Berita Jakarta – Aktivitas di bursa saham dipastikan akan meningkat jika pasar modal bisa membuat nasabah bank yang memiliki saldo di atas Rp 5 M terpikat berinvestasi di instrumen saham.
Hal tersebut disampaikan analis Strategi Institut, Fauzan Luthsa kepada awak media di Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
“Yang perlu dilakukan saat ini adalah memperbanyak jumlah emiten, karena opsi investasi akan meningkat dan ini akan menarik minat nasabah kaya bank untuk berinvestasi di pasar saham,“ kata Fauzan.
Pilihan emiten yang beragam, lanjutnya, membuat investor dapat menilai peluang dengan profil risiko dan potensi imbal hasil yang sesuai.
Ia memberi contoh pasar saham Korea Selatan yang rutin menambah emiten teknologi serta startup.
“Upaya ini menarik banyak investor baru, termasuk nasabah kaya, ke pasar modal,” jelasnya.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Juli 2024, jumlah crazy rich yang memarkir uangnya di atas Rp 5 miliar mencapai 142.324 rekening.
Menurut Fauzan, salah satu alasan masyarakat memilih memarkir uangnya di bank adalah faktor daya beli yang menurun.
Hal ini juga tercermin dalam rilis Bank Indonesia terkait survei konsumen Oktober 2024 yang memperlihatkan penurunan indeks keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini.
“Namun saham-saham yang eksisting harganya dianggap sudah ketinggian. Saham yang sedang bersiap IPO sekarang pun masih terbatas. Dilema,” ujarnya.
Fauzan menambahkan, padahal banyaknya perusahaan yang IPO membuat opsi investasi jadi lebih beragam. Dan ini membuat daya tarik tersendiri.
Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham merupakan aksi perusahaan mencari pendanaan di pasar modal melalui aksi pelepasan sejumlah kepemilikan saham perusahaan tersebut.
Jumlah emiten yang sesuai target IPO akan membuat investor memiliki banyak pilihan dalam adjustment portofolio.
“Sedikitnya jumlah emiten yang melakukan IPO tidak berbanding lurus dengan kualitas. Regulator cukup melakukan proses penyaringan yang efektif dan transparan serta penguatan prosedur audit dan pengawasan pasca IPO,“ jelasnya.
“IPO yang berkualitas tidak berarti jumlah emiten sedikit. Toh, sejak tahun-tahun sebelumnya target IPO tercapai dan masyarakat mendapatkan emiten yang berkualitas. Jangan-jangan isu IPO yang berkualitas ini untuk menutupi kegagalan mencapai target emiten yang melantai tahun ini,“ tandasnya. ***