Jakarta – Seorang pria berpenampilan eksentrik; berambut gondrong dengan sorban menutupi kepala, bersarung, dan mengenakan sepatu kets berteriak lantang di depan Gedung Bursa Efek atau BEI Jakarta, Kamis siang, 7 Juli 2022.
Cak Mul, demikian pria tersebut biasa disapa. Dia berasal dari Kota Cilegon, Provinsi Banten, provinsi yang berjudul Seribu Kiai dan Sejuta Santri.
Di hadapan Cak Mul tampak sepasukan polisi muda berbadan tegap berbaris rapi. Mereka terlihat tak mengendurkan kesiagaannya sedikit pun.
Sementara, di samping kanan pria gondrong berbaris juga sejumlah warga asal Kota Cilegon, yang menamakan diri Forum Pemerhati Lingkungan Implementasi Pembangungan (FPLIP).
Mereka membentangkan spanduk berisi tuntutan untuk agar Manajemen PT Krakatau Steel segera memecat Silmy Karim.
Selain Cak Mul, warga lainnya tampak bergantian berorasi. Mereka menganggap PT Krakatau Steel (KS) tak berpihak kepada kepentingan masyarakat sekitar khususnya di Kota Cilegon, Banten di mana pabrik baja itu berdiri.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi mulai sekitar tahun 1970 tersebut, dianggap cuek dengan berbagai persoalan yang timbul dan bergejolak beberapa tahun terakhir di tengah masyarakat Cilegon.
Atas dasar itulah , warga Cilegon yang tergabung dalam FPLIP menggelar aksi damai di depan Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, 7 Juli 2022.
Koordinator aksi FPLIP, Djahari Putra Halilintar mengatakan, persoalan dan gejolak di masyarakat khususnya di Kota Cilegon tersebut timbul, sejak KS dipimpin oleh Silmy Karim.
Diketahui, Silmy Karim diangkat sebagai Direktur Utama PT KS melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada September 2018 lalu.
Dalam perjalanannya, kata Djahari, Silmy Karim dianggap mampu membawa KS menjadi perusahaan yang meraup untung setelah sebelumnya selalu rugi dan memiliki banyak utang.
“Namun di sisi lain, menyisakan berbagai persoalan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat daerah, para pensiunan dan lain-lain,” kata Djahari.
Djahari menyebutkan, beberapa persoalan yang timbul di masyarakat sejak dipimpin oleh Silmy Karim di antaranya yakni pemecatan sebanyak 2.700 buruh secara sepihak pada 2019 lalu, yang sebagaian besar adalah warga masyarakat Cilegon dan Banten.
“Kemudian, terkait monopoli usaha yang dilakukan PT KS dengan menggunakan anak-cucu perusahaan. Belum lagi adanya dugaan ‘orang-orang dekat’ atau ‘gerbong pribadi’ yang dibawa Silmy Karim yang kemudian diberi hak privilege dan diberikan peluang usaha yang luas. Sementara para pengusaha lokal begitu sulit mendapatkan kesempatan peluang pekerjaan di KS,” ujarnya.
Selain itu, Djahari juga menyampaikan terkait kasus investasi bodong Primkokas yang mengakibatkan kerugian terhadap kurang lebih 500 orang pensiunan yang bekerja pada PT KS, dengan nilai mencapai Rp94 miliar.
Tak hanya itu, Djahari juga menyebutkan perihal polemik pemagaran lahan KS yang membentang dari PT Krakatau Bandar Samudera (KBS) hingga PT Krakatau Wajatama (KWT).
“Pemagaran itu menghancurkan para pedagang kecil, pasar, petani, UKM, hingga sarana olahraga, yang terindikasi pembangunannya bermasalah karena diduga melanggar UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang IMB. Belum lagi tentang dugaan kasus korupsi penyewaan (Tolling Fee) fasilitas Cooking Coal Plant Blast Furnance yang diduga mengakibatkan potensi kerugian negara sebanyak 90 juta dollar,” tuturnya.
Djahari juga menilai, KS telah mengabaikan Nota Kesepahaman Nomor: 170/740/DPRD/2018 antara PT Krakatau Steel dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon yang disepakati bersama perwakilan masyarakat Cilegon pada 11 Mei 2018 lalu, yakni mengenai komitmen keberpihakan PT KS terhadap masyarakat Kota Cilegon.
“Dengan berbagai kasus tersebut di atas, Bapak Silmy Karim kerap membuat gaduh masyarakat dengan mengadu domba antara kelompok masyarakat, mengadu-domba antara tokoh dengan masyarakat, bahkan untuk melanggengkan kekuasaannya, saudara Silmy Karim menggunakan Ormas binaannya untuk pencitraan dan dukungan terhadap Manajemen PT KS,” ujarnya.
Djahari menegaskan, atas dasar pertimbangan tersebut, warga Cilegon melalui FPLIP yang merupakan bagian tak terpisah dari aliansi taktis Front Daulat Pribumi (FDP) mendesak kepada Menteri BUMN Erick Tohir untuk mengambil sikap tegas mengatasi permasalahan tersebut.
“Kami meminta agar Silmy Karim segera dipecat dari PT KS dan segera diproses secara hukum terkait dugaan pelanggaran hukum atau aturan perundangan. Selain itu, kami juga mendesak agar saudara M. Ali Surrahman dipecat sebagai salah satu komisaris di anak perusahaan PT KS yakni PT Krakatau Global Trading, sebagai perwakilan masyarakat lokal Banten, karena yang bersangkutan malah tidak mampu menjembatani komunikasi yang baik antara masyarakat lokal dengan pihak Manajemen PT KS,” pungkasnya.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana