“Hari Kesaktian Pancasila” Adalah Anti-Bung Karno

Date:

Para pendukung Orde Baru (Orba) menggembar-gemborkan “Hari Kesaktian Pancasila” dengan tujuan yang sama sekali berlawanan dengan gagasan besar dan otentik yang terkandung dalam Pancasila-nya Bung Karno. “Hari Kesaktian Pancasila” yang diselenggarakan di Lubang Buaya pada intinya adalah berjiwa atau berorientasi anti-Sukarno, atau anti-kiri umumnya, termasuk anti-PKI.

 

 Para pendukung Orde Baru (Orba) menggembar-gemborkan “Hari Kesaktian Pancasila” dengan tujuan yang sama sekali berlawanan dengan gagasan besar dan otentik yang terkandung dalam Pancasila-nya Bung Karno. “Hari Kesaktian Pancasila” yang diselenggarakan di Lubang Buaya pada intinya adalah berjiwa atau berorientasi anti-Sukarno, atau anti-kiri umumnya, termasuk anti-PKI.Dalam kaitan ini, perlulah kiranya kita semua (termasuk orang-orang yang masih tertipu oleh Orba nya Soeharto bahwa “Hari Kesaktian Pancasila” adalah sesuatu yang luhur dan mulia) mengerti dengan gamblang bahwa secara keseluruhan, Pancasila-nya Bung Karno adalah kiri. Dengan mengingat bahwa sejak mudanya ia sudah menerjunkan diri dalam perjuangan anti-kolonialisme Belanda dengan elan (semangat) revolusioner dan jiwa NASAKOM, maka jelaslah bahwa ia menggagas Pancasila dalam tahun 1945 pun dengan latar belakang fikiran kiri dan revolusioner.

Jika kita cermati gagasan-gagasan Bung Karno yang besar dan progresiff, yang terkandung dalam kata-kata di Pancasila-nya: Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan, dan Keadilan sosial, maka kita semua bisa melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Soeharto dengan Orba nya selama 32 tahun adalah betul-betul pengkhianatan besar-besaran terhadap Pancasila yang asli. Sebab, hanya orang-orang yang jiwanya tidak sehatlah yang masih bisa atau masih berani!!!–mengatakan bahwa Orde Baru telah mempraktekkan Kemanusiaan yang adil dan beradab (Harap ingat: pembantaian jutaan orang tidak bersalah dalam peristiwa 65, penangkapan ratusan ribu orang selama puluhan tahun, dan menyengsarakan terus-menerus, sampai sekarang, keluarga korban 65 yang puluhan juta orang jumlahnya).

Juga hanya orang-orang yang nalarnya rusak-lah yang terus-menerus mengatakan bahwa Pemerintahan Orde Baru (dan semua pemerintahan yang berikutnya) telah dan sedang mentrapkan Kerakyatan. Kalau kita ingat, bahwa lembaga-lembaga negara (antara lain : DPR, DPRD, Mahkamah Agung, dan aparat birokrasi dikuasai oleh anasir-anasir korup dan bermental anti-rakyat). Dan hanya orang-orang yang imannya sesatlah yang tidak segan-segan mengatakan bahwa semua pemerintahan pasca-Soekarno menjunjung tinggi-tinggi prinsip Keadilan sosial. Kalau kita saksikan, bahwa selama ini sebagian besar rakyat kita hidup di bawah 2 dollar sehari, sedangkan segolongan orang-orang sebangsa Tommy Soeharto dan Tutut justru bergelimang dengan uang Triliunan Rupiah.

Perlu kita sama-sama renungkan juga bahwa Bung Karno merumuskan sila pertama Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa) dengan pengertian agama (Islam, Katolik, Kristen dll) yang progresif, yang berkemanusiaan, yang adil dan beradab, yang menjunjung tinggi kerakyatan dan keadilan sosial (jadi sama sekali berlawanan dengan praktek-praktek FPI atau ajaran golongan Islam fundamentalis Indonesia lainnya). Patutlah kita semua ingat bahwa Bung Karno sejak masih mahasiswa sudah terjun dalam gerakan Islam yang progresif atau kiri, anti-kolonialis, dan bersahabat dengan orang-orang komunis juga, karena ia anggap mereka sebagai kawan seperjuangan.

Apa yang dikemukakan di atas itu adalah untuk mengajak kepada kita semua melihat bahwa “Hari Kesaktian Pancasila” yang diselengggarakan di Lubang Buaya itu sebenarnya atau pada intinya adalah hanya salah satu diantara banyak upaya sebagian golongan militer pendukung Soeharto beserta sisa-sisa kekuatan Orde Baru lainnya untuk melanjutkan terus-menerus politik mereka yang salah selama ini, yaitu memerosotkan citra Bung Karno dan sekaligus memukul gerakan kiri, dan terutama PKI. Itu semuanya perlu mereka lakukan, untuk menutupi dosa-dosa mereka yang besar dan banyak sekali yang telah dilakukan sejak 1965.

Pancasila adalah Pemersatu Bangsa dan Juga Kiri

Bahwa jiwa asli Pancasila adalah kiri, baiklah disajikan ulang apa yang dikatakan oleh penggagasnya, Bung Karno, seperti yang dapat kita baca dalam dua jilid buku “Revolusi Belum Selesai”. Dalam buku tersebut dapat dibaca kumpulan pidato-pidato Bung Karno sesudah peristiwa G30S yang banyak menyinggung masalah Pancasila.

Berikut adalah satu bagian kecil sekali dari pidato beliau dalam sidang paripurna Kabinet Dwikora di Bogor pada tanggal 6 November 1965 (yaitu kita-kira sebulan lebih setelah terjadinya G30S, ketika para pembesar militer pendukung Soeharto mulai menggunakan Pancasila untuk menyerang Bung Karno):

“Jangan kira, saudara-saudara, kiri is alleen maar (keterangan : bahasa Belanda, yang artinya : hanyalah) anti-imperialisme. Jangan kira, kiri hanya anti-imperalisme, tetapi kiri juga anti-uitbuiting (penghisapan). Kiri adalah juga menghendaki satu masyarakat yang adil dan makmur, didalam arti tiada kapitalisme, tiada exploitation de l’homme par l’homme, tetapi kiri. Oleh karena itu saya berkata tempo hari, Pancasila adalah kiri. Oleh karena apa? Terutama sekali oleh karena di dalam Pancasila adalah unsur keadilan sosial. Pancasila adalah anti-kapitalisme. Pancasila adalah anti-exploitation de l’homme par l’homme. Pancasila adalah anti-exploitation de nation par nation. Karena itulah Pancasila kiri” (Revolusi belum selesai, halaman 77).

Dalam sidang pimpinan MPRS ke 10 di Istana Negara, 6 Desember 1965 (jadi dua bulan sesudah G30S) Bung Karno mengatakan: ” Apakah tidak benar kalau saya berkata bahwa di waktu yang akhir-akhir ini, Pancasila dipergunakan sebagai satu barang an sich. Aku Pancasila! Maksudnya apa orang yang berkata demikian ini? Aku antikomunis. Perkataan dipakai untuk sebetulnya men-demonstreer anti kepada Kom. Padahal Pancasila sebetulnya tidak anti-Kom. Kom dalam arti ideologi sosial untuk mendatangkan di sini suatu masyarakat yang Sosialistis. Kalau dikatakan, ya aku Pancasila,ya aku Pancasila, tetapi dalam hatinya anti-Nasakom. Pancasila dipakai untuk mengatakan aku Pancasila, tetapi aku anti-Nas. Aku Pancasila tetapi aku anti-A.

Pancasila adalah pemersatu, adalah satu ideologi yang mencakup segala. Dan aku sendiri berkata, aku ini apa? Aku Pancasila. Aku apa? Aku perasan daripada Nasakom. Aku adalah Nasionalis, aku adalah A, aku adalah sosialis, kataku. Tetapi banyak orang memakai Pancasila ini sebagai hal yang anti.” (Revolusi Belum Selesai, halaman 217).

“Patut kita waspadai hari ini adalah, BAHAYA LATEN ORBA”

 Oleh: Moch Nday Hidayat Pratama

Penulis adalah: Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Lebak

 

 

 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Menikmati Jalur Mudik Lebak

BantenHits - Selama bulan Ramadan saya melakukan kunjungan dua...

Mencari Independensi Media Dalam Pemberitaan Politik

Bantenhits - Peran media dalam panggung politik kontemporer semakin...

Gunung Batu Desa Anti Korupsi

Bantenhits - Beberapa waktu yang lalu, Selasa, 31 Januari...

Geger Sambo dari Perspektif Mahasiswa Komunikasi; Catatan Kritis untuk Perubahan Polri

Mata publik seolah tak pernah berhenti menguntit setiap detail...