Rektor hingga Ekonom Senior Beberkan Masalah yang Merundung Indonesia, Salah Satunya soal China

Date:

SAVE 20210815 112243
Rektor Universitas Paramadina Prof. Dr. Didik J. Rachbini. (Istimewa)

Jakarta – COVID-19 telah ditetapkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia sejak 20 Maret 2020. Hingga Agustus 2021 ini, berarti sudah 1,5 tahun Indonesia dilanda pandemi.

Sejak itu pula, pelbagai masalah politik dan ekonomi muncul merundung Indonesia. Hal tersebut dibeberkan dalam webinar yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bertajuk “Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Fondasi Ekonomi & Agenda Pembangunan di Indonesia” yang dipandu Ika Karlina Idris, Ph.D, Jumat, 13 Agustus 2021.

Lima Masalah

Rektor Universitas Paramadina Prof. Dr. Didik J. Rachbini menggarisbawahi lima masalah ekonomi politik yang muncul selama pandemi COVID-19.

Menurut Didik masalah pertama  yaitu fiskal yang rapuh dan utang besar.  Bahkan sebelum krisis, pemerintah Indonesia cenderung menggenjot utang untuk membangun.

“Setelah COVID-19, pemerintah memutuskan utang setiap tahun sangat tinggi, sekitar 1.225 triliun rupiah tahun lalu dan lebih tinggi lagi tahun ini. Ini akan menjadi warisan dan jebakan berbahaya bagi presiden berikutnya,” kata Didik seperti dilansir keterangan tertulis kepada BantenHits.com.

Masalah kedua, lanjutnya, adalah masalah kepemimpinan dan kebijakan yang tidak memadai dalam  mengatasi COVID-19.

“Kepemimpinan diuji saat krisis. Dengan hasil seperti ini kepemimpinan dalam penanganan COVID-19 jauh dari memadai,” jelasnya.

Masalah ketiga, Indonesia jatuh menjadi negara menengah bawah karena pertumbuhan rendah. 

“Jika ekonomi terus tumbuh rendah saat ini dan masa mendatang, maka Indonesia potensial masuk ke dalam jebakan kelas menengah (middle income trap),” ungkapnya.

Masalah keempat, Didik menyebutkan, ketergantungan ekonomi dan politik Indonesia terhadap China saat ini sangat tinggi.

“Indonesia mengalami defisit sangat besar dalam neraca perdagangan dengan China. Defisit turun sedikit karena covid dan tidak bisa impor maksimal tetapi defisit ini bersifat laten dan akan melemahkan sektor ekonomi luar negeri Indonesia. Nilai tukar rupiah akan selamanya lemah, apalagi dirundung defisit jasa, yang juga laten,” bebernya.

Kemudian masalah kelima, Indonesia sekarang secara politik kehilangan prinsip bebas aktif. Politik luar negerinya sangat lemah, jauh dibandingkan di masa lalu. 

“Saya melihat bahwa kepemimpinan Indonesia di dalam masyarakat internasional terutama ASEAN saja itu jauh sekali dibandingkan dengan masa-masa Ali Alatas walaupun income waktu itu sangat rendah, belum terlalu tinggi,” ucap Didik.

SAVE 20210815 113041
Managing Director PPPI, A. Khoirul Umam. (Istimewa)

Managing Director PPPI, A. Khoirul Umam   mengungkapkan bahwa isu ekonomi ini menjadi hal yang cukup krusial dalam konteks penataan pasca pandemi.

“Beberapa aspek menjadi sensitif. Pemerintah meng-highlight dan di blow-up secara serius lompatan angka 7,07% sementara ekonomi rumah tangga tidak menggembirakan,” terangnya.

Ia juga menyinggung skema strategi pembangunan di Indonesia dari basis optimisme.

“Dulu pemerintahan Jokowi mencoba menggenjot aspek infratruktur. Investasi infrastruktur dilakukan secara cukup eksesif dan diharapkan mampu mengakselerasi. Tetapi sementara waktu berjalan impact-nya belum signifikan bahkan sekarang dalam  situasi pandemi menjadi bumerang bagi indonesia dalam konteks ekonomi yang makin tersendat,” urainya.  

Selamatkan Nyawa Jangan Dikomersialisasi

Ekonom Senior, Faisal Basri mengungkapkan, jika krisis sebelumnya, termasuk Depresi Besar 1929-1939 dipicu oleh sektor keuangan, maka krisis dewasa ini dipicu krisis kesehatan.

“Saving live is saving the economy. Yang terjadi bukan semata disrupsi ekonomi dan kesehatan, melainkan meliputi hampir semua aspek kehidupan sosial, budaya, politik dan pertahanan. Penyembuhan harus dengan pola pikir baru, lintas disiplin dan melibatkan semua pemangku kepentingan,” jelasnya.

SAVE 20210815 112058
Ekonom Senior, Faisal Basri. (Istimewa)

Faisal Basri menyarankan sejumlah strategi untuk mengendalikan pandemi yakni kembali ke basic kembali ke kaidah kesehatan dengan memutus mata rantai penularan.

“Prioritas utama adalah menyelematkan nyawa manusia, jangan dikomersialisasi­kan, kepemimpinan nasional yang tangguh dan pengorganisasian yang apik, komunikasi publik yang efektif. Ini 5 prinsip dasar yang kurang atau tidak dijumpai di kita,” tegasnya.

Pandemi ini, lanjutnya, perang yang diakui pemerintah lebih sulit dari perang konvensional, tapi pemerintah tidak pernah declare  ada kedaruratan menghadapi COVID-19.

“Menghadapi COVID-19 sebagai business as usual, dengan menggunakan UU yang ada. sehingga muncullah piutang rumah sakit kepada Pemerintah 40 triliun, nakes tidak dibayar honorariumnya,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama Faisal mengibaratkan Pandemi ini seperti membuka kotak pandora yang menunjukkan rapuhnya struktur ekonomi Indonesia.

“Mayoritas penduduk masih tergolong insecure dan ketimpangan cenderung meningkat. Value extraction kian dominan ketimbang value creation, menyebabkan pertumbuhan produktivitas (total factor productivity) melambat bahkan mengalami penurunan. lebih mengandalkan otot dan keringat (perspiration) ketimbang otak (aspiration),” imbuhnya.

‘Komorbid’ Ekonomi

SAVE 20210815 112142
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin.(Istimewa)

Sementara, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin  menyatakan, krisis itu sebenarnya bisa menjadi turning point kalau dimanfaatkan dengan baik. Atau bisa jadi krisis itu membuat ekonomi suatu negara menjadi semakin terseok.

“Dalam banyak kasus sebenarnya krisis itu merupakan suatu momentum untuk melakukan turn around. Dalam kondisi normal beberapa kesalahan sulit untuk dibetulkan, karena pasti status quo mengharapkan sesuatu as it is. Krisis ini membuat apa yang selama ini dijustifikasi status quo itu sedikit berubah dan transformasi merupakan suatu yang tak bisa dihindari,” kata Wijayanto.

Ia juga menganalogikan kondisi perekonomian Indonesia degan COVID-19 dengan penyakit penyertanya alias komorbitas.

“Dinalogikan dengan COVID-19, maka komorbid utama perekonomian Indonesia adalah pertama tingkat utang pemerintah, korporasi rumah tangga yang tinggi,” jelasnya.

Yang kedua kapasitas fiskal pemerintah yang terus melemah, ketiga current account deficit yang terus meningkat, keempat ketimpangan pendapatan, kekayaan & penguasaan tanah, kelima tingkat pengangguran yang tinggi dengan kualitas pekerjaan yang rendah, serta keenam regulatory uncertainty & inconsistency.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menambahkan, sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tertahan di angka 5% menunjukkan gejala inersia.

“Suatu kondisi dimana perekonomian bergerak dengan kecepatan yang relatif konstan dan tidak memiliki daya dorong yang cukup untuk bergerak lebih cepat. Pandemi semakin memperumit usaha untuk melakukan akselerasi ekonomi dan meningkatkan risiko Indonesia masuk ke dalam jebakan kelas menengah,” ucapnya.

Ia juga menyinggung bahwa pemulihan ekonomi tidak akan efektif tanpa disertai penguatan kapasitas kelembagaan dan pengawasan terhadap praktik good governance, termasuk dalam penggunaan dana PEN.

“Transformasi ekonomi dibutuhkan agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, yang kita butuhkan minimal 7-8 persen per tahun dan mampu bertahan pada level tersebut selama beberapa dasawarsa,” singgungnya.

SAVE 20210815 112129
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal.(Istimewa)

Menurut Mohamad Faisal, salah satu transformasi ekonomi yang perlu dilakukan adalah melakukan revitalisasi industri manufaktur, serta mendorong peningkatan nilai tambah pada sektor-sektor unggulan dan strategis, khususnya dalam pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah.

Editor: Fariz Abdullah

 

Author

  • darus e1671790499655

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

    View all posts

Cek Berita dan Artikel yang lain di:

Google News

Terpopuler

Share post:

spot_img

Berita Lainnya
Related