Pandeglang – Salah satu perwira Polri dari Pandeglang, yakni Kasat Reskrim Polres Pandeglang AKP Deddy Hermawan resmi menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
BACA JUGA: Kasatreskrim Polres Pandeglang Jadi Penyidik KPK, Begini Pesan Kapolres
Secara kebetulan, ditariknya Deddy menjadi penyidik KPK, saat sejumlah dugaan korupsi di Banten ramai dilaporkan ke KPK oleh berbagai elemen masyarakat di Banten. Tak hanya dilaporkan KPK, dugaan korupsi tersebut juga dilaporkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Bareskrim Polri.
Pelaporan di antaranya dilakukan aktivis anti-korupsi di Banten yang juga Direktur Eksekutif ALIPP Uday Suhada ke KPK, 20 Desember 2018. Dugaan korupsi yang dilaporkan terkait pengadaan komputer untuk ujian nasional berbasis komputer atau UNBK tahun 2017 dan 2018, serta pengadaan lahan sembilan SMA/SMK negeri di Banten tahun 2017.
Selain melapor KPK, Uday juga melaporkan perkara tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Mabes Polri, Kamis, 25 Juli 2019.
BACA JUGA: Mabes Polri Dalami Dugaan Korupsi di Banten yang Dilaporkan Aktivis
Dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Banten ini juga dilaporkan Badko HMI Jabodetabek-Banten ke Kejati Banten, Kamis, 2 Mei 2019. Selain dugaan korupsi di dinas pendidikan, Badko HMI juga melaporkan dugaan korupsi di Dinas PUPR dan Dinas Permukiman Banten.
Namun, empat bulan setelah dilaporkan, tak diketahui secara pasti proses penanganan yang dilakukan Kejati Banten. Karena ketidakjelasan penanganan, Badko HMI bahkan mengancam akan menggelar aksi di Istana Presiden.
Tak hanya aktivis anti-korupsi dan mahasiswa, nelayan Banten yang tinggal di pesisir Kabupaten Serang, melaporkan indikasi korupsi dan kepentingan pemodal yang diduga memaksa DPRD Banten mengesahkan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Banten ke KPK di Jakarta.
Nelayan yang tergabung dalam Koalisi Nelayan Banten (KNB) mendatangi gedung KPK Rabu, 25 Juli 2019 pukul 16.00 WIB.
BACA JUGA: Ngeri! 100 Juta Meter Kubik Pasir Laut Akan Dikeruk, Nelayan Banten Lapor KPK
Kekinian, Perkumpulan Maha Bidik Indonesia juga melaporkan dugaan korupsi di Banten, berupa dugaan penyalahgunaan penggunaan dana penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur Banten ke Bareskrim Mabes Polri, Jumat, 2 Agustus 2019.
Pelaporan dilakukan setelah Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia Moch. Ojat Sudrajat mendapatkan keterangan Biro Umum Pemprov Banten yang menyatakan penggunaan dana operasional gubernur dan wakil gubernur Banten tidak memakai surat pertanggungjawaban atau SPJ.
Keterangan Biro Umum Pemprov Banten disampaikan dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Provinsi Banten, 10 Juli 2019.
“Ada yang krusial pada (Pasal 8 PP 109/2000) huruf H mengenai dana penunjang operasional. Biaya penunjang operasional ini besarannya (maksimal) 0,15 persen kali PAD. Tahun 2017 saja PAD Banten mencapai Rp 6 triliun,” ungkap Ojat dalam wawancara by phone dengan BantenHits.com, Selasa pagi, 6 Agustus 2019 jam 7.28 WIB.
“Kalau benar yang digunakan 0,15 persen, maka angkanya sangat fantastis menurut saya. Hampir Rp 10 miliar,” sambungnya.
Semua pengeluaran untuk kepala daerah yang diatur dalam PP 109/2000 semuanya bersumber dari APBD.
Berdasakan ketentuan-ketentuan di atas, Ojat meyakini setiap pengeluaran, termasuk dana penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur harus memakai SPJ.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana