Banten Hits – Setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang menjelaskan soal mekanisme penerbitan sertifikat tanah lapang Balaraja atas nama Suharta, kini Bagian Pertanahan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang memberikan penjelasan serupa ikhwal proses pembelian tanah yang diperuntukan untuk ruang terbuka hijau (RTH) itu.
BACA JUGA: Soal Tanah Lapang Balaraja, Pemilik: Sertifikat Tak Turun dari Langit
Ditemui Banten Hits di ruang kerjanya, Senin (8/11/2016), Kepala Bagian Pertanahan Kabupaten Tangerang Lukman Hakim menjelaskan, pembelian lahan seluas 7.062 meter persegi itu sudah melalui proses panjang yang diverifikasi secara ketat, di antaranya melalui legal opinion (LO), yaitu pertimbangan hukum dari Kejaksaan Negeri Tigaraksa.
Selain itu, pada tahap pembahasan juga dilibatkan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4D) yang di dalamnya ada unsur lagi dari kejaksaan dan Tipikor Polri.
“Ada LO (legal opinion, pendapat hukum) dari Kejari Tigaraksa. Pak Bupati kepada Kejari Tigaraksa meminta pertimbangan hukum untuk tanah di Balaraja. Bahkan, waktu itu untuk lebih meyakinkan Pak Bupati juga minta sampai dua kali LO dari kejaksaan. Dan dua LO itu menyatakan ahli waris tanah itu menyatakan itu (Suharta),” terang Lukman.
“Dalam rapat terakhir TP4D menjelang pembayaran, masing-masing pihak memberikan pendapat bahwa pengadaan tanah itu tidak ada masalah. Silakan laksanakan saja,” sambungnya.
Pembahasan soal pembelian tanah lapang Balaraja dari Suharta sebagai pemilik sah tanah tersebut, kata Lukman, dimulai sejak 2013 hingga akhirnya diputuskan pembayaran dilakukan 2015.
Seluruh proses mengacu pada peraturan perundang-undangan, seperti Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang telah diubah dengan Perpres 148 tahun 2015.
“Prosesnya panjang. Jadi tidak ujug-ujug. Intinya, kami sudah sesuai aturan. Semaksimal mungkin kita lengkapi (dokumen), baik itu register desa, register kecamatan juga BPN. Setelah dicek di bagian aset juga itu tidak tercatat sebagai aset kami. Berdasarkan sertifikat yang diterbitkan BPN itu, kami kemudian melakukan pembayaran tanah itu.
Lukman juga menepis pendapat sejumlah LSM yang melakukan aksi unjuk rasa dengan menyebut tanah lapang Balaraja masuk kategori absentia alias tidak bertuan. Anggapan itu sudah dijelaskan dalam dua pertimbangan hukum Kejari Tangerang yang menegaskan tanah lapang itu milik Suharta Cs.
Sebelumnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang menegaskan, pemilik lapangan Balaraja yang telah memiliki sertifikat dengan nomor 01433 atas nama Suharta telah memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikat.
Penegasan BPN disampaikan menyusul polemik soal lahan milik Suharta seluas 7.062 meter persegi yang berlokasi di Desa Talagasari, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang.
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sejak Agustus sampai terakhir Kamis (20/10/2016), secara bergantian berunjuk rasa di Kantor BPN Kabupaten Tangerang, Kantor Dinas Pertanahan Kabupaten Tangerang, dan Kantor Kecamatan Balaraja. Mereka menganggap lahan tersebut milik pemerintah karena sudah puluhan tahun jadi lapangan.(Rus)