Serang – Dugaan korupsi pengadaan masker untuk tenaga medis di Banten yang saat ini kasusnya sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Serang, benar-benar bikin publik geleng-geleng kepala.
Persidangan pelan-pelan mengungkap peran pihak-pihak yang terlibat, serta menggambarkan alur bagaimana harga masker KN95 yang harga normalnya Rp 70 ribu bisa menjadi Rp 220 ribu per pcs, sehingga negara mengalami kerugian Rp 1,6 miliar.
Tiga Tahap Refocussing
Dalam Laporan Keuangan Pemprov Banten 2020 yang salinannya diperoleh BantenHits.com, Pemerintah Provinsi Banten sepanjang Maret – April 2020 telah melakukan tiga kali refocussing anggaran untuk penganan COVID-19 dengan total anggaran Rp 2 triliun lebih dengan rincian:
Refocussing Tahap 1
Refocussing tahap 1 dilakukan Pemprov Banten pada 20 Maret 2020 berdasarkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penjabaran APBD 2020.
Anggaran refocussing tahap 1 ini mencapai Rp 161,164 miliar yang dialokasikan untuk:
– Kesehatan sebesar Rp 150,2 miliar
– Pelayanan kesehatan Rp 11 miliar
Refocussing Tahap II
Refocussing tahap II dimulai pada 9 April 2020 berdasarkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 9 tahun 2020 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Gubernur Banten Nomor 45 tahun 2019 tentang penjabaran APBD 2020.
Pada refocussing tahap II ini Pemprov Banten menggelontorkan dana Rp 1,071 triliun untuk anggaran:
– Kesehatan Rp 105, 69 miliar
– Dampak Ekonomi Rp 32 miliar
– Jaring Pengaman Sosial Rp 934,063 miliar
Refocussing tahap III
Refocussing tahap III dimulai 30 April 2020 berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 9 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Gubernur Banten Nomor 45 tahun 2019 tentang penjabaran APBD 2020.
Pada refocussing tahap III ini Pemprov Banten menggelontorkan dana Rp 901 miliar untuk anggaran:
– Dampak Ekonomi Rp 213,5 miliar
– Jaring Pengaman Sosial Rp 247,966 miliar
– Bantuan keuangan untuk Pemkab/Pemkot di Banten Rp 440 miliar.
Selanjutnya, dalam perubahan APBD 2020, Pemprov Banten menganggarkan untuk penanggulangan COVID-19 tersebut menjadi Rp 1,2 triliun yang dialokasikan dalam anggaran belanja sebagai berikut:
– Belanja Tak Terduga (BTT) sebesar Rp 770 miliar yang terdiri atas: bidang kesehatan Rp 265,4 miliar; Jaring Pengaman Sosial Rp 247,9 miliar; Dukungan Industri dan Pemulihan Ekonomi Rp 20 miliar; dan Kebencanaan Rp 11,7 miliar.
– Belanja Pelayanan kesehatan pada BLUD Rp 11 miliar.
– Belanja Bantuan Keuangan Pemkab/Pemkot di Banten Rp 440 juta.
Dari BTT Korupsi Bermula
Dari anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) Pemprov Banten tahun 2020 sebesar Rp 770 miliar untuk penanganan COVID-19, diketahui hingga Desember 2020, dana tersebut telah direalisasikan Rp 576,9 miliar atau 74,9 persen dari anggaran.
Kegiatan yang dianggarkan melalui BTT 2020 direncanakan untuk dilaksanakan oleh sepuluh perangkat daerah berdasarkan program dan kegiatan, namun pada pelaksanaan hanya dilaksanakan sembilan dinas yakni:
1. BPBD Rp 12,6 miliar
2. Satpol PP Rp 728 juta
3. Dinas Kesehatan Rp 249,7 miliar
4. Dinas Sosial Rp 432,3 miliar
5. Dinas Pertanian Rp 2,3 miliar
6. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rp 1,9 miliar
7. Dinas Kelautan Rp 250 juta
8. Dinas Koperasi UKM Rp 2,5 miliar
9. Dinas Ketahanan Pangan Rp 9,2 miliar.
Berdasarkan alokasi anggaran, Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan diketahui menjadi dinas terbanyak yang melaksanakan kegiatan dari anggaran BTT 2020 untuk penanggulangan COVID-19.
Untuk penanganan kesehatan selama penangan COVID-19 dengan leading sector Dinas Kesehatan, dalam laporan keuangan Pemprov Banten 2020 disebutkan penggunaan anggaran untuk:
1. Barang pelindung diri bagi warga, komunitas masyarakat, dan petugas medis terdiri masker, hand sanitizer, vitamin, alat pelindung diri, dan sarung tangan karet.
2. Alat uji deteksi COVID-19 terdiri rapid test kit, swab test kit, dan thermo gun.
3. Peningkatan sarana fasilitas kesehatan seperti kamar isolasi, tempat tidur pasien, ventilator, dan pos COVID-19.
4. Penyemprotan disinfektan
5. Pemberian insentif bagi tenaga kesehatan, tenaga penyidik (investigator) korban yang terpapar COVID-19 dan tenaga lainnya yang terlibat dalam penangan pandemi COVID-19.
6. Pengadaan alat dan bahan evakuasi korban positif COVID-19 seperti perlengkapan pasca-korban wafat, tandu, sepatu bot, dan bahan evakuasi lainnya.
Pada pengadaan masker untuk tenaga medis, Kejati Banten mengendus dugaan korupsi berupa mark up harga yang tadinya Rp 70 ribu per pcs menjadi Rp 220 ribu.
Kejati menjerat tiga tersangka dalam kasus pengadaan masker ini. Mereka yang kini telah jadi terdakwa ini masing-masing Lia Susanti sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan masker di Dinkes Banten, Direktur PT Right Asia Medika (RAM) Wahyudin Firdaus, dan rekannya Agus Suryadinata.
Dikutip BantenHits.com dari Kompas.com, pengadaan masker sebanyak 15.000 buah jenis KN95 itu diperuntukan untuk tenaga kesehatan yang sedang berjibaku menangani pasien Covid-19 di rumah sakit.
Upaya sekongkol pejabat dan pengusaha
Awalnya, Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Kesehatan menganggarkan pengadaan masker dari dana belanja tidak terduga (BTT) senilai Rp 3,3 miliar tahun 2020.
Namun, pada proses pengadaan, Lia selaku PPK bersama pengusaha Wahyudin dan Agus bersekongkol melakukan markup harga satuan masker dari Rp 70.000 menjadi Rp 220.000.
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Serang terungkap, Lia Susanti selaku PPK menujuk PT RAM sebagai penyedia jasa pengadaan masker.
Padahal, penujukan PT RAM oleh Lia menyalahi perundang-undangan yang berlaku. Sebab, PT RAM tidak memiliki sertifikat distribusi alat kesehatan dari Kemenkes.
“Tidak pernah melaksanakan pekerjaan sejenis dengan pemerintah, dan bukan penyedia dalam e-katalog, serta bukan pelaku usaha dengan rantai pasokan terdekat,” kata jaksa Subardi saat membacakan dakwaan Lia Susanti, Rabu, 28 Juli 2021.
Direktur PT RAM Wahyudin sebelumnya sudah bersekongkol dengan Lia untuk mengubah harga satuan masker dari Rp 70.000 menjadi Rp 220.000 per buah.
Padahal, harga dari PT Berkah Mandiri Manunggal (BMM) selaku penyupali masker untuk PT RAM memberikan harha sebesar Rp 88.000 perbuah dengan total sebesar Rp 1,3 miliar.
Harga Rp 220.000 kemudian dimasukan kedalam rencana anggaran belanja (RAB) pengadaan 15.000 buah masker KN95.
Lia selaku PPK kemudian membuat RAB nya dan meminta persetujuan kepada Kepala Dinas Kesehatan dr Ati Pramudji Hastuti.
Ati pun menyetujui RAB hasil manipulasi tersebut dan mengetahui adanya perubahan harga masker.
Meskipun, Ati mangakui bahwa dia sudah meminta PT RAM untuk menurunkan harga menjadi Rp 200.000 tapi ditolak.
“Saat itu pilihannya kalau kita tidak merubah RAB, maka kita tidak bisa membeli masker dalam kondisi saat itu. Di mana saat itu sangat diperlukan oleh tenaga kesehatan,” kata Ati saat menjadi saksi, Rabu, 4 Agustus 2021.
Menurut Ati, dalam situasi darurat, pihaknya harus tetap membeli atau menyediakan masker meskipun dengan harga satuan yang tinggi, yakni Rp 220.000.
Lia kemudian mengajukan permohonan penggunaan dana BTT kepada Gubernur Banten Wahidin Halim dengan melampirkan RAB yang sudah dimanipulasi pada tanggal 26 Maret 2020.
Bagi-bagi Fee
Setelah adanya persetujuan dan perintah kerja, proyek masker kemudian dikerjakan oleh Agus dengan meminjam PT RAM.
Agus menjanjikan kepada Wahyudin fee peminjaman bendera senilai Rp200 juta.
“Lia selaku PPK mengetahui sejak awal adanya penggunaan perusahaan PT RAM oleh Agus,” kata Subardi.
Agus segera berkordinasi dengan PT BMM selaku penyedia masker setelah adanya kontrak kerja dari Dinkes Banten untuk menyediakan 15,000 buah masker KN95.
Kemudian, PT BMM mengirimkan masker secara dua tahap yakni tanggal 18 Mei dan tanggal 19 Mei 2020.
Setelah dikirim, Agus meminta kepada Direktur PT BMM Agus Suryanto agar membuatkan kuitansi dengan harga pembelian masker sesuai surat penawaran Rp3,3 miliar yang sebenarnya Rp1,3 miliar tapi ditolak.
“Agus Suryadinata tanpa hak membuat dokumen invoice dan kuitansi PT BMM sendiri dan meniru tanda tangan Direktur PT BMM,” ungkap Subardi.
Pencairan pembayaran berbekal dokumen palsu, uang hasil korupsi masker untuk beli rumah
Berbekal dokumen palsu, Agus kemudian meminta pencairan pembayaran meskipun pengerjaan belum 100 persen kepada Lia Susanti dan disetujui olehnya.
Pembayaran Rp3,3 miliar dilakukan tiga tahap ke rekening PT RAM, tahap pertama 19 Mei 2020 sebesar Rp1,7 miliar, kedua tanggal 20 Mei 2020 sebesar Rp 725 juta, dan tahap ketiga Rp862 juta.
Sehingga, BPKP Provinsi Banten menemukan adanya kelebihan pembayaran dari kegiatan pengaadaan masker di Dinkes Banten.
Dari hasil perhitungan, diperoleh adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,6 miliar.
“Perbuatan terdakwa Lia bersama Wahyudin dan Agus telah menimbulkan kerugian negara sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara BPKP perwakilan Banten pada kegiatan pengadaan masker di Dinas Kesehatan Provinsi Banten sebesar Rp1.680.000.000,” ucap Subardi.
Agus Suryadinata menguasai uang hasil korupsi markup sebesar Rp 1,48 miliar yang digunakan untuk membeli rumah, sedangkan Wahyudin memperoleh Rp200 juta dari fee bendera.
Ketiganya dikenakan pasal Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Editor: Fariz Abdullah