Serang – Pemilu Presiden (Pilres) 2019 diwacanakan dilakukan dengan e-Voting. Namun, wacana tersebut rupanya tak mendapat dukungan penuh dari DPR RI.
Hal itu setelah Komisi II DPR melakukan studi banding ke sejumlah negara yang sempat menggunakan sitem tersebut. Hasilnya, beberapa negara justru beralih menggunakan sistem manual.
“Setahu saya, wacana itu sudah tidak mendapat dukungan kuat di DPR. Teman-teman di Komisi II mendapatkan fakta bahwa beberapa negara Eropa malah kembali ke manual,” kata Komisioner KPU RI Pramono U. Tanthowi, Jumat (28/4/2017).
Banyak alasan kenapa e-Voting sudah ditinggalkan di oleh beberapa negara tersebut. Salah satunya dari sisi keamanan dan kerahasiaan yang belum bisa terjamin serta tidak bisa diVerifikasi.
“Kerentanan untuk diretas, nah itu tidak bisa diverifikasi. Tapi kalau manual kan ketahuan yang diubah suaranya di TPS mana dan desa mana. Kalau ini kan tidak bisa,” jelas Pramono.
“Tapi kita masih tunggu kepastiannya setelah Undang-undang disahkan,” tambahnya.
Persoalan anggaran kata dia bukan menjadi salah satu persoalan yang krusial. Pasalnya, besaran anggaran yang dibutuhkan tak jauh berbeda dengan anggaran dengan sistem manual. Apalagi, sekali pengadaan bisa digunakan untuk beberapa kali pemilu.
“Itu juga enggak terlalu masalah, karena itu enggak terlalu mahal-mahal amat. Alasannya bukan soal itu,” tegasnya.
Persoalan lainnya adalah pada suplai aliran listrik di daerah yang masih belum memadai.
“Bagaimana mau online kalau dukungan listriknya belum memadai. Beda dengan di eropa mungkin yang pasokan listrinya sudah memadai Jadi memang perlu persiapan yang lebih matang,” pungkasnya.(Nda)
