Serang – Maraknya baliho dan billboard sejumlah tokoh politik di Indonesia saat pandemi COVID-19 tengah melanda, menjadi sorotan banyak kalangan.
Para tokoh politik yang sudah memampangkan wajahnya pada sarana publikasi luar ruang itu adalah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDI Perjuangan) Puan Maharani, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar hingga Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Pengamat politik dari Institute for Digital Democracy (IDD) Yogyakarta, Bambang Arianto menilai, langkah para elite politik yang mendongkrak popularitas di tengah pandemi COVID-19 dengan memasang sejumlah baliho tentulah kurang tepat. Apalagi hingga saat ini masyarakat tengah berjuang keras menghadapi pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi yang berkepanjangan.
“Langkah para elite politik mendongrak popularitas di tengah pandemi COVID-19 sebagai bukti bahwa para elite politik tersebut sangat minim empati kepada rakyat. Padahal, elite politik sejatinya harus selalu berempati terhadap persoalan riil rakyat secara kekinian,” kata Bambang melalui keterangan tertulis kepada BantenHits.com.
“Artinya, ketika terjadi pandemi COVID-19 sejatinya elite politik harus lebih giat memberikan bantuan kepada rakyat, bukan justru sebaliknya dengan sibuk mencari popularitas semata,” sambungnya.
Bambang juga menilai, maraknya para tokoh politik memasang baliho di tengah pandemi COVID-19 merupakan tanda elit tersebut tak percaya diri.
“Selain itu, saya melihat ada semacam ketidakpercayaan diri dari para elite politik terhadap elektabilitas yang dimiliki. Artinya ada semacam ketakutan para elite politik tidak dikenal dan tidak dipilih oleh publik, sehingga kemudian terburu-buru harus memamerkan wajahnya melalui berbagai baliho dan papan nama,” jelasnya.
“Padahal saat ini eranya media sosial, yang artinya upaya mendongkrak popularitas melalui baliho sudah tidak lagi memberikan kontribusi signifikan. Sebab kampanye politik luar jaringan seperti baliho, papan nama atau billboard sudah tidak menarik sama sekali dan telah berganti ke ruang media sosial. Justru kalau tujuanya untuk mendongkrak popularitas lebih signifikan memperkuat konten melalui peran influencer dan buzzer di media sosial,” lanjutnya.
Menurut Bambang, saat ini masyarakat sudah sangat cerdas. Jangan sampai pemasangan baliho justru menjadi bumerang bagi para elite politik.
“Artinya bukan membuat masyarakat bersimpati, tapi justru sebaliknya membuat masyarakat semakin jengah dengan pola-pola lama dalam mendongkrak popularitas,” pungkasnya.
Editor: Fariz Abdullah