Jika dunia tanpa waktu apa jadinya kehidupan?
mungkin kita tidak akan mengenal dua kutub
mempertautkan utara dan selatan
dimana laki-laki dan perempuan bertemu,
kemudian bercinta di bawah sengatan matahari
pun berpelukan dalam bekunya gunung es
Jika dunia tanpa waktu apa jadinya kehidupan?
mungkin kita tidak akan mengenal dua kutub
mempertautkan utara dan selatan
dimana laki-laki dan perempuan bertemu,
kemudian bercinta di bawah sengatan matahari
pun berpelukan dalam bekunya gunung es
Andaikan dunia tanpa suara
maka tak terasa indah desir tawamu yang serupa angin
membawa kesejukan menerpa dedaunan cedar dan cemara
tak pula bisa dirasakan kehangatan kepakan sayap garuda
dan kereta kayu yang melintasi rel-rel panjang tanpa batas
Di dunia sapaan cinta tak terucapkan
mulut laki-laki terkunci,
tercekat diantara lidah dan gigi-gigi
yang gemeretak beradu hanya sebatas keheningan
yang mampu mengungkapkan perasaan itu
dengan isyarat-isyarat yang tak terkatakan,
kecuali mata batin yang beradu di dalam relung paling dalam
dan sembunyi di ceruk-ceruk karang degup nafas kita
dengan begitu,
perempuan akan menyerah
pada keheningan yang diciptakan laki-laki
tenggelam dalam rasa sunyinya.
Kenanga, November 2001-2008
Tentang penulis :
AYU CIPTA
Lahir dan besar di kota tembakau, Temanggung Jawa Tengah. Ayu Cipta menulis puisi sejak SD. Aktif di panggung sastra dengan nama pena Budi Tunggal R sejak di bangku kuliah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang. Lebih suka mensosialisasikan puisi dari kampus ke kampus di Semarang dan keliling kota Solo, Yogyakarta, Surabaya, Temanggung, Purwokerto, Jakarta, Tangerang, lokalisasi Peleman Tegal. Puisi-puisinya tersebar di koran sore Wawasan, Suara Merdeka, Bahana Malaysia, Republika, Radar Tangerang. Sebagian lain sajak-sajaknya terangkum dalam antologi ‘Dari Negeri Poci’ (Jakarta), ‘Rumah Tanpa Nomor’ (Semarang), ‘Jentera Terkasa’ (Solo), ‘Cisadane’ (Tangerang), ‘Resonansi Indonesia’ (Jakarta),’Bisikan Kata, Teriakan Kota’ (Jakarta),’Senandung Wareng di Ujung Benteng'(Tangerang) ‘Maha Duka Aceh'(Jakarta), ‘Dari Sragen Memandang Indonesia’ (Sragen), ‘Penyair Nusantara MPU'(Yogyakarta).Saat ini sedang menyiapkan antologi tunggal. Selain bergiat di Komunitas Sastra Indonesia, Ayu menjadi Ketua 2 bidang Seni Rupa dan Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang. Sehari-hari Ayu adalah jurnalis Tempo.(*)