Wakil Rakyat dari Banten Minta Rencana Penghapusan PLTU Tak Jadi Akal-akalan PLN Naikan Tarif Listrik! 

Date:

PROYEK PLTU SURALAYA
FOTO Ilustrasi: Sebuah bukit di Pulomerak, Kota Cilegon, digunakan untuk dijadikan PLTU Suralaya proyek Unit 9 dan 10.(Dok. BantenHits.com)

Jakarta – Pemerintah Pusat berencana menghapus pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dan segera beralih ke pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).

Namun, wakil rakyat dari Banten yakni Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta rencana penghapusan PLTU oleh Pemerintah bukan sekedar wacana.

Pernyataan Mulyanto bukan tanpa alasan. Pasalnya, hingga saat ini, niatan pemerintah menghapus PLTU belum tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.

Parahnya lagi, RPUTL PLN 2021-2030 yang sampai hari ini belum diterbitkan. Padahal lebih dari lima bulan molor dari jadwal yang ditentukan.

Padahal, menurut Mulyanto, sebelumnya Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan Pemerintah secara bertahap akan beralih dari PLTU ke pembangkit listrik EBT.

Selain Luhut, secara terpisah Dirjen Ketenagalistrikan dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, Jumat, 28 Mei 2021, mengatakan hal yang sama.

“RUPTL itu kan rencana usahanya PLN, namun prakteknya tersandera Pemerintah, yang terus molor hingga hari ini. Pemerintah intervensi RUPTL terlalu dalam sehingga melupakan jadwal,” tegas Mulyanto melalui keterangan tertulis kepada BantenHits.com, Senin, 31 Mei 2021.

Dalam RDP yang digelar Jumat lalu, lanjutnya, PLN mengakui menemui kendala dalam upaya mengejar target bauran EBT 23%. Apalagi, mayoritas kontrak dengan Independent Power Producer (IPP) dan pihak ketiga lainnya menggunakan asumsi pertumbuhan listrik yang tinggi, yang realitanya anjlok lebih dari separuhnya.

Mulyanto yang merupakan kader PKS ini menegaskan, partainya pada prinsipnya setuju dilakukan penghapusan secara bertahap listrik dari sumber batu bara ini. Hal ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menargetkan energi dari sumber EBT sebesar 23% dari bauran energi pada tahun 2025, yang hanya tinggal 4 tahun lagi.

“Kita setuju itu, namun bukan tanpa catatan,” imbuh Mulyanto.

Jangan Akal-akalan Naikan Tarif Listrik!

Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi Partai Keadilan (FPKS) dari dapil Banten, Mulyanto saat rapat di Gedung DPR RI. (Foto: Dok. Tim Media Mulyanto)

Mulyanto membeberkan catatan yang dia maksud, pertama, penghapusan listrik dari sumber batubara dan introduksi EBT yang semakin tinggi itu haruslah tidak mengorbankan pelanggan, masyarakat pada umumnya. Artinya semua itu jangan sampai menjadi alasan bagi kenaikan tarif listrik (TDL).

“Jadi soal penghapusan PLTU ini jangan dijadikan akal-akalan untuk menaikan tarif listrik di tengah pandemi yang belum usai. Kasihan masyarakat kalau harus dibebani oleh kenaikan tarif listrik ini,” tegasnya.

Kedua, penghapusan PLTU secara bertahap itu jangan juga sampai mengerdilkan PLN. Menurutnya kasihan PLN yang sudah terbelit utang ini kalau sampai dipaksa untuk membeli listrik EBT yang mahal.

“Ujung-ujungnya untuk menutupi harga listrik yang tidak kompetitif tersebut, Pemerintah menggelontorkan subsidi untuk dinikmati pengusaha listrik EBT.

Listrik EBT ini sudah seharusnya didorong mekanisme yang lebih kompetitif dan sehat. PLN akan bangkrut, kalau setiap listrik swasta yang mahal wajib dibeli oleh PLN.

Sumber EBT yang lain harus belajar dari sumber energi surya (PLTS), yang bersama perkembangan teknologi dan ekosistem bisnis yang baik, harganya terus turun,” kata Mulyanto.

Untuk diketahui berdasarkan data Kementerian ESDM, pada tahun 2013 harga listrik dari sumber tenaga surya sebesar 20 sen dolar (per kWh). Lima tahun terakhir harganya menurun sampai separonya menjadi 10 sen.

Dan data terbaru menyebutkan PLTS Apung di Cirata harganya 5,8 sen dolar (per kWh). Bahkan, diinformasikan ada calon investor yang berminat untuk investasi pembangunan PLTS di Tanah Air dengan harga listrik hanya sebesar 4 sen dolar per kWh. Di beberapa negara Asean harga listrik dari PLTS ini bahkan bisa mencapai 1.7 sen/kWh.

Harga EBT yang di bawah BPP (biaya pokok pembelian) energi fosil itu yang kita dorong, sehingga harga listrik ini menguntungkan rakyat dan tidak membebani APBN Negara.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Soal Maraknya Spanduk Bergambar ASN Jelang Pilkada, BKPSDM: Mungkin Itu Bentuk Kecintaan Masyarakat

Berita Tangerang - Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber...

Dua Calon Bupati Tangerang 2024-2029 Sudah Mengambil Formulir di DPC Demokrat, Mad Romli Jadi yang Pertama

Berita Tangerang - Dua calon bupati Tangerang 2024-2029 sudah...