BantenHits.com – Kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, pada abad 16-17 menempatkan kepemilikan artileri sebagai hal yang utama. Mereka percaya, memiliki dan bisa menggunakan artileri merupakan keniscayaan untuk kelangsungan hidup bersama dengan negara-negara yang silih berganti masuk ke
Nusantara.
Meriam adalah salah satu artileri yang paling modern saat itu. Dalam rubrik Babad Banten kali ini, redaksi Banten Hits akan mengulas soal meriam yang tersohor di Banten: Meriam Ki Amuk. Tulisan ini bersumber dari buku Banten; Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. Selain menjadikan buku tersebut sebagai sumber utama, tulisan juga dilengkapi dari hasil penelusuran di internet.
Meriam Ki Amuk saat ini berada di Museum Kepurbakalaan Banten. Lokasinya ada di antara Masjid Agung Banten dan Istana Surosowan di kawasan Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Serang.
Meriam Ki Amuk memeiliki ukuran; diameter mulut luar 0,59 meter, mulut dalam 0,32 meter, dan diamater di ujung maksimal 0,70 meter dengan total panjang 3,45 meter.
Soal asal-usul meriam Ki Amuk di Banten, ada dua versi berbeda yang menyatakannya. Menurut laman www.wikipedia.org, meriam Ki Amuk merupakan bantuan dari Kerajaan Ottoman Turki. Keterangan lain menyebut, meriam Ki Amuk adalah hasil rampasan perang dari Portugis. Sementara itu, menurut K.C. Crucq–sebagaimana dikutip oleh Claude Guillot–jejak pertama meriam dengan nama itu terdapat dalam satu plan kota Banten yang dibuat sebelum pertengahan abad ke-17 dan sekarang tersimpan di Perpusatakaan Castello di Firenze, Italia.
Pada peta tersebut tercatat “meriam besar ‘t Desperant” yang oleh Crucq dianggap sebagai terjemahan dari “Ki Amuk”. Pada mulut meriam itu terdapat gambar bintang berujung delapan, yang kadang-kadang dinamakan “Mentari Majapahit”. Motif seperti ini juga terdapat di atas nisan-nisan Troloyo abad ke-14 dan ke-15. Hal ini menunjukkan asal-usul dan masa meriam tersebut, yakni Jawa Tengah pada pertengahan pertama abad ke-16 (Guillot, 2008, hlm 380).
Lepas dari soal asal usul meriam Ki Amuk, K.C. Crucq memberikan analisis soal inskripsi arab yang terdapat dalam meriam tersebut. Terdapat tiga tulisan arab dalam meriam Ki Amuk. Tulisan pertama dan kedua diterjemahkan, “Penghujung yang baik adalah keselamatan iman!” Sementara tulisan ketiga diterjemahkan, “Tiada pemuda seperti itu selain Ali, tiada pedang selain dhu L-fiqar. Hendaklah engkau bersabar dalam takwa sepanjang masa kecuali matixxxxx(tidak terbaca).
Dari analisis soal inskripsi yang terdapat di meriam Ki Amuk, pesan-pesan beraksara Arab itu sejatiny bisa mengikis kesan angker dari sebuah alat perang seperti meriam.
Teks 1 dan 2 pernah diinterpretasikan sebagai sengkalan yang berarti tahun 1450 Saka (1528-1529 Masehi), yaitu konon tahun meriam tersebut dipindahkan dari Demak ke Banten. Pendapat ini ditolak oleh Guillot dan juga L.C.Damais. Menurut mereka, jika merujuk pada simbol-simbol atau kata-kata Jawa yang ada, pendapat ini bisa diterima. Namun agak sulit menerima pendapat ini mengingat kata-kata yang dicantumkan adalah kata-kata Arab.