Lebak – Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Lebak atau Kumala menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Kabupaten Lebak, Selasa, 27 November 2018. Kumala menilai wakil rakyat beserta pemerintah, lemah dalam pengawasan Perda Diniyah yang telah dilahirkan pada 2005.
Sekretaris Umum Kumala Lebak Ade Maulana mengatakan, jargon kota 1.000 madrasah yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemkab Lebak tidak memiliki makna berarti. Pasalnya, meski diterbitkannya Perda Nomor 12 tahun 2005 tentang diniyah nyatanya realisasi di lapangan Perda tersebut tidak berjalan.
“Kita menilai Perda Nomor 12 tahun 2005 tentang diniyah itu mandul dan tidak berjalan,” kata Ade saat berorasi.
Ade mengusulkan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lebak segera menghapus perda tersebut jika tidak lagi digunakan meskipun dalam pembuatannya telah menghabiskan anggaran yang cukup besar.
“Hasil kajian kami anggaran yang digelontorkan untuk perda tersebut sekitar Rp 2 miliar, tapi kalau memang sudah tidak berjalan hapus saja,” ketusnya.
Kumala berharap DPRD dan Pemkab Lebak segera mengevaluasi persoalan ini agar tidak ada lagi masyarakat yang terzalimi atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
“Kami Keluarga Mahasiswa Lebak mengutuk keras kepada siapa saja yang menzalimi rakyat Lebak dengan menggunakan pangkat dan jabatannya hanya karena kepentingan kelompoknya saja,” pungkasnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lebak Yogi Rochmat yang menemui aksi unjuk rasa mengaku sejauh ini DPRD Lebak telah melakukan pengawasan terhadap perda diniyah maupaun diniyahnya langsung.
“Kita mengakui diniyah ini, perda diniyah ini dibuat agar generasi penerus bangsa memiliki landasan agama yang kuat,” kilahnya. (Rus)