Serang – Pemimpin yang baik dan bijak dinilai dari selarasnya kata dengan perbuatan, serta mampu memperlakukan sama semua warga sama di hadapan hukum.
Hal tersebut disampaikan Praktisi Hukum Tata Negara Universitas Negeri Lampung yang bermukim di Kota Serang, Yhannu Setiawan. Pernyataan disampaikan saat dimintai pendapat soal kasus enam honorer pose dia jari dengan tiga pejabat masuk grup WA timses anak pemenangan gubernur Banten.
“Pemimpin yang bijak itu bersikap satu kata dengan perbuatan. Nah, kalau perbuatannya sama, sanksinya harus sama. Itu aja kan gampang. Saya tidak politis. Saya hanya bilang, setiap orang yang memimpin itu harus sama kata dengan perbuatan. Nah, kalau ada perbuatan yang sama maka kenyataannya harus sama. Kalau misalkan (pihak) ini harus disanksi, ya sama (pihak lain) harus disanksi juga. Harus sama. Gak boleh ada yang dibeda-bedakan. Gitu dong,” kata Yhannu saat dihubungi BantenHits.com, Rabu, 10 April 2019.
Menurut Yhannu, meski tiga pejabat Pemprov Banten terlibat memenangkan orang nomor satu di Banten, namun hukum harus ditegakkan sama kepada semua orang sesuai dengan derajat kesalahan yang dilakukan.
“Hukum itu tidak pernah melihat orang. Hukum itu teks. Jadi dia bisa berlaku pada siapa saja. Ya, gak boleh terhadap si A begini perlakuannya, terhadap si X begitu. Tak boleh. Semua harus sama. Hukum itu tidak mengenal wajah. Hukum tidak mengenal kelompok. Hukum itu berlaku kepada semua warga negara. Siapapun dia dalam posisi apapun dia,” terangnya.
Ketika disinggung soal sanksi yang tepat untuk tiga pejabat Pemprov Banten yang terbukti melanggar memenangkan anak gubernur, Yhannu menyerahkan hal tersebut kepada KASN yang memiliki otoritas soal itu.
“Kalau sanksi KASN yang kasih. Yang jelas ada derajat hukumannya. Itu Otoritas KASN, ” jelasnya.
Seperti diketahui, enam guru honorer di Banten langsung dipecat setelah foto mereka dengan pose dua jari viral di media sosial. Mereka dipecat tanpa menunggu proses penyelidikan seperti yang dilakukan kepada lima pejabat.
Terkait keputusan Pemprov Banten, publik bereaksi keras. Mereka menilai, keputusan Pemprov Banten yang dipimpin Wahidin Halim yang juga Tim Penasihat Jokowi-Ma’ruf ini berlebihan, mengingat nyaris kebanyakan pejabat publik saat ini mempertontonkan keberpihakan secara vulgar kepada rezim yang berkuasa.
Setelah gelombang protes disuarakan, terutama oleh kelompok Honorer Banten Bersatu, akhirnya Pemprov Banten menganulir keputusan memecat enam guru honorer tersebut.
Sementara, Bawaslu Banten memutuskan tiga pejabat di Pemprov Banten terbukti melanggar undang-undang karena masuk grup WhatsApp pemenangan anak gubernur. Namun, sanksi terhadap mereka diserahkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Mereka yang dinyatakan Bawaslu terbukti melanggar, yakni Kepala Dinas Pertanian Agus Tauchid (AT), Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Babar Suharso (BS) dan satu Kasubag TU Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Serang-Cilegon, Faturrohman (FR).
Editor: Darussalam Jagad Syahdana