Ketika Presiden Jokowi ‘Disebut’ Saksi Dugaan Korupsi Masker di Banten

Date:

610ac1674ea28
Kepala Dinas atau Kadis Kesehatan Banten Ati Pramudji Hastuti saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker. (Foto: Kompas.com)

Serang – Sidang kasus dugaan korupsi mark up harga masker untuk tenaga medis di Banten saat ini tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Serang.

Sidang teranyar digelar Rabu, 4 Agustus 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi untuk tiga terdakwa, yakni pejabat Dinkes Banten Lia Susanti, Direktur PT Right Asia Medika (RAM) Wahyudin Firdaus dan rekanan, Agus Suryadinata.

Ada yang menarik dalam sidang tersebut, yakni ketika Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti menyampaikan kesaksiannya.

Dikutip BantenHits.com dari Kompas.com, Ati Pramudji mengaku menyetujui perubahan rencana anggaran biaya (RAB) pengadaan 15.000 masker dari harga satuan Rp 70.000 menjadi Rp 220.000.

“Saat itu pilihannya kalau kita tidak merubah RAB, maka kita tidak bisa membeli masker dalam kondisi saat itu. Di mana saat itu sangat diperlukan oleh tenaga kesehatan,” kata Ati.

Menurut dia, dalam situasi darurat, pihaknya harus tetap membeli atau menyediakan masker meskipun dengan harga satuan yang tinggi, yakni Rp 220.000.

Ati menyebut, kebijakannya merujuk pada keputusan Presiden Joko Widodo. Namun tak dijelaskan keputusan yang dimaksud.

“Dalam Keputusan Presiden diutamakan terkait dengan nyawa dari para tenaga kesehatan yang ada, dan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19,” ujar Ati.

Penelusuran BantenHits.com keputusan Presiden Jokowi terkait pengadaan barang dan jasa saat Pandemi COVID-19 berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Inpres ini memuat tujuh poin yang ditujukan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Para Gubernur seluruh Indonesia, da Para Bupati/Wali Kota seluruh Indonesia.

Berikut tujuh poin yang terdapat pada Inpres Nomor 4 Tahun 2020 yang efektif berlaku 20 Maret 2020:

KESATU:

Mengutamakan penggunaan alokasi anggaran yang telah ada untuk kegiatan-kegiatan yang mempercepat penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Refocussing kegiatan, dan realokasi anggaran) dengan mengacu kepada protokol penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah dan rencana operasional percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

KEDUA :

Mempercepat refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan segera mengajukan usulan revisi anggaran kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya.

KETIGA:

Mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan untuk mendukung percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan mempermudah dan memperluas akses sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang ‘dan
Jasa Pemerintah, dan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu.

KEEMPAT:

Melakukan pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

KELIMA:

Melakukan pengadaan barang dan jasa alat kesehatan dan alat kedokteran untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan memperhatikan barang dan jasa sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

KEENAM:

Khusus kepada:

1. Menteri Keuangan untuk memfasilitasi proses revisi anggaran secara cepat, sederhana, dan akuntabel.

2. Menteri Dalam Negeri untuk mengambil langkahlangkah lebih lanjut dalam rangka percepatan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan atau perubahan peraturan kepala Daerah tentang penjabaran APBD untuk percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kepada Gubernur/Bupati/Wali Kota.

3. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan percepatan penylapan dan pembangunan infrastruktur yang diperlukan dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

4. Menteri Kesehatan untuk mempercepat pemberian registrasi alat kesehatan dan alat kedokteran untuk penanganan Corona Vims Disease 2019 (COVID-19) yang belum memiliki nomor registrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan pendampingan dan pengawasan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap akuntabilitas keuangan negara untuk percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

6. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk melakukan pendampingan pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

KETUJUH :

Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab.

Selain Inpres Nomor 4 Tahun 2020, Kepala LKPP menerbitkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang efektif berlaku 23 Maret 2020.

Kemudian Kepala LKPP juga menerbitkan kembali Surat Edaran Nomor 32 Tahun 2020
Tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada Masa Bencana Nasional Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berlaku per 15 Desember 2020.

Sudah Berkoordinasi

Kembali pada kesaksian Ati, di hadapan majelis hakim Ati juga mengatakan, pihaknya sudah berusaha melakukan penawaran kepada PT RAM selaku penyedia masker, agar bisa menurunkan harga dari Rp 220.000 menjadi Rp 200.000.

Sebab, Dinkes Banten sebelumnya mengacu pada pengadaan sebelumnya dengan membeli masker kepada PT BMW sebanyak 1.200, dengan harga per buah Rp 200.000.

“Turun dong (harganya) minimal sesuai PT BMW Rp 200.000. Tapi, PT RAM memenuhi syarat, kami tidak punya pilihan lagi,” ucap Ati.

Menurut Ati, perubahan RAB pengadaan masker terpaksa dilakukan karena situasi pandemi COVID-19.

Kemudian, pada awal pandemi terjadi kelangkaan masker, sehingga harganya melonjak.

“Jadi awal penyusunan RAB kita tidak mengetahui situasinya ke depan seperti apa saat itu. Awalnya Rp 70.000, kemudian disesuaikan lagi jadi Rp 220.000,” kata Ati.

Ati menegaskan bahwa sebelum merubah RAB, pihaknya terlebih dahulu berkoordinasi dengan Satgas Akuntabilitas Keuangan Daerah (AKD) Pemprov Banten.

“Teknik merubahnya (harga satuan masker di RAB)  juga kita koordinasikan dengan tim Satgas AKD. Kita juga ke BPKAD selaku bendahara Pemprov,” kata Ati.

Editor: Fariz Abdullah

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

    View all posts

Cek Berita dan Artikel yang lain di:

Google News

Terpopuler

Share post:

spot_img

Berita Lainnya
Related