Unma Banten Tegaskan Posisi ODGJ di Pemilu

Date:

eko suprianto akademisi unma banten
Akademisi Unma Banten Eko Suprianto. (Istimewa)

Serang – Akademisi Universitas Matlaul Anwar atau Unma Banten, Eko Supriatno angkat bicara soal orang dengan gangguan jiwa alias ODGJ yang mendapatkan hak suara di pemilihan umum (pemilu) 2019 mendatang.

Menurut Eko, perspektif atau paradigma masyarakat soal pemilih disabilitas mental harus diluruskan, sungguh lucu, ada beberapa pihak yang selama ini menertawai dan “nyinyir” hak pilih bagi penyandang disabilitas mental.

“Menurut saya mereka sesungguhnya memperlihatkan kedangkalan dan ketidaktahuan mereka soal gangguan jiwa/penyandang disabilitas. Ingat! Indonesia itu telah memiliki Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Regulasi ini sudah sangat mengakomodasi kepentingan penyandang disabilitas,” jelas Eko kepada awak media, Selasa 27 November 2018.

Di regulasi tersebut, menurut Eko, syarat untuk menjadi pemilih dalam pemilu adalah berusia 17 tahun dan atau sudah menikah. Tidak ada persyaratan yang menyebutkan pemilih sedang tidak terganggu jiwa/ingatannya.

“Artinya, semua warga negara yang sudah punya hak pilih, termasuk penyandang disabilitas, wajib didata tanpa terkecuali. Persoalan mereka nanti bisa menggunakan hak pilihnya atau akan mencoblos atau tidak, adalah persoalan berbeda. Tapi negara harus memenuhi hak setiap warga negara untuk bisa didata,” terangnya.

Lanjut ia menjelaskan dalam sebuah riset, kaum difabel masih sedikit menikmati hak politik. Kaum disabilitas belum 100% dihargai atau tidak sedikit yang mengalami diskriminasi.

“Maka demokrasi harus menjaminnya, berdasarkan temuan The Asia Fodation, mereka 35% lebih tidak mempunyai akses ke pemilu atau tidak paham akan pemilu. Artinya 35% dari penyandang disabilitas yang memiliki hak suara tidak mampu menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2014,” jelasnya.

Menurutnya, ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar aksesibilitas dalam pemilu bagi penyandang disabilitas, yakni seberapa jauh pemilu ini dapat memberikan manfaat bagi penyandang disabilitas.

“Saran saya penyandang disabilitas mental harus didata dan diberikan hak pilih dalam Pemilu. Sudah sepantasnya KPU sebagai organ dan alat negara mengedepankan pendekatan berbasis hak asasi, yaitu memandang penyandang disabilitas mental sama seperti manusia lain yang punya hak berpolitik melalui pemilihan umum. Misalnya untuk mendata orang gila, KPU harus melibatkan dinas sosial. Melalui pemilu 2019, mari kita dorong pemenuhan hak informasi dan hak politik penyandang disabilitas mental serta jauh dari dehumanisasi dan powerless,” pungkasnya.(Rus)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Ketika Pj Gubernur Harus Hitung Sendiri Uang Santunan untuk 13 Penyelenggara Pemilu di Banten yang Wafat

Berita Banten - Pelaksanaan Pemilu 2024 di Banten berlangsung...

Anggota KPPS di Kadipaten Cilegon Meninggal Dunia Diduga Kelelahan

Berita Cilegon - Santo (23) warga Lingkungan Kadipaten, Kelurahan...

Ramai Nama Baru Kalahkan Suara Mantan Gubernur Banten di Real Count Sementara KPU

Berita Banten - Real count hasil Pemilu 2024 KPU...

Real Count KPU Hampir 50 Persen, Airin Rachmi Diany Caleg DPR RI Paling Digdaya di Banten

Berita Banten - Airin Rachmi Diany menjadi Calon Anggota...