Tangerang – Pemilu 2019 telah usai digelar, 17 April 2019. Seiring proses rekapitulasi suara hasil pemilu yang tengah berjalan, ratusan petugas KPPS dinyatakan meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit.
Berdasarkan data Catatan Demokrasi TV One, hingga Selasa malam, 7 Mei 2019, 554 KPPS di seluruh Indonesia meninggal dunia dan lebih dari 3.700 lainnya jatuh sakit.
Syaeful Rochman, warga Kabupaten Pandeglang, Banten, salah satu keluarga yang berduka. Adiknya Ahmad Fauzi yang merupakan anggota KPPS di TPS 65, Kampung Bulak Barat, Cipayung, Depok, Jawa Barat.
“Awalnya pada tanggal setelah pemungutan suara 17 April dia bekerja dari pagi. Sebelumnya pun dia mungkin sudah bekerja mempersiapkan TPS sampai jam 4. Paginya sudah harus stand by di lokasi pemungutan suara, kemudian proses pemungutan suara, sampai selesai dan seterusnya sampai berlanjut kerjanya sampai tanggal 18 April sampai lagi, kemudian sampai pagi lagi, dan bahkan saya dapat info dari istrinya sampai zuhur baru selesai,” kata Syaeful Rochman dalam acara Catatan Demokrasi TV One, Selasa malam, 7 Mei 2019.
Mendadak Pusing Disusul Gejala Muntah-muntah
Menurut Syaeful, adiknya tersebut pada 19 April 2019 sudah bekerja lagi masuk ke kantor seperti biasa. Tapi setelah dari situ dia mengalami keluhan-keluhan, terutama di kepala. Korban katanya pusing.
“Dia berobat ke klinik terdekat. Klinik Citama. Dia berobat. Kemudian berobat jalan seperti biasa. Setelah itu agak mendingan. Dia berkativitas seperti biasa di kantor,” terangnya.
“Tapi kemudian, di puncaknya itu tanggal 26 April dia mengalami muntah-muntah. Muntah-muntah kemudian sama istrinya dibawa ke Klinik Citama tempat dia biasa berobat. Nah dari Klinik Citama ini dia dirujuk ke Rumah Sakit Bakti Yuda. Dibawa ke Rumah Sakit Bakti Yudha, analisa dokter, diagnosa dokter, adik saya HB-nya itu enam. Jadi harus membutuhkan transfusi darah,” lanjutnya.
“Memang sebelumnya ada riwayat HB rental, Bapak?” tanya pembawa acara Catatan Demokrasi, Andromeda Mercury.
“Tidak ada. Tidak ada. Jadi adik saya itu kan seorang olahragawan,” jawab Syaeful.
” Usia (adik) tadi Bapak menyebutkan 40 tahun?” tanya Andromeda lagi.
“Iya. Adik saya usia 43 kurang lebih. Dia kelahiran 76. Adik saya olahragawan. Dia masih aktif di dunia olahraga. Dia pemain sepakbola. Sampai sekarang pun, menjelang akhir hayatnya pun dia masih aktif main futsal,” jelas Syaeful.
Sang adik, lanjutnya, sebelumnya memang merupakan pemain sepakbola di lapangan besar. Sebelum akhirnya memutuskan untuk beralih bermain futsal dengan lapangan yang lebih kecil.
“Tidak pernah mengeluh sakit apapun. Mendadak muntah-muntah. Dirawat empat hari di Bakti Yudha. Setelah dapat transfusi darah satu kantong, dokternya menyarankan dibawa pulang karena sudah sehat katanya tinggal pemulihan. Padahal keluarganya melihat kondisinya (masih sakit), kok kondisinya seperti ini disuruh pulang. Tapi kata dokter, insyaAllah tinggal pemulihan,” jelas Syaeful.
Catatan Demokrasi adalah program pengganti ILC. Program yang dipandu Andromeda Mercury ini mengupas fenomena meninggalnya petugas KPPS dengan tajuk, “Misteri Kematian Ratusan Petugas KPPS”.
Selain menghadirkan keluarga petugas KPPS yang meninggal, acara tersebut menghadirkan dokter spesialis syaraf Ani Hasibuan yang sebelumnya telah melakukan penelusuran terkait kematian anggota KPPS di Yogyakarta.
Selain Ani, hadir juga aktivis HAM yang juga direktur Lokataru Haris Azhar, pakar filsafat sekaligus pengamat politik Rocky Gerung, dan politisi PDIP Adian Napitulu.
Sebelumnya, KPU RI telah mengumumkan, jumlah petugas penyelenggara pemungutan suara atau KPPS yang tertimpa musibah hingga Sabtu, 4 Mei 2019 sudah mencapai 4.228 jiwa. Dengan rincian, 440 orang meninggal dunia dan 3.788 lainnya jatuh sakit.
Sejauh ini, faktor kelelahan disebut menjadi penyebab utama kematian petugas yang angkanya menjadi terbesar sejak era demokrasi.
Namun, alasan kelelahan yang diklaim KPU dipertanyakan Anggota Presidium Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia, Arief Rahman. Alasannya, secara natural, orang yang lelah biasanya tidur.
“Kelelahan berakibat kematian kalau korban tidak memiliki penyakit berat menjadi pertanyaan,” kata Arief seperti dilansir viva.co.id, Senin, 6 Mei 2019.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana