Banten Hits – Menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dibutuhkan support dan fasilitasi, sebagai penunjang kelancaran tugas dan fungsi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Salah satunya mobilitas dan dukungan operasional sekretariat.
Selama satu bulan terkahir, tercatat, sudah lima kasus kekerasan dan pelecehan yang menimpa anak-anak di Kabupaten Lebak. Ironisnya, dari lima kasus tersebut, anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan sexual berasal dari keluarga yang tidak mampu.
“Semua pihak terutama Pemkab Lebak kami harapkan lebih peka dan mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kondisi tersebut, termasuk anak-anak yang terlantar yang sering kita jumpai di pusat Kota,” ujar Ketua P2TP2A Lebak, M Hafid, kepada Banten Hits, Sabtu (22/8/2015).
Anak-anak kata Hafid, sejatinya juga membutuhkan perlindungan, hak hidup dan hak tumbuh kembang seperti layaknya anak-anak Indonesia lainnya. Terutama, dalam persoalan akses pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan dasar.
“Harusnya ada koordinasi dengan Dinas terkait. Contohnya, masih ada anak terlantar yang dipungut biaya, pihak RSUD dan Dinas Pendidikan harus saling berkoordinasi. Karena, tanggung jawab pelayanan dan perlindungan anak seharusnya menjadi kewajiban bersama, terutama Pemerintah sebagai pelayan dan pelindung rakyat,” beber Hafid.
Mantan Ketua Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Lebak ini justru menilai, baik Pemkab maupun DPRD Lebak belum menjadikan program perlindungan perempuan dan anak sebagi fokus prioritas pembangunan. Padahal, di satu sisi jumlah kasus dan laporan pengaduan tercatat signifikan dan menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan.
“Apalagi sudah adanya Perda nomor 8 tahun 2013 tentang PPA tentu sudah menjadi kewajiban bagi Pekab Lebak untuk menjadi acuan dan pedoman untuk benar-benar serius dalam menangani masalah PPA,” papar Hafid yang mengaku saat ini tengah menangani kasus pelecehan yang dialami oleh sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD). (Nda)
