Pandeglang – Masjid Baitul Arsy, di kaki Gunung Karang, Kabupaten Pandeglang, Banten, disebut-sebut sebagai masjid tertua di Kota Santri. Masjid berukuran 13 x 10 meter ini masih terawat dengan baik dan sering dijadikan tempat ibadah oleh warga.
Bangunan masjid ini menghadap ke Gunung Karang dan memiliki tiga pintu. Dua pintu samping (kiri-kanan) dan satu pintu masuk bagian depan masjid. Di atap masjid terdapat kubah yang terbuat dari kayu, tiang masjid masih terlihat kokoh, termasuk pondasi bawah masjid yang juga terbuat dari kayu.
Selain itu, tampak bagian depan masjid tempat imam masih terlihat utuh, termasuk benda kuno seperti kentongan kayu, masih tergantung di luar masjid dan terlihat masih bagus. Uniknya, sambungan tiang kayu dan lainnnya, tidak menggunakan paku.
“Bahan matrial bangunan yang mayoritas terbuat dari kayu dengan ukuran rata-rata 13 x 10 meter tetap masih kokoh. Desain bangunan juga belum ada yang berubah sejak dulu,” ungkap Busro, seorang pengurus Masjid Baitul Arsy, Senin 19 April 2021.
Busro menjelaskan, masjid kayu ini belum pernah direhab berat. Sedangkan perluasan bangunan dengan konstruksi tembok, diperlukan semata-mata untuk menampung jamaah yang melaksanakan shalat pada waktu-waktu tertentu, seperti shalat Jum’at, shalat idul fitri dan shalat idul adha.
“Paling yang pernah diperbaiki itu bagian atap bangunan. Yang lainnya mah enggak, karena bagian bangunan yang lain masih kokoh,” katanya.
“Masih Mister”
Tahub pembangunan masjid ini masih mejadi misteri, sebab belum ada seorangpun yang bisa memastikan kapan Masjid Tua di Kampung Pasir Angin, Kelurahan Pager Batu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten ini mulai didirikan.
Selain itu tidak ada catatan atau manuskrip yang pasti kapan masjid ini dibangun, material kayu berjenis apa. Meski demikian, banyak cerita rakyat yang muncul terkait kapan pembangunan masjid ini dibuat.
Konon masjid ini dibangun sekitar 400 tahun lalu, yang dibangun oleh almarhum Syekh Ageng Karan, sebagai sarana peribadahan umat islam kala itu. Selain mendirikan masjid, waliyullah ini juga mendirikan pondok pesantren (Ponpes) di wilayah tersebut.
Busro juga tidak menampik, jika dirinya tidak tahu persis kapan Masjid Baitul Arsy tersebut dibangun. Sebab ayahnya saja yang meninggal pada usia 120 lalu, tidak tahun kapan dibangunnya Masjid tersebut, namun perkiraan usia Masjid kuno sudah ada 400 tahun lebih.
“Perkiraan usia Mesjid sudah 4 abad,” singkatnya.
Masjid ini sering dikunjungi ulama-ulama kharismatik di Provinsi Banten dan luar Banten. Selain ulama, masjid ini juga kerap didatangi penziarah, usai berziah ke makam Syekh Ageng Karan dan Syekh Rako, yang lokasinya hanya sekitar 500 meter dari masjid.
“Sampai saat ini juga Mesjid kuno masih kerap dikunjungi oleh ulama – ulama kharismatik,” tandasnya.
Belum Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya
Kasi Pelestarian Lingkungan dan Cagar Budaya pada Disdikbud Pandeglang, Tateng Aji menyebut, masjid Baitul Arsy belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Alasanya, tidak ada tim ahli yang pernah melakukan penelitian lebih dalam terkait masjid tersebut.
“Kalau masjid yang berada di Pasir Angin ini (Belum) cagar budaya, belum ada ahli yang melakukan penelitian kembali. Ya kami harap masyarakat tetap menjaganya, jangan sampai diubah bentuknya,” ungkapnya.
Sedangkan untuk menjaga dan melestarikan bangunan atau benda benda bersejarah, Dindikbud Kabupaten Pandeglang terus melakukan sosialisasi. Salah satunya dengan mengajarkan pentingnya melestarikan cagar budaya di lingkungan sekolah.
“Kami selalu melakukan sosialisasi ke setiap sekolah agar selalu menjaga dan melestarikan cagar budaya,” tandasnya.
Editor : Engkos Kosasih