BantenHits- Pada akhir Juli 2019, masyarakat Lebak mendapatkan kabar gembira dari Jakarta. Melalui Keputusan Menteri Desa Nomor: 79 Tahun 2019 Tentang Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal yang Terentaskan Tahun 2015-2019, Lebak keluar dari predikat sebagai kabupaten tertinggal. Keputusan tersebut ditandatangani Menteri Desa Eko Putro Sandjojo.
Dalam penjelasannya, ada beberapa indikator yang membuat Lebak tidak lagi menyandang sebagai daerah tertinggal. Diantaranya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan. Sementara itu, angka kemiskinan di Bumi Multatuli mengalami penurunan dari 8,64 persen pada 2017 menjadi 8,41 persen pada 2018 atau sebanyak 108.901 orang dari 1,2 juta jiwa. Data kemiskinan tersebut merupakan hasil dari survey sosial ekonomi nasional yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik pada 2018.
Faktor lain yang membuat Kabupaten Lebak lepas dari daerah tertinggal, yaitu adanya beberapa program strategis nasional, seperti pembangunan Jalan Tol Serang – Panimbang yang menjadi penghubung wilayah Banten Utara dengan Banten Selatan. Selanjutnya, pembangunan Waduk Karian, pengoperasian double track kereta api listrik Jakarta – Rangkasbitung, dan pembangunan pusat pertumbuhan kota kekerabatan Maja.
Semua indikator tersebut menjadi dasar penetapan Lebak lepas dari predikat sebagai daerah tertinggal. Namun dalam beberapa kesempatan, Bupati Iti Octavia Jayabaya meminta kepada semua elemen masyarakat untuk tetap melakukan inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan perubahan status tersebut, pemerintah daerah tidak lantas bersantai dalam melaksanakan program kerja yang telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Jajaran birokrasi, ulama, tokoh masyarakat, dan DPRD Lebak harus termotivasi untuk meningkatkan status Kabupaten Lebak menjadi daerah maju. Sehingga ke depan, Lebak yang dikenal dengan destinasi wisata budaya Baduy dan Pantai Sawarna dapat sejajar dengan kabupaten kota lain di Indonesia.
Pada periode kedua kepemimpinan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi, keduanya mengusung visi menjadikan Lebak sebagai destinasi wisata unggulan nasional berbasis potensi lokal. Visi besar 2019 – 2024 tersebut diharapkan dapat menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi, Lebak memiliki destinasi wisata unggulan yang tidak kalah dengan kabupaten kota lain di Indonesia. Misalnya, wisata adat Baduy, kasepuhan Citorek, Cisungsang, Pantai Sawarna, Pantai Bagedur, wisata sejarah Museum Multatuli, Curug Munding, dan termutakhir negeri di atas awan Gunung Luhur.
Obyek wisata negeri di atas awan Gunung Luhur di Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber, sempat viral di media sosial dan menjadi perhatian masyarakat lokal dan nasional. Bahkan, akses jalan menuju lokasi wisata tersebut kini telah mulus setelah dibangun Pemprov Banten. Tidak hanya itu, Gubernur Wahidin Halim juga membangun masjid dengan mengadopsi arsitektur lokal.
Akselerasi pembangunan infrastruktur untuk menunjang pembangunan pariwisata dilakukan pemerintah daerah. Untuk itu, akses jalan menuju lokasi wisata menjadi prioritas utama untuk dibangun selama lima tahun ke depan.
Visi Bupati di bidang pariwisata tidak sepenuhnya mendapatkan dukungan dari masyarakat. Sebagian warga Lebak menilai, visi tersebut belum cocok dilaksanakan, karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi Bupati perempuan pertama di Lebak itu. Ditambah lagi, pembangunan pariwisata tidak sekedar membangun infrastruktur.
Tapi, kesadaran masyarakat agar sadar wisata membutuhkan waktu yang lama, sehingga penulis pesimistis visi Bupati menjadikan Lebak sebagai destinasi wisata unggulan nasional bakal tercapai pada 2024.
Pemkab Lebak diharapkan tidak fokus dalam pembangunan pariwisata dan mengabaikan pelayanan publik. Misalnya, pengentasan kemiskinan, pengentasan buta huruf, dan perbaikan infrastruktur pendidikan, kesehatan, jalan dan jembatan.
Walaupun Lebak telah keluar dari predikat sebagai daerah tertinggal, namun itu bukan jaminan Lebak terbebas dari kemiskinan. Menjelang hari ulang tahun ke-191 Kabupaten Lebak, beredar berita mengenai warga miskin yang tinggal di pos ronda di Cisangu, Kecamatan Cibadak. Ada juga warga miskin yang menderita sakit jantung dan rumahnya nyaris ambruk.
Bahkan, anak keduanya tidak sekolah gara-gara tidak memiliki biaya untuk membeli baju dan sepatu. Kabar tersebut tentu saja menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat. Apalagi, Lebak kini telah berusia cukup matang dan baru saja keluar dari predikat sebagai daerah tertinggal.
Tidak hanya soal potret kemiskinan di daerah kecamatan penyangga ibu kota kabupaten. Potret kemiskinan juga terlihat di beberapa daerah di Wanasalam, Malingping, Cimarga, dan Kalanganyar. Di kecamatan yang menjadi kantong kemiskinan tersebut, masih banyak masyarakat yang hidup dalam keterbatasan. Kondisi tersebut harus tentu saja menjadi pekerjaan rumah Bupati Iti Octavia Jayabaya dan Wakil Bupati Ade Sumardi.
Tidak hanya soal warga miskin yang hidup memprihatinkan. Infrastruktur jalan dan jembatan masih selalu menjadi sorotan selama lima tahun kepemimpinan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi. Keterbatasan anggaran di APBD selalu menjadi alibi pemerintah daerah belum bisa menuntaskan pembangunan infrastruktur di 28 kecamatan. Namun ada faktor lain yang menjadi perhatian penulis, mengapa pembangunan infrastruktur tidak kunjung tuntas. Salah satunya terkait dengan pembangunan infrastruktur yang kurang berkualitas.
Belum lagi soal sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang masih terbatas. Bahkan, beberapa waktu lalu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak mengakui masih kekurangan ratusan ruang kelas untuk mendukung kegiatan belajar mengajar (KBM). Akibatnya, ada siswa yang harus numpang belajar di madrasah atau belajar lesehan akibat ketiadaan meubeler.
Potret tersebut diatas menunjukan bahwa Lebak masih tertinggal. Karena itu, jika persoalan tersebut tidak segera ditangani maka penulis khawatir lima tahun ke depan Lebak akan kembali mengalami kemunduran. Bisa dan sangat bisa Lebak akan kembali mendapatkan predikat sebagai daerah tertinggal seperti sebelumnya.
Untuk itu, pemerintah daerah harus mengantisipasinya dengan baik. Pertama, Pemkab Lebak harus bersinergi dengan DPRD Lebak untuk melakukan akselerasi pembangunan. Kedua, program-program pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas selama lima tahun kepemimpinan Iti Octavia Jayabaya – Ade Sumardi. Ketiga, Lakukan pemerataan pembangunan. Keempat, benahi sektor pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana serta guru yang berkualitas. Selanjutnya, tingkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat di 28 kecamatan.
Dengan upaya tersebut, penulis yakin Kabupaten Lebak tidak akan kembali meraih predikat sebagai daerah tertinggal pada 2024. Lebak diyakini akan menjadi daerah maju dan sejajar dengan kabupaten kota lain di Indonesia. Selamat HUT ke-191 Kabupaten Lebak, semoga Lebak lebih maju dan sejahtera.
Penulis: Mastur Huda, SE, Penulis Ketua Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Kabupaten Lebak dan Presidium MD KAHMI Lebak