Tangerang – Enam buruh di Banten telah ditetapkan jadi tersangka oleh Ditreskrimum Polda Banten setelah aksi menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim alias WH saat unjuk rasa menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), Rabu, 22 Desember 2021.
Para buruh telah ditangkapi sejak Sabtu, 25 Desember 2021 atau sehari setelah WH melalui kuasa hukumnya Asep Abdullah Busro melapor ke Polda Banten, Jumat, 24 Desember 2022.
Enam tersangka masing-masing AP (46), laki-laki, warga Tigaraksa, Kabupaten Tangerang; SH (33), laki-laki, warga Citangkil, Kota Cilegon; SR (22), perempuan, warga Cikupa, Kabupaten Tangerang; SWP (20), perempuan, warga Kresek, Kabupaten Tangerang; OS (28), laki-laki, warga Cisoka, Kabupaten Tangerang, dan MHF (25), laki-laki, warga Cikedal, Kabupaten Pandeglang.
Pengamanan Lemah
Presiden Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Tangerang, Holid Syafei, menyoroti lemahnya aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan saat unjuk rasa serikat buruh yang menjebol ruang Gubernur Banten.
“Untuk kedua kalinya di Provinsi Banten kita perlihatkan kelalaian yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan aksi unjuk rasa. Pertama aksi aparat melakukan smackdown terhadap mahasiswa dan kedua aksi menduduki kantor orang nomor satu di Provinsi Banten,” kata Holid Dalam keterangan tertulis kepada BantenHits.com, Minggu, 26 Desember 2021.
Holid menilai, terjadinya sabotase kantor Gubernur Banten oleh peserta aksi demo anggota serikat buruh, jelas merupakan kelalaian aparat kepolisian dalam menerapkan standar manajemen pengamanan yang tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 (Perkapolri 9/2008) tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara.
Keberhasilan massa aksi unjuk rasa memasuki ruang kerja Gubenur, lanjutnya, tidak bisa dianggap wajar. Pasalnya selain Protap Dalmas pihak kepolisian juga harusnya juga paham mengenai Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3/2019 tentang Pemberian Bantuan Pengamanan Pada Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu.
Berdasarkan aturan itu, Holid menilai sangat jelas bagi Polri wajib melakukan protap (prosedur tetap) dalam rangka menjaga, mencegah dan mengantisipasi terjadinya ancaman, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap objek vital nasional dan objek tertentu.
“Sebab yang disabotase ini ruang kerja Gubernur yang merupakan simbol dari provinsi Banten. dan jelas itu sangat vital . Bahkan itu bisa mengganggu stabilitas politik di wilayah Provinsi Banten,” jelasnya.
“Harusnya pihak kepolisian wilayah hukum Banten harus mengakui keberhasilan massa aksi buruh menduduki ruang kerja Gubernur WH tidak terlepas dari kelalaian aparat kepolisian dalam pengamanan dan pengendalian massa dan melupakan aturan soal Pengamanan Pada Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu,” sambungnya.
Evaluasi
Holid meminta, kelalaian yang dilakukan oleh aparat kepolisian wilayah hukum Banten ini harus jadi evaluasi bersama.
“Sebab, ini ruang kerja orang nomor satu di Banten loh yang disabotase. Kan bisa jadi merujuk pada kasus makar, dan jelas sangat berefek pada stabilitas politik Banten,” ucapnya.
“Kami mendorong ada upaya yang tegas Pimpinan Kapolri atas kejadian ini, toh gagalnya aparat kepolisan di Banten dalam pengendalian massa unjuk rasa bukan kali pertama,” terangnya.
Holid juga mengatakan, dirinya tidak akan tinggal diam atas kelalaian aparat dalam melakukan pengamanan aksi unjuk rasa. Ia akan mendesak melalui parlemen jalanan agar Polres Serang dan Polda Banten dievaluasi.
“Jelas kami akan mendesak dengan gaya mahasiswa menggunakan parlemen jalanan sebagai instrumen agar ada perbaikan dalam melakukan pengamanan dan pengendalian aksi massa oleh pihak kepolisian di Polda Banten,” tutupnya.
Editor: Fariz Abdullah