Musim Gugur

Date:

Musim Gugur

Akan tiba saat
Kita berpisah
Dengan salam atau tidak
Dengan airmata atau tidak
Walau sejak awal
Kita cuma bicara
Soal indahnya pertemuan
 

Musim Gugur

Akan tiba saat
Kita berpisah
Dengan salam atau tidak
Dengan airmata atau tidak
Walau sejak awal
Kita cuma bicara
Soal indahnya pertemuan

Kukira tak ada yang suka
Tapi mana bisa kita menolaknya
Seperti ketika sehabis sahur
Dia datang dan mengajakmu
Sementara aku hanya termangu
Karena begitu banyak bahan omongan
Yang belum selesai kita simpulkan
 
Perpisahan nanti
Artinya pertemuan kembali
Tanganku entahlah apa sempat melambai
Untuk yang ditinggal pergi
Tapi aku yakin
Kau kan memelukku saat kita berjumpa lagi
 
 23 Agustus 2010

Musim Gugur No. 2

Seperti kulihat kau berjalan setengah berlari
Di tengah seliweran payung terkembang di trotoar jalan
Menembus gerimis dan keras tiupan angin
Di antara batang pohon, tiang lampu, halte bis kota
Dan cahaya senja yang mulai berpendar
Tapi aku tak bisa lagi mengenali

Entah sudah berapa lama aku menunggu
Berharap kau akan naik tangga dan mengetuk pintu
Agar kita bisa bercakap-cakap di ruang dua puluh meter persegi
Berjendela tinggi, berpenghangat listrik
Dengan  satu ranjang, dua kursi, satu meja kecil
Serta potret tua pengantin yang tertawa
Dengan buket bunga, jas hitam, dan gaun putihnya

Satu dua teguk anggur
Cahaya lilin yang  remang berkedip
Dua potong roti lapis isi daging
Mungkin bisa membuka lagi harapan yang sudah lewat
Itupun kalau kau menginginkannya

Tapi sejauh ini aku kurang yakin
Telah sampai atau belumkah kartu pos yang  kukirim
Lewat kotak kuning bertuliskan la poste dekat taman itu
Karena setiap malam kita seperti bertemu
Dan kadang aku merasa tak perlu
Berkeluh kesah kepadamu

25 September 2010

Musim Gugur No. 3

Masa tua seperti apa yang kau harapkan
Bisikmu sambil mencengkeram jemari
Waktu kita menatap pesawat pergi dan datang di taxiway
Di ruang tunggu yang hening
Tanpa musik, tanpa siaran televisi

Dulu kau sisipkan berlembar sajak
Telah kau bungkus rapi segepok album
Juga jam bernyanyi berisi lagu kanak-kanak
Di antara tas tangan yang kubawa
Melewati cakrawala, puncak gunung es, padang ilalang
Lembah-lembah anggur dan dataran rendah yang basah

‘Kan kucari rumah di antara kebun zaitun
Tempat kau kelak menghabiskan waktu dengan merajut
Sambil memandang tupai berlarian di bawah pohon plum
Dan aku mencangkuli tanah berbatu
Supaya kaktus  kesukaanmu tumbuh subur’

Dinding kaca rumah dihias embun
Dalam kabut dan gerimis musim gugur
Ada ketukan angin, ada semilir mengalun
Seperti janji yang ditinggalkan waktu

‘Bagaimana kalau kau beli apartemen di tepi kanal
Lalu kita tiap hari bisa melihat kekasihan berpelukan
Di atas perahu penuh bunga di sela-sela gedung tua
Agar selalu terpelihara cinta kita’

Di bola matamu
Kobar nyala di perapian kian meredup
Membayangkan perpisahan penuh kata berikut peluk
Dan selembar boarding pass yang sudah menguning
Di antara kertas yang berserak di lantai dingin

27 September 2010

Musim Gugur No. 4

Musim gugur ini
Takkan kukirim salam lewat angin
Seperti tahun-tahun kemarin
Kecuali rindu tak terperi
 
Sebab sejuta kata
Yang telah mekar jadi bunga
Di halaman rumputmu yang berubah kelabu
Tokh akan luruh bersama daun-daun maple itu
 
Mungkin jam akan seperti melambat
Karena tiap putaran yang menciptakan detak
Digelayuti harap dan sunyi yang sesak
 
Kalau kau ingin mengenangku
Tolong nanti sisihkan sejumput bunga salju
Untuk menghalau dahaga yang kadang mengganggu
 
20 Oktober 2010

Musim Gugur No. 5
 
Telah menguning daun-daun di ranting basah
Taman-taman kota dan pepohonan dekat rumah
Kristal salju belum lagi turun,  hanya sekawanan kabut
Tapi mengapa tiap desah nafas menjadi rindu, tulismu

Sebenarnya ingin kutapaki lagi
Trotoar batu yang memisahkan jalan dan kanal
Pejalan kaki, sepeda, dan trem lalu lalang
Sambil menatapi burung yang bermigrasi
Di antara langit biru, mendung, dan angin yang bergerak lambat
Seperti di hari-hari yang telah lewat

Tapi aku tak yakin
Bisakah bertemu untuk sekadar berbagi cerita
Seperti dulu ketika kita begitu asyik
Seolah takkan pernah berpisah

Kutahu ini bukan saat yang tepat
Sebab bisa jadi di balik gordijn jendela
Salah satu apartemen yang kukuh berjajar
Kau tengah berpelukan di depan perapian
Atau bercengkerama dengan anak-anak yang telah remaja

Betapa ingin
Kubisikkan barang satu dua kalimat
Tapi kalau kau tak ada
Untuk apa aku menyia-nyiakan kata?

1 November 2010

Hendry Ch Bangun
Wartawan, tetapi sejak kuliah di Fakultas Sastra UI tahun 1977 suka menulis puisi dan cerita pendek. Puisi-puisinya pernah diterbitkan di berbagai media dan dikumpulkan dalam buku bersama Wahyu Wibowo (Ken Mokar, Ikan Dalam Kaca, 1980), Azwina Aziz Miraza (Tango Kota Air, 1980). Hendry mengumpulkan puisi 20 penyair rekannya dan menjadi editor Antologi Puisi The Fifties (2009), menjadi editor Kumpulan Cerpen Wartawan Olahraga (2010). Terakhir puisinya masuk di antologi Senandoeng Radja Ketjil (2010).

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Hikayat Secangkir Kopi

(Untuk Edi) Matahari sudah tinggi. Bangunlah,...

Wajah Waktu

  Kau kah itu yang mengetuk-ngetuk daun pintu waktuku...

Selamat Menghardik

Seraya menengadahkan tanganKomat-kamit permintaan tercurah dengan raut pasrah ...

Nusantara

Tanah retak-retak ini Tempatku diejek matahari ...