Serang – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terkait dugaan korupsi pencarian biaya penunjang operasional tahun anggaran 2017-2021.
“Sudah kami kirimkan melalui surat elektronik dan nomor hotline pengaduan masyarakat di Kejati Banten,” kata Koordinator Maki, Bonyamin Saiman melalui keterangan pers, Senin 14 Februari 2022.
Anggaran operasional itu diduga tidak dibuat laporan pertanggungjawabannya. Dalam keterangannya, biaya operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten adalah 0,15 persen dari PAD. Kurang lebih, operasional ini dari tahun 2017 hingga 2021 senilai Rp 57 miliar.
“Biaya penunjang operasional Gubernur dan Wagub Banten ini tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ yang sesuai peruntukannya,” jelasnya.
Boyamin melanjutkan, biaya penunjang operasional Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Banten diduga telah dicairkan dan dipergunakan secara maksimal jumlah pencairannya, namun diduga tidak dibuat SPJ yang kredibel sesuai peraturan perundangan, sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain.
“Patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor (take home pay) dan tidak dipertanggungjawabkan dengan SPJ yang sah dan lengkap, sehingga dikategorikan sebagai dugaan korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 40 miliar,” tandas Boyamin Saiman.
Sementara itu, baik Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Banten, Adhiyaksa, maupum Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten, Iwan Ginting, ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya laporan pengaduan itu dari MAKI.
“Kami akan pelajari, teliti dan telaah laporan pengaduan tersebut,” tandasnya.
Editor : Engkos Kosasih