Beda Nasib dengan Kampung Milyarder, Warga Korban Gusuran Tol Serpong-Balaraja Malah Tinggal di Kontrakan Petak

Date:

Ilustrasi Tol Serpong-Balaraja. (Foto: Liputan6.com)

Tangerang – Cerita ganti untung pembebasan lahan bagi warga terdampak pembangunan, mungkin hanya terjadi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Salah satu desa di Kabupaten Tuban yakni, Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, mendadak disebut “kampung miliarder”. Pasalnya, ratusan warga setempat mendadak jadi kaya raya setelah menjual tanahnya kepada PT Pertamina untuk kepentingan proyek pembangunan kilang minyak New Grass Root Refinery (NGRR) yang bekerja sama dengan perusahaan Rusia, Rosneft.

Lain cerita, warga di Kecamatan Cilenggang, Kota Tangerang Selatan, Banten, justru jadi kesusahan setelah kehilangan rumah dan tanah yang telah ditempati puluhan tahun akibat digusur proyek Tol Serpong-Balaraja.

Boro-boro mendadak menjadi milyarder seperti warga Desa Sumurgeneng, warga Cilenggang kini malah jadi tinggal di kontrakan petak.

Dikutip BantenHits.com dari Merdeka.com, nasib tragis tersebut salah satunya dialami Wagino (54) warga Kampung Cilenggang 2, RT03/RW07, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

Hingga saat ini, bahkan Wagino masih tak menyangka rumah tinggal pertama yang dia bangun di kawasan Cilenggang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, digusur, imbas pembebasan lahan pembangunan jalan tol Serpong-Balaraja.

Dia pun kecewa karena uang ganti rugi yang diterimanya tak cukup untuk membeli rumah di kawasan itu.

Tepatnya 25 Februari 2021 lalu, rumah seluas 75 meter yang ditinggali Wagino bersama istri dan dua orang anaknya sejak tahun 1999 itu dibongkar sejumlah alat berat yang mendapat pengawalan ketat petugas Kepolisian, Satpol PP dan TNI.

Wagino menegaskan, dirinya sama sekali tidak menolak penggusuran ini, asal lahannya dihargai pantas.

“Bukan menolak pembangunan yang dilakukan pemerintah, tapi kami menuntut penilaian harga atas lahan kami yang pantas. Apalagi kami juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” ucap Wagino.

Akibat penggusuran itu, dia bersama dua orang anak dan istrinya terpaksa mengontrak dua kamar, tak jauh dari rumahnya yang telah dihancurkan.

“Walaupun saya bukan asli orang sini, banyak kenangan saya dan keluarga di rumah itu. Makanya saya sangat sedih kalau melihat rumah saya itu,” jelas dia.

Pria yang bekerja di perusahaan produksi beton di kawasan industri Taman Tekno, BSD itu mengaku sangat kecewa dengan tim dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) yang menilai harga tanahnya jauh di bawah harga pasaran.

“Saya ambil di sini dulu itu karena dekat tempat kerja. Sekarang dengan nilai ganti rugi Rp 4 juta sekian per meter itu saya engga akan bisa dapat rumah lagi di wilayah Tangsel,” sesal dia.

Apalagi saat ini kondisi ekonomi dari hasil upah pekerjaannya tidak seperti sebelum pandemi. Separuh gajinya saat ini habis untuk membayar sewa dua kamar kontrakan yang ditinggali bersama anak dan istrinya.

“Sekarang separuh gaji saya buat bayar kontrakan. Sejak pandemi sudah tidak ada lagi lembur. Kenyataan saya juga enggak punya rumah,” jelasnya.

Juru bicara warga, Masfur Sidik memaparkan, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang telah mengeksekusi 23 bidang lahan dan bangunan warga Kampung Cilenggang 2, Kelurahan Cilenggang, Kecamatan Serpong pada 25 Februari 2021. Salah satu yang dieksekusi adalah rumah milik keluarga Wagino.

Saat ini 46 pemilik bidang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sementara itu 57 pemilik bidang lainnya melayangkan gugatan perdata ke PN Tangerang.

“Proses hukum saat ini masih berlangsung, untuk pengajuan kasasi ada dua kelompok. Kelompok pertama kasasi 18 bidang, kelompok kedua 28 bidang dan ada yang berupaya gugatan perkara perdata 26 bidang, serta 31 pemilik bidang yang terisolir juga melayangkan gugatan perdata,” ucap dia.

Sebelumnya ratusan warga pemilik lahan di 4 wilayah RW, Kelurahan Cilenggang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, memprotes kebijakan sepihak panitia pengadaan tanah tol Serpong-Balaraja. Mereka merasa dirugikan karena lahan mereka yang terkena proyek itu dihargai sangat murah.

“Kami memprotes penilaian ganti kerugian atas lahan kami. Bukannya untung, kami benar-benar rugi dengan penilaian dari pihak pelaksana proyek,” ungkap Masfur Sidik, Selasa, 30 Maret 2021.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related