Aktivis Muhammadiyah Cemaskan Cukong Kakap ‘Bermain’ di Pilpres 2019

Date:

Aktivis Muhammadiyah yang juga Ketua STIE Ahmad Dahlan Tangerang Mukhaer Pakkana
Aktivis Muhammadiyah yang juga Ketua STIE Ahmad Dahlan Tangerang Mukhaer Pakkana.(Istimewa)

Tangerang – Kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 diyakini akan memakan biaya puluhan triliun rupiah. Hal tersebut merujuk fakta empirik yang tak terbantahkan pada pemilihan di tingkat lokal.

Aktivis Muhammadiyah yang juga Ketua Yayasan STIE Ahmad Dahlan Tangerang Mukhaer Pakkana dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan, pada 2018 data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan biaya pemilihan kepala daerah sangat fantastis. Rata-rata Rp 20-30 miliar untuk kabupaten/kota dan Rp 20-100 miliar untuk gubernur.

“Jika dalam skala daerah saja biaya politiknya sudah sedemikan fantastisnya, bagaimana kalau skala kontestasi pemilihan Presiden dan Wapres?” kata Mukhaer.

Tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam pesta demokrasi tersebut, jelas Mukhaer, menciptakan ruang para cukong atau donatur kakap bermain. Mereka menyetor uang kakap ke kandidat yang diharapkan bisa mengakomodir kepentingan bisnisnya. Bahkan, bukan tidak mungkin main dua kaki.

“Donatur inilah yang sejatinya jadi penguasa. Yang akan menentukan hitam-putihnya negeri ini ke depan. Sementara massa rakyat, yang terpolarisasi dalam dua kubu, saling berantem dan melempar fitnah,” jelasnya.

“Yang aneh bin ajaib, elit politik dan partisipan dua kandidat, menjual bahasa-bahasa identitas, bahasa agama, ras, suku, dan lain-lain. Itulah kepandiran kita,” sambungnya.

Menurut Mukhaer, jamak sudah diketahui, tiga harapan utama donatur politik, yakni keamanan berbisnis, perizinan usaha, dan kemudahan ikut tender.

Korban Liberalisasi

Fakta terkooptasinya negara oleh kepentingan pebisnis yang menyokong biaya politik saat pemilihan, lanjutnya, menegaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia menjadi korban liberalisasi politik dan ekonomi.

“Bahkan bukan sekadar korban, malah kita ikut men-drive liberalisasi itu. Sebagian ikut menikmati dengan dalih demokratisasi. Sejatinya, pangkal ketimpangan sosial ekonomi adalah liberalisasi,” tegasnya.(Rus)

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Real Count Pilpres 2024 KPU Sudah 50 Persen Lebih, Prabowo-Gibran Makin Kokoh

R Berita Pilpres - Pasangan calon presiden dan wakil presiden...

Update Real Count Pilpres 2024 KPU dan Quick Count 10 Lembaga Survei Per 15 Februari 2024

Berita Pilpres - Posisi pasangan calon presiden dan wakil...

Data Real Count KPU Hampir 40 Persen, Anies-Muhaimin Hanya Unggul di Aceh

Berita Pilpres - Data pada real count Komisi Pemilihan...