Menganyam bambu untuk dijadikan bilik, tak sekadar keseharian Endin (31), seorang kepala keluarga di Kampung Ciuyang, Desa Ciherang, Kecamatan Picung, Kabupaten Pandeglang. Lewat bambu, Endin seolah menganyam setiap lembar kehidupannya bersama keluarga.
Bambu memang telah menjadi sumber penghidupan bagi Endin. Melalui bambu itulah dirinya bisa menghidupi isteri dan tiga orang anaknya. Hidup yang tak wah, namun buatnya terasa berkah.
Bulu-bulu tajam yang menempel di bambu, seolah menjadi teman setia Endin. Orang yang tak biasa dengan bulu-bulu bambu, pasti akan terserang gatal jika bulu tersebut menyentuh kulit.
“Gak (gatal), biasa saja. Kalau pertama iya gatal, tapi sekarang tidak,” kata Endin kepada Banten Hits, Rabu (14/7/2015).
Endin mengaku, kemampuannya membuat bilik bambu diajarkan oleh ayahnya saat dia remaja dulu. Kini, berkat kemahirannya sertiap hari Endin bisa membuat tiga buah bilik siap jual.
“Paling dapat tiga kalau dikerjakan seharian. Kan gak gampang buatnya. Kita harus tebang dulu bambunya, terus kita buat ukuranya sesuai pesanan,” ungkapnya sambil sesekali mengusap kekringat yang mengucur deras dari di mukanya.
Untuk memasarkan bilik bambu buatannya, Endin masih mengandalkan pesanan dari tetangganya. Mereka yang membutuhkan bilik bambu biasanya langsung datang kerumahnya. Bilik bambu buatannya dijual Rp 35.000 per lembarnya.
Hampir seluruh rumah warga Kampung Ciuyang, Desa Ciherang, Kecamatan Picung, Kabupaten Pandeglang masih semi permanen. Bahkan masih banyak rumah panggung. Kebutuhan warga kampung terhadap bilik menjadi penghasilan tetap Endin.
Nyaris saban hari Endin memotong bambu lalu menganyamnya menjadi bilik bambu, menjadi kehidupan yang susun menyusun seperti anyaman…(Rus)