Banten Hits – Sebagai kawasan suku adat, Baduy dikenal dengan kearifan budayanya. Baduy laksana benteng terakhir untuk menjaga warisan leluhur orang Banten, karena mereka dikenal sebagai suku yang masih bertahan dengan cara hidup sederhana yang akrab dengan alam.
Namun demikian, pepatah tak ada gading yang tak retak, sepertinya tepat menggambarkan kondisi Baduy saat ini. Sampah yang berserakan di kawasan Baduy, kini gampang dijumpai.
Wartawan budaya Banten Hits Dian Sucitra, Minggu (9/8/2015), masuk ke Baduy dan mendapati tiga turis asing, Pedro (Spanyol), Katarina (Serbia), dan Samantha (Brazil) tengah berada di kawasan Baduy. Mereka mengeluhkan soal sampah yang berserakan di sana-sini dalam perjalanan mereka menuju Gajeboh, kampung yang menjadi batas terdalam di mana turis asing diperbolehkan masuk.
“This is not the situation that we expected (Situasi itu tidak sesuai dengan yang kami kira),” ujar Katarina yang mengaku dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta.
Menurutnya, informasi yang mereka dapatkan dari sebuah travel agent di Jakarta menyebutkan, masyarakat Baduy terjaga dari kontaminasi pengaruh luar, artinya soal sampah-pun seharusnya menjadi perhatian serius. Sepengetahuannya, sampah-terutama sampah plastik akan sulit terurai bumi-membutuhkan setidaknya 250 tahun untuk terurai secara sempurna.
Sementara Pedro, berpendapat bahwa para pengunjung ke wilayah suku adat tersebut seharusnya diberikan pemahaman akan bahaya sampah. Dalam hal ini, tugasnya ada pada pundak pemerintah.
“They should at least make a sign, to stop visitors throwing garbage anywhere they like (Setidak-tidaknya mereka harus memasang semacam plang yang melarang pengunjung membuang sampah sembarangan),” keluhnya.
Sementara dari pantauan Banten Hits, sampah yang berserakan di jalanan dan sungai-sungai, banyak ditemukan sampah jenis rumah tangga seperti plastik bekas bungkus sabun mandi, sabun cuci/detejgen, dan sachet shampoo.(Rus)