Pungli di BPN Lebak Diduga Sistematis, Ini Cerita Lengkap OTT Ditreskrimsus Polda Banten

Date:

IMG 20211115 WA0036
Kabid Humas Polda Banten, AKBP Shinto Silitonga bersama Wadirreskrimsus Polda Banten, AKBP Hendy Febrianto saat menyampaikan pengungkapan OTT di BPN Lebak. (BantenHits.com/ Mahyadi)

Serang – Direktorat Reserse Kriminal Khusus atau Ditreskrimsus Polda Banten kini tengah menelusuri apakah pungli di BPN Lebak terjadi secara sistematis atau tidak.

Hal tersebut disampaikan Wadirreskrimsus Polda Banten AKBP Hendy Febrianto menyusul operasi tangkap tangan alias OTT Ditreskrimsus Polda Banten di BPN Lebak, Jumat, 12 November 2021.

Menurut Hendy, berdasarkan pengungkapan itu, diketahui motif para pelaku adalah dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

“Hingga saat ini penyidik masih mendalami apakah perilaku ini terjadi secara sistematis di dalam lingkungan kerja di Kantor BPN Lebak,” kata Hendi saat press conference di Aula Bidhumas Polda Banten, Senin, 15 November 2021.

Bermula Informasi Warga

Kabid Humas Polda Banten, AKBP Shinto Silitonga mengatakan, dasar penyidikan terhadap OTT oknum pegawai BPN berawal dari informasi masyarakat yang kemudian dituangkan dalam Laporan Informasi (LI) dan ditindaklanjuti dengan Laporan Polisi (LP) Nomor 443 tanggal 13 November 2021.

“Sejak 13 November 2021, Ditreskrimsus Polda Banten melakukan penyidikan tindak pidana korupsi hasil OTT, artinya penyidik temukan fakta-fakta hukum tentang korupsi,” ucap Shinto. 

Hingga saat ini Polda Banten sudah menetapkan 2 tersangka pungli yaitu RY (57), PNS Bagian Penata Pertanahan di Kantor BPN Lebak PR (41), Pegawai Pemerintah Non PNS pada Bagian Administrasi Kantor BPN Lebak. 

SHM untuk Lahan 30 Hektar

Hendy menjelaskan, sejak Desember 2020, seorang perempuan inisial LL, mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) terhadap tanah yang dibelinya seluas 30 ha di Desa Inten Jaya, Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak.

Pengurusan awal dikuasakan LL kepada DD, di mana ketika itu LL sudah memberikan dana sebesar Rp117.000.000, namun hingga DD meninggal dunia, pengurusan SHM tidak ada progres.

Pasca DD meninggal dunia, LL menguasakan pengurusan SHM kepada MS yang berprofesi sebagai Lurah di Lebak.

“Saudari LL kemudian meminta MS untuk mengurus SHM pasca DD meninggal, dana ratusan juta yang diberikan LL tidak diketahui kemana saja digunakan DD,” kutip Hendy.

Pada Oktober 2021 terjadi pertemuan antara MS dengan PR dan RY, staf BPN Lebak yang pada intinya meminta biaya tambahan untuk pengurusan SHM.

“Awalnya senilai Rp8.000 per m2 namun akhirnya disanggupi,” terang Hendy.

Pasca pertemuan, LL kemudian mengajukan permohonan awal pengurusan SHM tanahnya seluas  17.330 m2, dengan menyiapkan dana  sebesar Rp 36.000.000 untuk memenuhi permintaan biaya tambahan pengurusan SHM.

Di luar itu, LL pada 19 Oktober 2021 telah membayar biaya PNBP senilai Rp1.833.000 ke Kantor BPN Lebak namun LL tidak mendapatkan kepastian hasil pengukuran dan waktu penyelesaian pengurusan SHM, sehingga LL akhirnya mau menyiapkan uang sesuai dengan yang diminta oleh oknum pegawai BPN Lebak.

“Pasca uang diserahterimakan, penyidik melakukan penangkapan terhadap pelaku,” kata Hendy.

Adapun modus dari pelaku ialah meminta tambahan biaya untuk pelayanan pengurusan SHM dengan memberi target uang senilai tertentu per m2 diluar PNBP.

Shinto menambahkan, sesuai dengan PP No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, ditentukan nilai PNBP hanya sebesar Rp100 per m2.

“Dan itu pun sudah dibayar oleh LL,” kata Shinto Silitonga. 

Selain itu, prosedur pengurusan SHM juga tidak dilaksanakan sesuai dengan time lining yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

“Pasca pemohon membayar PNBP di loket, maka sesuai aturan, dalam jangka waktu 18 hari peta bidang harus diterbitkan, namun faktanya, pemohon tidak juga mendapatkan peta bidang sesuai hasil pengukuran tersebut,” tegas Hendi.

Polda Banten telah mengamankan barang bukti berupa satu bundel berkas permohonan SHM milik LL atas tanah di Desa Inten Jaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak, tiga map kuning dan amplop coklat berisi uang masing-masing sebesar Rp15.000.000, Rp11.000.000 dan Rp10.000.000, sehingga total uang Rp36.000.000, satu unit DVR CCTV dan dua unit handphone. 

“Barang bukti ada 3 amplop, isinya berbeda-beda, tentu menjadi petunjuk bagi penyidik untuk mendalaminya, apalagi ada kode 2.000 untuk atas dan 1.000 untuk bawah,” tegas Hendy.

Shinto Silitonga menyampaikan bahwa terhadap para tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jumto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang dugaan tindak pidana korupsi penyelenggara negara yang bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

“Akibat perilakunya, tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang nomor 20 tahun 2021 jumto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 4 tahun sampai 20 tahun pidana penjara,” tegas Shinto. 

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

Cek Berita dan Artikel yang lain di:

Google News

Terpopuler

Share post:

spot_img

Berita Lainnya
Related