Serang – Serangkaian aksi kekerasan terhadap jurnalis, seperti intimidasi, perebutan paksa kamera, bahkan penghapusan hasil peliputan dialami sejumlah jurnalis di berbagai daerah saat meliput gelombang aksi mahasiswa menolak RKUHP dan UU KPK.
Peristiwa tersebut memantik reaksi kalangan jurnalis. Nyaris semua jurnalis di berbagai daerah di Banten, Kamis, 26 September 2019, secara serempak menggelar aksi solidaritas mengecam aksi represif polisi kepada jurnalis.
Gabungan jurnalis dari Provinsi Banten yang tergabung Pokja Provinsi Banten, Pokja Kota Serang, Pokja Kabupaten Serang, Pokja Hukrim, Pokja Cilegon dan Jurnalis Mahasiswa berkumpul bersama di depan lingkungan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) menuntut kepada Kapolri Tito Karnavian mendindak oknum polisi yang melakukan kekerasan itu hukum seberat-beratnya.
“Ikut merasakan prihatin dan mengecam aksi kekerasan yang dialami kawan jurnalis di Jakarta, Bandung, Makassar dan lainnya. Bahwa hari ini jurnalis di Banten merasakan kepedihan. Kita lagi-lagi harus teriakan bahwa reformasi kepolisian belum tuntas dan masih adanya oknum kepolisian menghalangi dengan berbagai cara dan yang terburuk dari menghalangi wartawan adalah dengan melakukan aksi kekerasan,” ucap Korlap Aksi Deni Saprowi saat orasi, Kamis, 26 September 2019.
“Jangan perlakukan kami seperti koruptor, bahkan seperti teroris. Kerja seorang jurnalis dilindungi Undang-undang Pers!” teriaknya lagi.
Dani juga Kapolri Tito Karnavian mengusut pelaku-pelaku aparat yang melakukan kekerasan terhadap wartawan, sehingga semuanya diproses hukum.
“Permohonan maaf dari kepolisian tentu saja kita terima, tapi itu tidak cukup. Kita ingin diproses hukum agar kejadian ini tidak terjadi lagi,” katanya.
“Siapapun yang melakukan kekerasan terhadap wartawan maka jurnalis di Banten siap untuk melawan,” cetusnya.
Dewan Pers Jangan Tutup Mata
Kedepan, dirinya tidak menginginkan adanya kekerasan jurnalis oleh oknum polisi. Apalagi kejadiannya di Provinsi Banten.
“Sekali lagi, wartawan kerjanya dilindungi UU kalau pun kerja-kerja jurnalistik melanggar aturan, masyarakat, institusi pemerintahan bisa melaporkan ke Dewan Pers,” ujarnya.
Jurnalis di Banten juga menuntut Dewan Pers untuk turun tangan dan jangan sampai kejadian wartawan dipukuli serta lain sebagainya, dewan pers diam saja.
“Dewan Pers hanya sibuk ketika wartawan karya jurnalistiknya dilaporkan ke Dewan Pers, tapi ketika jurnalisnya mendapat kekerasan Dewan Pers menutup mata. Mudah-mudahan tidak terjadi di Banten dan lainnya. Tetap semangat untuk kawan jurnalis,” tandasnya.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana