Tangerang – Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Denpasar menilai kebebasan pers akan semakin terancam menyusul pemberian grasi oleh Presiden Jokowi kepada Nyoman Susrama, eks caleg PDIP pada Pemilu 2009, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap reporter Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
“Seolah-olah kasus ini dianggap biasa saja, kebebasan pers bakal makin terancam. Kebebasan pers di Indonesia belum merdeka,” kata Nandhang R. Astika, seperti dilansir tirto.co.id, Selasa, 22 Januari 2019.
Menurut Nandhang, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa menjadi kemenangan bagi pers karena satu-satunya kasus yang berhasil dibongkar oleh kepolisian, meski perlu satu tahun mengungkap kasus tersebut.
“Kami menilai ada ketidaktepatan dalam pemberian grasi ini. Apakah presiden benar mengetahui orang-orang yang ia berikan grasi? Apakah presiden tahu Susrama sebagai dalang pembunuhan?” Nandhang mempertanyakan.
Karena itu, Nandhang menyayangkan grasi tersebut. Sebab, ia merasa kebebasan pers semakin suram dengan pemberian grasi terhadap Susrama, dalang dari pembunuhan reporter Radar Bali yang terjadi pada Februari 2009.
Dibunuh karena Beritakan Korupsi
Kasus ini mulai terkuak setelah mayat korban ditemukan mengambang di pesisir Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi yang amat mengenaskan. Hasil penyelidikan mengarah kepada Susrama yang nantinya terbukti sebagai otak dari aksi pembunuhan berencana ini.
Motif pembunuhan ini bermula dari kekesalan Susrama terhadap Prabangsa karena pemberitaan wartawan Radar Bali itu.
Prabangsa sebelumnya menulis berita terkait dugaan korupsi yang dilakukan Susrama, yakni proyek-proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli sejak awal Desember 2008 hingga Januari 2009.
Salah satu proyek yang disorot dalam pemberitaan Prabangsa adalah proyek pembangunan taman kanak-kanak dan sekolah dasar internasional di Bangli. Susrama kala itu menjadi pemimpin proyek tersebut. Inilah yang kemudian membuat Susrama merancang rencana untuk membunuh Prabangsa.(Rus)