Beda dengan John Kei, Kelompok di Tangerang Ini Bekerja Senyap sampai Tokoh Nasional Jadi Korbannya

Date:

Tokoh nasional R. Oto Iskandar Dinata yang diculik dan dibunuh kelompok pemuda asal Tangerang. (Foto: kemdikbud.go.id)

Tangerang – Heboh pemberitaan kelompok John Kei yang terlibat penyerangan di Green Lake dan Cengkareng, Ahad, 21 Juni 2020, menguar kembali ingatan Djamin (77), seorang tokoh di wilayah Tangerang Utara.

Djamin yang saat ini tinggal di Desa Pakuhaji, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, adalah Ketua Harian Warga Jaya, Kabupaten Tangerang. Warga Jaya adalah organisasi bentukan TNI.

Dunia preman menjadi lekat dalam keseharian Djamin, karena selama kurun tahun 1970-1990, dia bertugas membina dan mengarahkan preman-preman supaya tak lagi meresahkan. Mereka ditampung menjadi petugas keamanan saat industri mulai masuk ke Tangerang.

Saat usianya masih belia, Djamin ingat sejumlah nama-nama tenar dalam dunia hitam asal Tangerang. Mereka sama-sama berasal dari wilayah Tangerang Utara.

“Dulu (preman di Tangerang) banyak, bukan satu saja. Ada Aba Goak kalau orang-orang kriminalnya. Sampai sekarang beliau masih ada (hidup). Usianya sekitar 110 tahun,” terang Djamin membuka perbincangan dengan BantenHits.com lewat telepon, Kamis, 25 Juni 2020.

Menurut Djamin, sosok Aba Goak di usianya yang sudah ‘melampaui’ senja ini, saat ini tinggal di sebuah kecamatan di wilayah Tangerang Utara.

“Dia hidup berpindah-pindah,” kata Djamin.

Aba Goak ditakuti karena dikenal bengis. Selain beroperasi di Tangerang dia kerap beroperasi ke luar Tangerang, tergantung pihak yang order jasanya.

Selain Aba Goak, wilayah Tangerang Utara punya sederet nama berpengaruh seperti Ki Munah, Ki Saica, Mad Yasin, dan Ki Urus.

Selain bengis, mereka punya ciri khas saat beroperasi, yakni bekerja dalam senyap alias diam-diam tidak melakukan penyerangan terbuka beramai-ramai.

“Mereka semua ada di bawah naungan Partai Murba pada saat Adam Malik (ketuanya). Itulah kenapa Adam Malik bisa jadi orang karena (ada andil) orang Tangerang,” ungkap Djamin.

Dalam laman Wikipedia disebutkan, Partai Murba atau Musyawarah Rakyat Banyak adalah partai politik Indonesia yang didirikan pada 7 November 1948 oleh Tan Malaka, Chaerul Saleh, Sukarni dan Adam Malik.

Partai ini sempat dibekukan pada September 1965, akan tetapi setahun kemudian partai ini direhabilitasi oleh pemerintah yang dalam masa peralihan dari Soekarno ke Soeharto. Pada tahun 1971, partai ini mengikuti Pemilu 1971 akan tetapi pada Pemilu 1977 partai ini dilebur dalam Partai Demokrasi Indonesia.

Pada era demokrasi dibuka kembali oleh pemerintah di Pemilu 1999, partai ini muncul kembali dengan nama Partai Murba dengan nomor urut 31, akan tetapi karena tidak memenuhi electoral threshold partai ini lenyap kembali. Pemilu berikutnya partai ini mulai bangkit kembali dengan nama Partai Murba Indonesia meskipun tidak lolos seleksi untuk mengikuti Pemilu 2009.

Penculikan Tokoh Nasional

Tangerang Utara tercatat dalam sejarah kelam perjuangan nasional 1945. Seorang tokoh nasional asal Jawa Barat, R. Oto Iskandar Dinata diculik kelompok preman asal Tangerang Utara yang menamakan diri Laskar Hitam.

Penculikan dan pembunuhan terhadap Oto Iskandar Dinata baru diketahui sekitar tujuh tahun kemudian atau 1952 setelah para pelakunya tertangkap.

Dalam Buku Sejarah Kabupaten Tangerang yang ditulis Edi S. Ekajati, pada tanggal 20 Desember 1945, R. Otto Iskandar Dinata dibunuh di pesisir Mauk–tempat ini diyakini sebagai Pantai Ketapang, Mauk–oleh sekawanan yang menyebut kelompok Laskar Hitam. Aca, salah seorang anggota kelompok Laskar Hitam yang melakukan eksekusi pembunuhan itu.

Peristiwa yang menimpa R.Otto Iskandar Dinata tersebut berawal dari datangnya surat telegram dari Jakarta pada awal Desember 1945 kepada R.Otto Iskandara Dinata yang saat itu sedang berada di Bandung. Telegram tersebut menyebutkan, R.Otto Iskandar Dinata diminta datang ke Jakarta untuk menghadap pemerintah pusat.

Kenyataannya, pemerintah pusat saat itu tak pernah meminta R.Otto Iskandar Dinata untuk menghadap. R.Otto Iskandar Dinata yang saat itu tengah berada di rumahnya di Jalan Kapas, Nomor 2, Jakarta, diculik oleh kelompok Laskar Hitam.

Kelompok Laskar Hitam yang melakukan penculikan terhadap R.Otto Iskandar Dinata tersebut terdiri dari Mujitaba, berasal dari Teluk Naga; Usman, berasal dari Kampung Bayur; Lamping, Mukri, dan Enjon yang berasal dari Sepatan.

Menurut penuturan mereka, setelah diculik dari rumahnya, R.Otto Iskandar di Nata ditahan di Tanah Tinggi, Kota Tangerang selama lima hari (10-15 Desember 1945). Dari tanah tinggi R.Otto Iskandar di Nata kemudian dipindahkan ke Mauk, hingga akhirnya dieksekusi pada 20 Desember 1945.

Hingga saat ini, motif sesungguhnya dari penculikan dan pembunuhan terhadap R.Otto Iskandar di Nata masih menjadi misteri dan belum terkuak secara jelas.

Dilihat dari konteks arena perjuangan R.Otto Iskandar di Nata dan suasana revolusi kemerdekaan Indonesia, sikap dan langkah R.Otto Iskandar di Nata tidak berhubungan langsung dengan daerah Tangerang. Karenanya, sangat tidak mungkin masyarakat Tangerang memiliki dendam terhadap R.Otto Iskandar di Nata.

Yang paling memungkinkan, inisiatif penculikan dan pembunuhan terhadap R.Otto Iskandar di Nata itu, dilakukan oleh pihak tertentu dari kalangan pemimpin perjuangan Indonesia sendiri yang menaruh curiga dan khawatir serta menilai R.Otto Iskandar Dinata sebagai sosok berbahaya bagi kepentingan diri dan kelompok mereka dalam lingkungan pemerintahan Republik Indonesia masa itu dan masa mendatang.

Dalam laman kemdikbud.go.id disebutkan, 18 Agustus 1945, diselenggarakan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dalam sidang ini, Oto mengusulkan agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dipilih secara aklamasi sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

Setelah Undang-undang Dasar RI disahkan dan Presiden beserta wakilnya terpilih, maka dalam rangka mengisi aparat pemerintah pusat, Oto diangkat menjadi Menteri Negara RI yang pertama.

Di samping itu, Oto juga memimpin Badan Pembantu Prajurit dan turut aktif membangun BKR (Badan Keamanan Rakyat). Oto juga menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Oto merupakan orang pertama yang menyerukan kata “Indonesia Merdeka”, karena Oto memiliki keyakinan bahwa Indonesia pasti merdeka. Seruan tersebut kemudian diteriakkan dengan suara lantang olehnya di tangga gedung Jawa Hokokai.

Pada awal masa mempertahankan kemerdekaan, banyak kesalahpahaman yang terjadi antara pemuda dengan para pemimpin pemerintahan dari tuduhan berkolaborasi dengan Jepang hingga tuduhan sebagai mata-mata NICA.

Hal ini menyebabkan terjadinya penculikan terhadap para pemimpin pemerintahan. Oto termasuk salah satu tokoh yang juga diculik oleh para pemuda tersebut. Oto meninggal pada tanggal 20 Desember 1945 di Pantai Ketapang, Mauk Tangerang.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related