‘Bab yang Hilang’ dalam Cerita Bank Banten Muncul di Pengadilan Tipikor

Date:

bank banten 2020
Ilustrasi Bank Banten (Foto. Dok Bank Banten)

Serang – Masih ingat dengan kisruh yang melanda Bank Banten pada April 2020 lalu? Ya, saat itu merupakan masa-masa paling dramatis yang dialami bank milik Pemprov Banten ini.

Namun, siapa sangka, ‘bab yang hilang’ dalam rangkaian cerita panjang Bank Banten sejak 2017 hingga puncaknya 2020 itu, ternyata muncul secara kebetulan di Pengadilan Tipikor Serang, Senin, 27 September 2020.

Adalah mantan Kepala Bappeda Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina yang membawa ‘bab yang hilang’ itu. Saat itu Hudaya hadir menjadi saksi kasus korupsi dana hibah pondok pesantren tahun 2018 dan 2020.

Dikutip BantenHits.com dari detik.com, Hudaya membeberkan, saat bulan puasa di bulan Juni 2018, ia diajak rapat bersama gubernur dan jajaran. Usai rapat, gubernur menyampaikan secara lisan dan menanyakan apakah ada anggaran untuk bantuan ke pondok pesantren.

Menurut Hudaya sebetulnya tidak ada anggaran untuk hibah ponpes pada 2018. Anggaran yang tersedia adalah Rp 125 miliar untuk penyertaan modal Bank Banten. Tapi gubernur menolak membiayai bank itu dan diganti uangnya untuk hibah ponpes.

“Jadi saya tanya ke beliau, dasarnya apa?” ujarnya.

“Lo banyak cerewet, sudah,” ucap Hudaya menirukan gubernur.

“Ada kalimat sederhana tapi itu hak beliau. Beliau sudah tahu Bank Banten mau kolaps, karena ada surat dari KPK, OJK (yang menyatakan ini (Bank Banten) harus diberikan pembiayaan. Tapi kalau beliau nggak mau ya nggak bisa apa-apa,” ungkap Hudaya lagi.

Pernyataan Hudaya soal sikap Gubernur Banten yang tak mau membiayai kondisi Bank Banten pada 2018 seolah bertolak belakang dengan pernyataan gubernur saat terjadi polemik Bank Banten pada 2020.

Keputusan Mengejutkan

BantenHits.com pernah menurunkan laporan, Kamis, 23 April 2020, ratusan warga mendadak antre di Kantor Kas Bank Banten dan sejumlah gerai Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Banten. Mereka ramai-ramai menarik dana mereka dari Bank Banten.

Aksi rush money besar-besaran yang terjadi saat itu dipicu terbitnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten nomor 580/Kep.144-Huk/2020, yang dikeluarkan, Selasa 21 April 2020.

SK tersebut membatalkan keputusan Gubernur Banten nomor 584/Kep.117-Huk/2020 tentang penunjukan Bank Banten Cabang khusus Serang sebagai tempat penyimpanan uang milik pemerintah Provinsi Banten dan penetapan rekening Kas Umum Daerah Provinsi Banten pada Bank Banten Cabang Khusus Serang tahun anggaran 2020.

Selanjutnya kas daerah milik Pemerintah Provinsi Banten akan kembali ke PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat atau Bank BJB.

“Bank Banten sudah dalam kondisi yang tidak lıquid dan mengalami stop kliring, sehingga diperlukan langkah penyelamatan segera atas dana milik Pemerintah Provinsi Banten yang berada di Rekening Kas Umum Daerah Bank Banten,” demikian bunyi dalam SK Gubernur Banten Wahidin Halim.

IMG 20200423 WA0015
Warga Banten yang menjadi nasabah Bank Banten ramai-ramai menarik uang di tabungan mereka. Antrean tampak mengular di Kantor Bank Banten Cabang Serang, Kamis, 23 April 2020. Antrean terlihat mengabaikan protokol Covid-19. (BantenHits.com/ Mahyadi)

Kewajiban Setor Modal

Sejumlah kalangan mengibaratkan, aksi Wahidin Halim menarik RKUD dari Bank Banten seperti menghilangkan oksigen dari Bank Banten yang tengah sekarat.

Pasalnya, Bank Banten saat itu berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan sebagai Bank Dalam Pengawasan.

Alih-alih melakukan penyehatan terhadap bank milik Banten, pengalihan RKUD dari Bank Banten ke BJB justru membuat kondisi Bank Banten kian dekat dengan ajal.

WH menepis anggapan tersebut. Dia justru mengklaim dirinya sudah berupaya banyak untuk menyehatkan Bank Banten. 

Sejak Bank Banten resmi dimiliki Pemprov Banten melalui BUMD PT Banten Global Development (BGD) 2013 lalu, Pemprov Banten memiliki kewajiban menyetorkan total modal Rp 950 miliar.

Kepada BantenHits.com Kepala BPKAD Banten Rina Dewiyanti mengatakan, sejak 2013, Pemprov Banten sudah menyetor penyertaan modal Rp 614,6 miliar kepada Bank Banten.

“Tahun 2013 sebesar Rp 314 M dan tahun 2016 sebesar Rp 300 M,” kata Rina melalui pesan WhatsApp, Minggu, 21 Juni 2020.

Dengan demikian, sejak 2016-2020 sebenarnya Pemprov Banten masih memiliki kewajiban menyetorkan sisa penyertaan modal Rp 335,4 miliar.

Surat OJK dan LO Kejagung

Klaim Wahidin Halim soal dirinya telah matia-matian mengupayakan penyehatan Bank Banten, seolah terbantahkan dengan pernyataan OJK melalui surat bernomor SR 83/PB.31/2019 tanggal 14 Juni 2019 yang menyatakan, berdasarkan pengawasan hingga 14 Juni 2019, kinerja keuangan Bank Banten belum menunjukkan perbaikan signifikan.

Salah satu sebabnya karena tambahan modal dari Pemegang Saham Pengendali Terakhir (SPPT) dalam hal ini Pemprov Banten melalui Gubernur Banten tak kunjung disetor.

“Bahkan terjadi peningkatan kerugian tahun berjalan, serta belum terealisasinya rencana tambahan modal disetor oleh Pemegang Saham Pengendali Terakhir (SPPT),” begitu tertulis dalam surat OJK.

Pernyataan OJK tersebut diperkuat Kejaksaan Agung melalui legal opinion atau pendapat hukum Nomor B-713/G/Gph.1/12/2019 tanggal 30 Desember 2019.

Pendapat hukum tersebut menyebutkan hingga Desember 2018 Pemprov Banten selaku PSPT tak kunjung setor tambahan modal.

“Bahwa dalam proses pelaksanaan penyehatan Bank Banten terdapat hambatan di mana hingga saat ini Pemerintah Provinsi Banten sebagai Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) belum menyetor penambahan modal,” demikian tertulis dalam dokumen pendapat hukum itu.

Akibat tak kunjung disetorkannya penambahan modal, lanjut pendapat hukum dalam dokumen itu, dapat berdampak terhadap keberlangsungan usaha Bank Banten, baik melalui pembekuan usaha dan atau likuidasi.

IMG 20200620 115947
Legal opinion (LO) alias pendapat hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia soal Bank Banten. (Istimewa)

Tak Miliki Partner Strategis

Dalam Rapat Paripurna di DPRD Banten, Jumat, 26 Juni 2020, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy akhirnya mengakui Pemprov Banten tak pernah menyetorkan penyertaan modal Bank Banten sejak 2017-2020.

Menurut Andika, terkait anggaran pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 131 miliar yang tidak terealisasi tersebut, disebabkan karena hingga akhir tahun 2019 belum ada strategic partner yang dapat menguntungkan pihak Bank Banten.

Kondisi tersebut, kata Andika, membuat Pemprov Banten khawatir dana penyertaan modal tersebut akan habis digunakan untuk biaya operasional bank bukan untuk modal bank.

“Pemprov Banten menggunakan azas kehati-hatian dalam rangka penyertaan modal Bank Banten ini,” jelas Andika seperti dilansir dalam keterangan tertulis Dinas Kominfo Banten saat itu.

Interpelasi Kandas, Gugatan Dicabut

Polemik soal Bank Banten pada 2020 lalu sempat membuat naik tensi politik di DPRD Banten. Fraksi PDIP yang dikomandoi Muhlis menggalang penggunaan hak interpelasi terkait penarikan RKUD dari Bank Banten.

Muhlis mengatakan, keputusan menggunakan hak interpelasi berdasarkan hasil arahan DPD PDIP Banten dan kajian analisa mendalam terkait perkembangan yang terjadi di lapangan terkait Pemindahan RKUD ke Bank BJB. 

“Maka kami akan secara resmi menggunakan hak interpelasi guna meminta penjelasan gubernur Banten terkait pemindahan RKUD tersebut,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa, 19 Mei 2020.

Menurut Muhlis, fraksinya menggunakan hak ini adalah untuk memposisikan diri dalam kepentingan masyarakat Banten secara luas.

“Kami menilai kebijakan gubernur yang tergesa-gesa itu telah memberikan dampak luas bagi masyarakat, baik secara nilai atau pun secara sosial, ekonomi dan lain-lain,” katanya. 

Namun, penggunaan Hak Interpelasi nyatanya tak pernah terwujud. Fraksi PDIP DPRD Banten memutuskan menunda penggunaan Hak Interpelasi. Kepastian disampaikan Muhlis melalui keterangan tertulis, Minggu, 21 Juni 2020.

Muhlis mengistilahkan hak interpelasi bukan gagal tapi dimoratori. Menurutnya keputusan moratorium interpelasi Bank Banten berdasarkan hasil rapat koordinasi internal antara DPD PDI Perjuangan Provinsi Banten dengan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Banten pada Jumat, 19 Juni 2020.

“Memperhatikan perkembangan atas upaya dan langkah penyehatan Bank Banten yang telah memasuki babak baru melalui pengambilan opsi tertentu, maka sebagai pengusul/inisiator penggunaan hak meminta keterangan kepada gubernur Banten terhadap jebijakan gubernur dalam upaya Penyehatan Bank Banten menyatakan menunda/menangguhkan untuk sementara waktu (moratorium) atas penggunaan hak konstitusi dimaksud,” kata Muhlis.

IMG 20200624 WA0010
Penggugat Bank Banten menggelar konferensi pers di sebuah rumah makan soal pencabutan gugatan perbuatan melawan hukum terkait Bank Banten. (Istimewa)

Setali tiga uang dengan Fraksi PDIP, upaya mencari kebenaran terkait polemik penarikan RKUD Bank Banten yang dilakukan tiga warga Banten di Pengadilan Serang juga kandas setelah gugatan dicabut.

Pencabutan gugatan diajukan persis saat sidang perdana gugatan perbuatan melawan hukum terkait Bank Banten digelar di PN Serang, Rabu, 24 Juni 2020.

Salah satu penggugat, Ojat Sudrajat berdalih, pencabutan gugatan tersebut untuk menambah daftar institusi yang akan ikut serta digugat dalam pemindahan RKUD Bank Banten, yakni PT Banten Global Development (BGD), selaku BUMD Pemprov Banten yang diberi kewenangan membeli dan membangun Bank Banten.

Menurut Ojat, karena gugatan tak bisa diperbaiki atau ditambah pihak tergugatnya, maka pihaknya harus mencabut dulu untuk kemudian memasukan gugatan baru.

“Gugatan dilanjut (hanya) ada penambahan gugatan. Yakni, PT BGD jadi tergugat 6, Bank Banten tergugat 7. Kami (juga) menduga ada kerugian lain, terkait penjualan aset Bank Banten, dugaannya Rp 179 Miliar. Ada 2.500 debitur PNS Banten yang di jual ke BJB,” kata penggugat, Ojat Sudrajat kepada awak media.

Sebelumnya, para penggugat melayangkan perbuatan melawan hukum terkait Bank Banten kepada Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat, DPRD Banten, Bank Banten, OJK, dan Mendagri.

Editor: Fariz Abdullah

Author

  • darus e1671790499655

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

    View all posts

Cek Berita dan Artikel yang lain di:

Google News

Terpopuler

Share post:

spot_img

Berita Lainnya
Related