Tangerang – Wacana Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-undang Terorisme untuk memberantas hoaks dinilai mengancam demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan pakar filsafat dan politik yang tengah naik daun, Rocky Gerung dalam acara Indonesia Lawyers Club atau ILC TV One yang mengangkat tema Hoax Dibasmi UU Terorisme, Selasa malam, 26 Maret 2019.
Dalam acara Rocky terlibat debat dengan Arya Sinulingga, pemimpin media di bawah grup usaha Ketua Perindo Harry Tanoesoedibjo. Kala itu, Arya memprotes pernyataan Rocky yang menyebut media massa di bawah kendali pemerintah.
Protes Arya langsung dijawab Rocky dengan menyatakan hanya ILC TV One yang mampu menyiarkan suara kritis dirinya sebagai oposisi. Bahkan, Rocky juga menyindir televisi yang dipimpin Arya yang kini menjadi Jubir TKN Jokowi-Ma’ruf yang hanya mengundang dirinya untuk acara hiburan.
Mencurigai Kekuasaan yang Terus Memburuk
“Karena ketiadaan kebebasan informasi, maka muncullah apa yang disebut prejudice. Purbasangka itu. Purbasangka itu dasarnya past event, apa yang terjadi sebelumnya,” kata Rocky meneruskan pemaparannya yang terhenti interupsi Arya.
“Jadi orang mencurigai, kenapa kekuasaan ini memburuk setiap hari. Mengapa pengendalian opini berlangsung terus? Mengapa ada mobilisasi ASN? Mengapa anggaran pendapatan belanja negara itu justru dikeluarkan di ujung masa kampanye? Dan itu artinya anggaran pencitraan itu. Itu prejudice yang ada basisnya,” lanjutnya.
Kecurigaan-kecurigaan publik tersebut, lanjut Rocky, tak lantas dijawab pemerintah dengan membuka kran informasi publik seluas-luasnya, justru malah sebaliknya publik dicurigai.
“Karena rentetannya begitu. Sekarang orang dicurigai. Mengapa pada akhirnya dikeluarkan undang-undang pamungkas, undang-undang terorisme,” lanjutnya.
Sampai pada pernyataan ini, Rocky kembali diinterupsi Arya dengan melontarkan pernyataan keliru soal Rocky Gerung yang disebutkannya sudah menjadi Kader Demokrat.
“Apa? Saya di Demokrat? Ini hoax yang luar biasa lagi,” tepis Rocky sambil melanjutkan paparan.
“Kekacauan terjadi karena ada ketidakjujuran pemerintah. Itu soalnya. Jangan mencurigai rakyat karena pemerintah sendiri tidak terbuka terhadap semua informasi publik,” terangnya.
Mitologi Yunani dan Filosofi Pikukuh Baduy
Rocky mengungkapkan, pemerintahan Jokowi dicitrakan seolah-olah pro-rakyat, padahal sebaliknya rakyat dibungkam mulutnya.
“Dicitrakanlah seolah-olah pemerintah itu pro-rakyat. Di ujungnya diciptakan undang-undang antiterorisme untuk membungkam mulut rakyat. Itu gak beres,” jelas Rocky.
Kondisi tersebut dianalogikan Rocky seperti tokoh dalam mitologi Yunani bernama Procusteus.
“Itu sama seperti dalam mitologi Yunani. Ada seorang raja yang dicitrakan sebagai seorang raja yang baik namanya Procusteus. Setiap malam dia mengundang satu warga negara tidur di ranjang emas miliknya. Malam-malam dia intip. Jika warga negara tubuhnya lebih panjang dari ranjang emas miliknya, maka digergaji kakinya. Kalau lebih pendek ditarik agar fit and propert dengan ranjang emas itu,” ungkapnya.
“Itu bukan raja yang demokratis. Itu raja yang lalim. Karena dia mau pakai ukuran sendiri untuk bikin seragam pikiran rakyat. Itu buruknya. Jadi demokrasi itu biarkan semua pikiran tumbuh,” jelasnya.
Usai memberikan analogi tokoh dalam mitologi Yunani, Rocky kemudian menceritakan pengalaman dirinya berkunjung ke Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
“Kemarin saya abis dari Baduy. Di Baduy itu. Kalau Anda ke Baduy. Rumah orang Baduy itu tak beraturan. Karena panjang penyangga atap itu. Bambu itu sengaja dibiarkan, yang panjang ke situ yang pendek ke situ. Jadi gak beraturan. Tapi filosofinya jelas. Dia mau kasih tahu, yang panjang tak boleh dipotong yang pendek tak boleh disambung. Mestinya demokrasi tumbuh seperti aktivitas semacam itu,” tutupnya.
Bagi yang pernah berkunjung ke Baduy, pasti mengetahui sumber dari pernyataan filosofis yang disampaikan Rocky Gerung, yakni dari pepatah leluhur Baduy yang dikenal Pikukuh Baduy lengkapnya berbunyi, “lojor teu menang dipotong, pondok teu meunang disambung”. Artinya, panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana