Beragam penemuan benda bersejarah di Banten menunjukan, Banten pada massa sebelum Islam sudah melakukan hubungan dengan dunia luar. Di antaranya dengan Cinda dan India.
Dalam sebuah makalah yang terangkum dalam buku, “Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra”, Ayatrohaedi menuliskan, di daerah Banten Girang yang diyakini sebagai pusat pemerintahan Banten sebelum Islam, ditemukan pecahan keramik Cina dari Dinasti Han, Dinasti Tang, Dinasti Song, dan Dinasti Ming (1368-643). Bahkan, di daerah Carita, Kabupaten Pandeglang ditemukan mata uang kepeng Cina.
Sementara, benda-benda berupa arca dapat ditemukan di Gunung Raksa, Pulau Panaitan; Prasasti Ci Danghiang, Pandeglang; dan di Desa Candi, Sajira.
Berangkat dari bahasan Banten dan hubungannya dengan dunia luar, dalam rubrik Babad Banten kali ini, Banten Hits akan menyajikan tulisan mengenai nama Merak, yang kini dikenal sebagai salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia. Nama Merak ternyata dikenal dalam bahasan tentang ilmu bumi Yunani Purba. Tulisan ini bersumber pada makalah “Banten Sebelum Islam” yang ditulis Ayatrohaedi.
Dalam Geographike Hyphegesis karya Claudius Ptolemaeus, ahli ilmu bumi Yunani Purba, disebutkan ada sebuah kota bernama Argyre yang terletak di ujung barat Pulau Labadiou. Nama Labadiou disesuaikan oleh para sarjana dengan Jawadwipa atau Pulau Jawa, sedangkan Argyre berarti perak.
Selama ini, Argyre dianggap sebagai nama dalam bahasa Yunani untuk Merak, sebuah kota yang memang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Namun bunyi pelafalan untuk kata ‘perak’ yang kemudian dialihkan menjadi “merak” ini harus digali lebih dalam.
Menurut Ayatrohaedi, berita yang diperoleh dari naskah yang menyebutkan bahwa pernah ada sebuah negara yang bernama Salakanagara sebelum Tarumanegara, dapatlah dipertimbangkan. Kata Sanksakerta ‘salaka’ berarti ‘perak’, jadi sama dengan Argyre dalam bahasa Yunani. Bahkan, ibukota negara itu (Salakanagara) dinamakan Rajatapura ‘kota perak’…