Berita Jakarta – Sebuah kengerian dalam perjalanan menuju Jakarta, diceritakan seorang dokter ahli bedah. Dokter yang menjadi saksi mata langsung dalam peristiwa ini menyaksikan bagaimana tubuh para tentara yang ada bersamanya bergelimpangan.
Sebagian tentara terserang demam hebat. Sementara sebagian lainnya giginya rontok karena mengalami sariawan yang parah. Di bagian lain, ada juga tentara setengah gila dan terpaksa harus diikat di atas tempat tidurnya.
Dokter tersebut adalah Nicolaus de Graaff. Kisah yang diungkapkannya merupakan cerita ketika dia menemani 300 tentara VOC yang dikirim dari Belanda ke Jakarta–yang kala itu masih disebut Batavia. Nicolaus disebut pertama kali mendarat dan bisa melihat Batavia pada 10 September 1640 setelah menempuh delapan bulan empat hari perjalanan di atas kapal.
Kesaksian Nicolaus dalam perjalanan di dalam kapal pengangkut tentara VOC ke Batavia dikutip Jean Gelman Taylor dalam karyanya yang telah diterjemahkan berjudul “Kehidupan Sosial di Batavia”.
Buruknya Kesehatan Tentara VOC
Pada bagian awal bukunya tersebut, Jean Gelman Taylor mengungkap fakta buruknya kualitas kesehatan tentara VOC yang dikirim Belanda ke Indonesia. Banyak di antara mereka yang menandatangani kontrak lima tahun menjadi tentara VOC adalah orang miskin dan tersingkir.
“Mereka sudah dalam keadaan tidak sehat ketika meninggalkan Eropa,” tulis Jean.
Pada masa itu yakni pada abad ke-17, kata Jean, perjalanan ke Asia memerlukan waktu selama 10 bulan. Kondisi kapal yang sempit dan kualitas makanan yang buruk, membuat tingkat kesehatan para prajurit VOC tersebut semakin menurun.
Kemudian Jean mengutip kesaksian Nocolaus, dokter ahli bedah yang menemani para prajurit tersebut selama perjalanan menuju Indonesia.
“Penumpang dan awak kapal terserang demam ketika kapal mendekati garis Khatulistiwa,” kata Nicolaus, seperti dikutip Jean.
“Dari 300 tentara yang berangkat dari Belanda, 80 di antaranya meninggal dalam perjalanan,” lanjutnya.
Menurut Nicolaus, saat itu seolah-olah wabah berada di atas kapal. Mereka yang berada di atas kapal benar-benar merasa tersiksa hingga setengah gila. Beberapa dari mereka bahkan terpaksa harus diikat di atas tempat tidur mereka.
“Gigi mereka rontok karena sariawan yang sangat parah. Dan gusi mereka seringkali tertelan, menghitam dan busuk sehingga kami harus mencuci dan memotongnya setiap hari. Banyak awak kapal yang mengalami pembengkakan seperti kanker,” ungkap Nocolaus de Graaff.
Berperilaku Buruk
Tak hanya soal kondisi fisik para tentara VOC yang diungkap Jean Gelam Taylor dalam bukunya itu. Buruknya perilaku para tentara VOC itu juga dibeberkannya.
“Pada masa itu berlaku pandangan umum bahwa para prajurit VOC adalah orang-orang berperilaku buruk, tidak berpendidikan dan miskin,” ungkapnya.
Munculnya penilaian tersebut bersumber dari keluhan-keluhan Jan Pieterzoon Coen yang kala itu menjabat Gubernur Jenderal di Batavia kepada para direktur di Belanda pada 1628.
“Dalam suratnya kepada para direktur pada 1628, ia mengeluhkan kemalasan, kebodohan, dan ketidakmampuan berbahasa para prajurit VOC,” jelas Jean.
“Beberapa prajurit yang direkrut adalah anak-anak yatim piatu, yang dikirim oleh beberapa panti asuhan di kota-kota di Belanda dengan kontrak kerja sepuluh tahun dan dijanjikan akan mendapat gaji beberapa Gulden per bulan,” lanjutnya.
Meski demikian, Jean juga menjelaskan ada juga sebagian tentara VOC yang berpendidikan sehingga mampu menempati strata sosial tinggi di masyarakatnya. Orang-orang seperti ini biasanya dipindahkan ke bagian sipil dalam kedinasan VOC dan mulai meniti karir melalui jenjang sebagai ahli pembukuan dan pedagang.