Lebak – Banjir bandang dan longsor menghantam Kabupaten Lebak, Rabu, 1 Januari 2020. Wilayah terdampak berada pada 12 desa dari empat kecamatan di Kabupaten Lebak, yakni Kecamatan Sajira, Cipanas, Lebak Gedong, Curugbitung, Cimarga, serta Maja.
Bencana ini menimbulkan kerusakan dan memakan korban jiwa. Enam warga dilaporkan tertimbun, dua hilang dan 2.000 KK mengungsi.
Rusaknya akses darat menuju lokasi bencana, membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB menerbangkan satu unit helikopter berisi logistik untuk para korban bencana banjir bandang di Lebak.
BACA JUGA: Helikopter Dikerahkan Angkut Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Lebak
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Kaprawi menyebut banjir bandang di wilayahnya membuat 28 jembatan permanen dan jembatan gantung di enam kecamatan di Kabupaten Lebak rusak.
Hal itu membuat warga beberapa desa di Kecamatan Lebak Gedong dan Kecamatan Sajira kesulitan untuk melakukan evakuasi dan mendapat bantuan pangan.
Kaprawi berharap jembatan-jembatan yang rusak akibat banjir bisa segera diperbaiki.
“Selain jembatan putus juga tiga unit gedung sekolah roboh dan jalan sepanjang 40 meter yang ambles,” kata Kaprawi seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat, 3 Januari 2020.
Gedung-gedung yang roboh antara lain bangunan SDN I dan SDN II Desa Banjarsari, serta SMPN 4 Lebak Gedong di Kecamatan Lebak Gedong.
Alih Fungsi Lahan
Dari Jakarta, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Munardo menilai, curah hujan yang jatuh di kawasan Jabodetabek belakangan ini terbilang super-ekstrem. Ia pun mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menghindari sekitar daerah aliran sungai dan daerah yang memiliki kemiringan guna menghindari bencana banjir dan longsor.
“BMKG diprediksi akan berlangsung sampai Maret, kita berikhtiar, berdoa kepada Allah supaya hujan tak terlalu besar. Kita butuh air tapi enggak semuanya juga ditumpahkan ke darat,” kata Doni.
Doni mengatakan bencana yang datang belakangan ini karena fenomena perubahan iklim. Ia menyatakan fenomena itu kebanyakan terjadi karena perubahan alih fungsi lahan yang terjadi di berbagai daerah.
“Kawasan hutan dan konservasi jadi perkebunan dan tambang. Ini peringatan kepada smeuruh pemimpin daerah haris memperhatikan keseimbangan alam. Jangan sampai mendapatkan keuntungan ekonomi besar tapi korban jiwanya juga besar,” kata Doni.
Editor: Darussalam Jagad Syhadana
Sumber: CNNIndonesia.com