Serang – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Asep Nana Mulyana memastikan, pihaknya tidak akan mengorbankan para pimpinan pondok pesantren penerima dana hibah dalam pengusutan dugaan korupsi dana hibah pondok pesantren di Banten.
Hal tersebut disampaikan Asep saat menerima para ulama besar di Banten di Kejati Banten, Selasa, 8 Juni 2021. Para ulama datang untuk memberikan dukungan agar Kejati Banten mengusut tuntas kasus dugaan korupsi hibah pondok pesantren di Banten.
“Saya ingin tegaskan pula di sini bahwa kami menjamin tidak akan mengorbankan para pimpinan ponpes penerima dana hibah. Sebab mereka adalah pihak yang dikorbankan oleh segelintir oknum yang terlibat,” tegas Asep seperti dilansir keterangan tertulis yang dibagikan Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada yang merupakan pelapor kasus dugaan korupsi hibah pesantren tersebut.
Para ulama dalam pertemuan itu menyampaikan lima hal kepada Kejati Banten. Di antaranya, bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Karenanya harus diperangi bersama.
Kemudian ulama juga meminta, perkara yang dilaporkan ALIPP harus dituntaskan oleh aparat penegak hukum tanpa tebang pilih, siapapun yang terlibat. Sehingga ke depan perhatian dari pemerintah terhadap pondok pesantren tersalurkan secara utuh, tanpa potongan dan manipulasi.
Pertemuan di Rumah Dinas
Kejati Banten sejauh ini telah menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan korupsi, yakni Epi Saepul, seorang pengurus Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kecamatan Labuan; TB Asep, pemimpin salah satu pondok pesantren di Pandeglang; Agus Gunawan, pekerja harian lepas di Biro Kesra Banten; Irfan Santoso, mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten; dan Toton Suriawinata, mantan Ketua Tim Verifikasi Dana Hibah.
Dikutip BantenHits.com dari laporan investigasi detikX, detik.com, dalam penggalan berkas acara pemeriksaan (BAP) terhadap Irfan Santoso disebutkan bahwa Gubernur Banten, Wahidin Halim pernah memanggil Irfan ke rumah Gubernur di Jalan Brigjen Syam’un, Serang, pada Agustus 2019.
Pertemuan dengan Wahidin itu dihadiri pula oleh Kepala Bappeda Muhtarom, Kepala Inspektorat Provinsi Banten Kusmayadi, serta Kepala Biro Pembangunan dan Administrasi Pembangunan Setda Banten Ahmad Syaukani.
Dalam pertemuan itu, Wahidin sempat menanyakan perkembangan pencairan dana hibah pesantren kepada Ahmad. Ahmad lantas menjawab bahwa dana hibah pesantren belum bisa dicairkan karena belum ada rekomendasi dari Irfan. Sebelum Irfan sempat menjelaskan terkait rekomendasi tersebut, Wahidin langsung menegurnya.
“Kamu dulu mau diperintah Bu Atut (mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah) meskipun disuruh melakukan pemotongan dana dari penerima hibah. Kenapa tidak mau saya suruh untuk membantu para kiai melalui pondok pesantrennya dengan mempersulit, padahal itu ibadah,” kata Wahidin seperti diceritakan Irfan kepada para penyidik Kejati.
Barulah setelah itu Irfan menjawab dia belum bisa memproses pencairan dana hibah lantaran belum ada proposal yang masuk ke Biro Kesra hingga Agustus 2019. Sedangkan berdasarkan Pergub Nomor 10 Tahun 2019, batas akhir pengajuan proposal bantuan hibah pesantren untuk tahun 2020 mesti diajukan selambat-lambatnya pada Mei 2019.
“Selama sebelum saya berangkat haji (Agustus 2019), tidak ada proposal masuk,” kata Irfan seperti ditirukan pengacaranya, Alloy Ferdinand.
Atas permintaan Wahidin itulah, Irfan lantas mengakali pencairan dana hibah dengan menggunakan data FSPP dan Kementerian Agama. Walhasil, tanpa ada proposal dari pondok pesantren sekalipun, dana hibah tetap dicairkan pada Mei-Juni 2020.
Sebelum ditransfer ke ribuan ponpes di seantero Banten, penyerahan dana hibah tersebut dilakukan secara simbolis oleh Wahidin kepada pemimpin Pondok Pesantren Al Mizan Anang Azhari pada 18 Februari 2020.
Dalam laporan investigasi detikX itu disebutkan, Wahidin awalnya tidak membantah adanya pertemuan dengan Irfan. Dia mengatakan pertemuan bersama pejabat Pemprov itu merupakan sebuah hal lazim dalam pemerintahan. Lagi pula, kata dia, ihwal yang dibahas dalam pertemuan itu tidak hanya soal hibah pesantren.
Tetapi saat ditegaskan kembali apakah betul ada pertemuan itu, politikus Partai Demokrat ini kemudian menyebut tidak pernah ada pertemuan.
Editor: Fariz Abdullah