Yang Terempas dan Putus oleh Teknologi Mainan

Date:

Masa kanak-kanak yang telah berlalu puluhan tahun lalu, seperti masih terasa segar dalam ingatan Dadi (40). Dia ingat, ketika cahaya matahari mulai tenggelam dari langit Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, saat itulah dia dan anak-anak sebaya di kampungnya menyiptakan ruang-ruang kebahagian.

Mereka berlarian di antara jalan kampung. Ada yang bermain petak umpet, ada yang bermain petak jongkok, ada juga yang bermain egrang. Semuanya berinteraksi, menularkan kebahagian-kebahagian lewat mainan tradisional yang diwariskan turun temurun.

Hari telah berganti, Dadi kecil kini telah menjadi seorang ayah dari anak perempuan lucu dan pintar bernama Santi (8). Sore itu, Selasa (11/11/2015), Dadi seperti tengah merekonstruksi ingatan masa lalunya. Dia melihat Santi bermain Egrang. Mainan yang dulu akrab dengan masa kecil Dadi.

Santi sudah piawai bermain egrang. Dia berjalan setengah berlari menggunakan dua batang bambu yang dijadikan pijakannya. Sesekali dia memberi instruksi kepada teman sepermainannya, yang meminta Santi mengajarkan cara bermain egrang.

“Main egrang tuh susah-susah gampang. Soalnya belajar seimbang dulu, baru belajar jalannya” ucap Santi.

Santi mengakui, keterampilannya bermain egrang diwariskan dari sang ayah yang telaten mengajarnya. Menurutnya, dia bisa bermain egrang setelah tiga hari belajar. Masa awal bermain egrang, kata Santi, cukup menyulitkannya. Dia harus berkali-kali jatuh bangun hingga akhirnya bisa memainkannya.

“Awalnya sering jatuh. Terus diajarin ayah sampe bisa. Sekarang Santi yang jadi ngajarin temen-temen,” ungkapnya.

Dadi menceritakan, awalnya dia hanya iseng membuatkan anaknya egrang, karena saat itu ada bambu yang tidak dipakai. Namun  kemudian dia sadar, sesungguhnya alam bawah sadar Dodi telah menuntunnya membuatkan mainan yang pernah ada pada masa lalunya.

“Awalnya iseng buat egrang untuk (mainan) anak, soalnya ada bambu ga kepake di rumah. Ternyata anak saya seneng maininnya,” jelas Dodi.

Pria yang kesehariannya dihabiskan di pelelangan ikan ini merasa miris dengan perkembangan kebanyakan anak kecil zaman sekarang. Ia lebih sering melihat anak kecil bermain gadget dibandingkan berkumpul dengan teman-teman lainnya untuk memainkan permainan tradisional.

“Saya lebih sering lihat anak kecil udah mainin HP, main game di HP. Jarang liat anak-anak kumpul main permainan tradisional kaya petak umpet, petak jongkok, atau kaya enggrang ini,” ujarnya.

Menurut Dadi, permainan tradisional seperti egrang lebih baik untuk anak dibandingkan permainan modern. Karena, selain konsentrasi, egrang juga bisa sebagai alat olahraga.

“Lebih bagus ini daripada permainan modern kaya video game atau mobil remot kontrol. Soalnya kan (egrang) bisa latih konsentrasi juga, keseimbangan juga, olahraga juga. Kan gerak terus bikin keringetan” tambahnya.

Dadi berharap, permainan tradisional di Indonesia tidak hilang ditelan modernisasi kehidupan. Permainan tradisional harus tetap eksis di kalangan anak muda zaman sekarang, agar kelak anak cucunya mengetahui betapa menyenangkannya permainan tradisional ini.

“Semoga permainan tradisional Indonesia tidak hilang dimakan zaman. Kalau bisa terus ada sampai anak dan cucu. (Bahkan) kalo bisa selamanya,” harapnya.(Rus)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mau Tahu Ragam Produk Batik Khas Kota Tangerang? Datanglah ke Kampung Batik Kembang Mayang!

Berita Tangerang - Bagi Anda yang ingin mengetahui ragam...

Mengenal Golok Sulangkar Khas Baduy yang Mematikan: Hanya Bisa Dimiliki ‘Orang-orang Terpilih’

Lebak- Kekayaan alam dan budaya baduy memang seksi untuk...

Akhir Pekan Ala Aleg PKS Banten, Blusukan ke Wilayah Pelosok Lebak hingga Turun Ronda

Lebak- Iip Makmur, Anggota DPRD Provinsi Banten memutuskan untuk...

KPJ Rangkasbitung Rilis Lagu saat Pandemi Corona, Judulnya ‘Jangan Mudik Dulu’

Lebak- Kelompok Penyanyi Jalan (KPJ) Rangkasbitung merilis sebuah lagu...