Ucapan Gubernur Banten Asal Bunyi Bikin Sakit Hati, Tokoh Buruh Blak-blakan Alasan Nekat Duduki Ruang Kerja Wahidin

Date:

Tokoh buruh di Banten, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Pekerja Nasional (SPN), Puji Santoso mengungkapkan, alasan buruh nekat duduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim. karena sakit hati dengan ucapan Gubernur Banten yang asal bunyi. (Istimewa)

Serang – Tokoh buruh di Banten, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Pekerja Nasional (SPN), Puji Santoso blak-blakan soal aksi nekat buruh menjebol barikade keamanan lalu menduduki ruang ruang kerja Gubernur Banten, Wahidin Halim, Rabu, 22 Desember 2021.

Pada aksi tersebut, ribuan buruh menerobos Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) lalu menduduki ruang kerja Wahidin Halim.

Menurut Puji, aksi itu dipicu rasa sakit hati akibat pernyataan yang dilontarkan WH yang mengatakan agar pengusaha mengganti pekerja dengan upah yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk tahun 2022.

Melalui pernyataannya itu, kata Puji, Gubernur Banten terbukti tidak bisa menjaga marwah dan kehormatan gubernur. Penguasaan sementara ruang kerja oleh rakyat, karena ucapan gubernur WH yang asbun alias asal bunyi dan tidak beradab.

“Ini ditengarai arogansinya pasca menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Ucapannya agar pengusaha mengganti dengan pekerja yang mau digaji dengan 2,5 juta hingga Rp4 juta, tentu membuat kami sakit hati karena tidak pro kepada buruh,” jelas Puji kepada wartawan, Jumat, 24 Desember 2021.

Foto seorang buruh saat menduduki kursi Gubernur Banten, Wahidin Halim saat demonstrasi kemari. (Istimewa)

Tak Pernah Temui Buruh

Selain itu juga, lanjutnya, gubernur Banten memiliki kebiasaan yang nyaris tidak pernah mau menemui rakyat buruh ketika didatangi.

“Gubernur Banten ini memimpin rakyat Banten secara keseluruhan atau hanya memimpin, menghidupi dan menjaga kelompoknya saja,” katanya.

Puji juga menyoroti sikap WH yang memberhentikan Kasatpol PP pasca aksi tersebut. Sikap WH dinilai bentuk kepemimpinan kumingsun (merasa paling benar), kekanak-kanakan dan tidak ngaca pada diri sendiri, seolah itu hanya kesalahan semata Kasatpol PP.

“Gubernur mungkin lupa, padahal semua yang terjadi ini karena ulahnya bicara asal bunyi, tidak bertanggungjawab, dan tidak berani menemui rakyat buruh, sehingga hal ini yang menjadikan situasi menjadi berbeda namun masih dalam kendali. Untuk itu, saya sangat berterimakasih kepada Jajaran Polda Banten, dan Satpol PP yang melayani rakyat buruh dengan sangat humanis dalam giat waktu itu,” ujarnya.

Puji menyarankan, seharusnya gubernur Banten dapat memenuhi rasa keadilan bagi rakyat buruh. Tahun sebelumnya dengan alasan Pandemi COVID-19, para pengusaha mendapatkan subsidi dari negara senilai ratusan trilyun rupiah agar tidak terjadi PHK, merumahkan pekerja, memotong upah dan lainnya.

Namun yang terjadi PHK di mana-mana, merumahkan pekerja di mana-mana, serta banyak pengusaha yang membayar upah tidak sesuai ketentuan.

“Di saat itu rakyat buruh diam dan memaklumi meski tidak ada kepedulian dari gubernur Banten. Tapi sekarang, di saat ekonomi mulai berangsur membaik, justru pemerintah malah ingin menyiksa perekonomian rakyat buruh. Saya jadi meragukan gubernur Banten saat ini dalam memimpin Provinsi Banten tercinta ini,” tegasnya.

Wahidin Sebaiknya Mundur

Puji menegaskan, jika Gubernur Banten Wahidin Halim sudah tidak mampu memimpin Provinsi Banten, sebaiknya segera mundur. Apalagi sampai mengajukan persoalan seperti kepada presiden.

“Bapa WH ini kok malah mau jadi gubernur yang suka mengadu sih. Gak usahlah berniat mengadu ke Presiden dan Kapolri, pekerjaan beliau itu masih banyak yang lebih penting dan urgent. Persoalan ini kan dibuat sendiri, ya tinggal diselesaikan saja di internal Banten, gak usah dibawa-bawa ke Presiden segala,” katanya

“Apa sudah tidak mampu memimpin Banten lagi? Ya kalo udah gak mampu ya mundur aja dari jabatan, gtu saja kok repot,” tambahnya.

Tidak hanya itu, Puji juga menilai jika Gubernur Banten terkesan tidak memahami mekanisme dan kewenangan penetapan Upah. Sebab, sudah jelas diatur dalam UU 13/2003 yang sekarang juga muncul dalam UU 11/2020 jo PP 36/2021, bahwa Gubernur mempunyai kewenangan penuh dalam penetapan upah minimum.

“Aturan itu lebih tinggi dari formula PP 36/2021, dan pula naskah akademik formula di PP itu gak ada juga kan,” ungkapnya.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Respons Aduan Warga, KASN Lakukan Analisa dan Akan Minta Klarifikasi Sekda Kabupaten Tangerang

Berita Tangerang - Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN...

Sekda Kabupaten Tangerang Dilaporkan Warga Sukamulya ke KASN terkait Dugaan Pelanggaran Etik ASN

Berita Tangerang - Sekretaris Daerah atau Sekda Kabupaten Tangerang,...

Digugat Warga dan ‘Diminta’ Pengembang, Bagaimana Nasib 24 Aset Milik Pemkab Tangerang Sekarang?

Berita Tangerang - Sedikitnya 24 aset Pemkab Tangerang saat...

Sepanjang 3-15 April 2024, Jumlah Penumpang di Terminal Poris Plawad Mencapai 1.000 Orang Per Hari

Berita Tangerang - Sepanjang 3-15 April 2024 atau selama...