Ada pengetahuan yang umum diketahui oleh masyarakat Tangerang, tentang asal usul nama Tangerang. Pengetahuan yang diwariskan turun- temurun itu menyebutkan, Tangerang berasal dari dua kata berbahasa Sunda: tengger dan perang.
Tengger atau tetengger memiliki makna tanda tempat. Sementara, perang berarti peperangan atau pertempuran.
Konon, menurut pengetahuan masyarakat itu pula disebutkan, tanda (tengger) yang dimaksud adalah serupa tugu atau batas wilayah. Membicarakan tugu itu, cerita masyarakat pun berlanjut pada sebuah batas kekuasaan Sultan Banten di sebelah Barat Sungai Cisadane, dengan wilayah yang dikuasai Kompeni Belanda yang ada di sebalah timur Sungai Cisadane.
Tak disebutkan tahun persis, yang bisa merujuk pada pembentukan tugu dan cerita Kesultanan Banten, juga Kompeni Belanda ini.
Namun, masyarakat meyakini bahwa tugu (tengger) yang dimaksud adalah berada di sekitar Pos Gerendeng—sekarang Jalan Otto Iskandar Dinata—persisnya di pertigaan Pasar Baru-Mauk, Gerendeng, dan Jembatan yang tembus ke Jalan Daan Mogot.
Berkaitan dengan cerita yang berkembang di tengah masyarakat tersebut, Buku Sejarah Tangerang yang dikeluarkan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata Kabupaten Tangerang, tahun 2010 menyimpulkan, sesungguhnya penduduk Tangerang dan Jakarta dahulu lebih mengenal Tangerang dengan sebutan Benteng.
Sedang, istilah Tangerang sebagai nama Daerah baru dikenal masyarakat luas sekitar tahun 1712 (Thohiruddin, 1971:22).
Nah, berangkat dari latar belakang cerita masyarakat dan kajian yang dilakukan Dispora Budpar Kabupaten Tangerang itu, redaksi ingin menambahkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan redaksi secara sederhana, mengenai nama Tangerang ini.
Artikel dalam rubrik Babad Banten kali ini, bersumber dari buku “Banten, Sejarah Peradaban Abad X-XVII”, karya Claude Guillot (2008).
Dalam salah satu bab di buku tersebut, Guillot menuliskan tentang perjanjian antara Portugis dan Sunda tahun 1522. Dalam Bab itu, sejumlah fakta otentik berupa surat-surat, perjanjian, peta, dan buku yang dibuat pada zaman nya, ditampilkan lengkap dengan keterangan.
Salah satu dokumen yang disebutkan Guillot, adalah buku pedoman pelayaran sekitar tahun 1528 dan akta notaris tahun 1527.
Kedua dokumen itu menyebutkan, sebuah armada Portugis melakukan ekspedisi Francisco de sa pada tahun 1527. Mereka berlayar dari arah Barat menyusuri ke arah timur.
Dalam pelayaran itu, Francisco de sa memasang sebuah tugu peringatan di sebuah sungai yang airnya mengalir ke laut. Tempat tugu itu dipasang, oleh penduduk setempat dikenal dengan sebutan Cidigy.
Lalu oleh Cortesao dan Roufer yang mengenal buku pedoman itu, Cidigy disamakan dengan Cheguide. Guillot kemudian menyimpulkan Cheguide dalam waktu sekarang adalah Cigede. Tempat itu adalah muara Sungai Cisadane.
Para penulis Portugis, mengurutkan nama tempat untuk menuju Chiguide dari barat ke timur sebagai berikut; Bantam, Pontang, Cheguide, Tamgara (inilah nama tempat yang sekarang dikenal Tangerang), dan Calapa.
Sementara, dalam buku Barros, penyebutan tempat dari arah sebaliknya—timur ke barat—adalah Xacatara por outre nome Caravam (Jakarta yang juga bernama Karawang), Tamgaram (Tangerang), Cheguide, Pondang (Pontang), dan Bintam (Banten).
Dari dokumen tahun 1527 itu, kita dapat mengetahui, nama Tamgara dan Tamgaram adalah nama tempat saat itu untuk Tangerang sekarang. Jadi, nama Tangerang dalam sebutan Tamgara atau Tamgaram sudah ada dan dikenal sebagai nama tempat sejak sebelum 1527.(Rus)