Tangerang – Pemilu 2019 telah usai digelar, meski masih menyisakan polemik, di antaranya saling klaim kemenangan di antara pasangan capres-cawapres, kesalahan input Situng KPU, dan tuduhan lembaga survei dibayar untuk menangkan Jokowi-Ma’ruf.
Khusus di Jawa Timur, Pemilu 2019 menyisakan dua hal unik. Salah satunya muncul pernyataan Ketua PKB Jatim Musyafak Rouf yang menuding PDIP melakukan kecurangan dengan menggelembungkan suara di Surabaya. Padahal PKB dan PDIP merupakan parpol utama pendukung Jokowi-Ma’ruf.
Tudingan PKB ini dibantah Ketua DPC PDIP Surabaya Whisnu Sakti Buana. Dia menegaskan, jika tudingan Musyafak tidak terbukti dan memiliki dasar yang kuat, maka tudingan itu hanya fitnah belaka dan PDI Perjuangan akan memprosesnya secara hukum.
Sementara di Banten, Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’ruf yang juga Ketua PDIP Banten Asep Rahmatullah menyebut Ma’ruf Amin tak memiliki pengaruh elektoral, menyusul kekalahan telak Jokowi-Ma’ruf dari Prabowo-Sandi pada Pemilu 2019 ini. Kekalahan ini jauh lebih besar dibanding kekalahan pada 2014.
Bukan Modal Bagus Bangun Koalisi
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai kasus penggelembungan suara di Surabaya dapat mengganggu kerja koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin ke depan.
“Membuka ruang ke depannya bahwa kepentingan masing-masing partai selalu mungkin untuk menjadi penghambat koalisi,” ujar Lucius dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis, 25 April 2019 seperti dilansir viva.co.id.
Jika fenomena di Surabaya nanti terbukti terjadi, lanjut Lucius, maka akan menunjukkan adanya ketidakpercayaan sejak awal di antara partai koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin tersebut. Menurut Lucius, kinerja koalisi terganggu karena ada kecurigaan sesama partai di dalamnya terkait bisa mendapatkan suara atau kursi lebih banyak dengan mencuri suara.
“Ada sebuah partai yang mengambil suara dari partai lain untuk pemilihan legislatif, saya kira ini modal awal yang tidak terlalu bagus untuk bangun kerja koalisi,” kata dia.
Hanya Kalah Tipis di Basis PKB-PDIP
Hal menarik lainnya adalah kejadian di Jawa Timur, di mana di wilayah ini suara Prabowo-Sandi hanya kalah tipis dari Jokowi-Ma’ruf. Padahal wilayah ini diketahui basis hijau-merah, alias basis PKB dan PDIP yang merupakan partai pendukung petahana.
Kekalahan tipis Prabowo-Sandi di Jawa Timur diungkap Ketua Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Jawa Timur Soepriyatno, Kamis, 25 April 2019.
“Kami kalah tipis, tapi angkanya tidak kita sebutkan, khawatir dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga membuat gaduh,” kata Soepriyatno yang juga menjabat Ketua DPD Partai Gerindra Jatim, saat jumpa pers di Surabaya, Kamis, 25 April 2019 seperti dilansir medcom. id.
Kekalahan Prabowo-Sandi di Jatim hal wajar, mengingat wilayah tersebut adalah basis nahdliyin dan nasionalis (Ijo-Merah). Di mana cawapres Ma’ruf Amin mewakili suara nahdliyin, sementara Jokowi cendrung nasionalis (PDIP).
Menurut Soepriyatno, Prabowo-Sandi kalah tipis dari Jokowi di Jatim berdasarkan formulir C1 asli yang didapat dari saksi-saksi di lapangan. Hingga saat ini, data tersebut terus bergerak, mengingat masih ada beberapa daerah di Jatim yang dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Soepriyatno optimistis timnya di lapangan teliti dalam memverifikasi data C1 yang masuk. Dia juga mengaku tidak ambil pusing dengan klaim Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’ruf Amin Jawa Timur yang menyebut Jokowi-Ma’ruf menang dengan angka 68 persen di Jawa Timur.
“Kami saat ini juga sedang menunggu sisa formulir C1 yang belum terhitung. Kami akan terus memverifikasi lagi hasil datanya, karena masih ada penggelembungan suara dan kecurangan di lapangan,” jelasnya.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana